Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 01 Agustus 2011

Tak Terucap

Oleh: Clarice Natasha /@C_arice‏

Dalam hidupku, aku selalu melihat satu orang ini. Walau jika banyak sekali orang-orang berlalu lalang di sekitarku. Pasti dengan sangat mudah aku menemukan dirinya. Dirinya yang selalu berada dalam pikiranku. Aku sangat mengagumi dirinya, ah lebih tepatnya mungkin, aku sangat menyayanginya. Sangat. Pertama kali saat aku melihat dirinya, aku sudah terlanjur jatuh ke dalam lubang cinta. Mungkin hal itu sudah bertahun-tahun lamanya tapi tetap saja, aku masih sangat menyayangi dirinya.
Dia memperlihatkanku arti hidup yang sebenarnya. Dia mengajarkan banyak sekali dalam hidupku. Termasuk cinta dan rasa kasih sayang. Dia yang membuatku mengetahui apa sebenarnya hidup dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Aku sangat menyayanginya. Namun sekarang aku melalui satu hal lagi yang tak dapat dicerna kepalaku. Yaitu hal yang bernama, takdir.
“Aku sangat mencintainya, Megumi.”

Aku terkejut. Sangat terkejut. Suaraku tertelan dan aku membisu. Kenapa dia mengatakan hal itu padaku? Aku hanya dapat menatap langit. Tak kuasa aku menahan air mata yang pastinya akan turun dengan derasnya. Dengan segenap perasaan aku menahannya. “Aku benar-benar mencintainya. Mungkin akan terdengar berlebihan. Namun dia sangat berarti bagiku.” Tuhan, tolong aku. Tolong bantulah diriku. Tolong hentikan kata-katanya yang sangat menyakitkan itu. “Kamu mau membantuku?” Tolong jangan teruskan.

Aku memejamkan mataku. Menelan kata-kata yang akan kulontarkan tadi. Dengan seluruh kekuatanku aku menatap matanya. Tanganku mencengkram rokku dengan kuatnya. Dan pada akhirnya aku melontarkan kata-kata yang pahit. Kata-kata yang aku sendiri tak percaya untuk mengatakannya.

“Tentu.”



Mengapa harus perempuan yang kau cintai itu dia?
Kata-kata yang terus berulang dalam benakku. Apa kau tak tau kalau akulah yang selalu berada di sisimu. Yang selalu bersamamu dan menghiburmu? Lalu mengapa kau memilih dirinya? Saat ada seseorang yang begitu mencintaimu dengan seluruh hatinya? Aku melihat diriku di kaca itu. Aku mengenakan gaun putih dan berdandan. Kesedihan dalam hatiku tak tertahankan. Kenapa hal seperti ini harus terjadi? Tapi mau tak mau, aku tetap harus tersenyum. Aku menyalami dia dan tentu saja, perempuan itu.

Aku berjalan selambat mungkin saat memegangi belakang gaun perempuan itu. Dia bagaikan mawar putih yang begitu cantik. Kenapa kau harus begitu sempurna? Sehingga aku tak dapat menemukan satupun kekurangan dalam dirimu? Dan peristiwa itu terjadi. Hal yang paling mengerikan yang pernah kulihat sebelumnya. Dia menyematkan cincin itu kedalam jemari perempuan itu. Aku sudah tak sanggup lagi. Air mataku yang dari dulu ingin aku keluarkan akhirnya berlimpah juga. Semua kekesalan dan kesedihan. Keperihan dan kesesakan.

Airmata itu terus bergulir. Kedua tanganku menutupi wajahku yang tak kuasa menahankan kesedihan itu. Ya Tuhan, kenapa aku harus menyaksikan ini? Kalau saja aku dapat meminta satu hal, aku akan meminta cinta. Aku ingin merasa dicintai. Aku ingin sekali dirinya untuk mencintaiku. Tapi aku tak dapat mengeluarkan sedikitpun suara. Oh kenapa, kenapa? Aku tak dapat mengatakannya, aku sangat mencintainya. Tapi dia tak pernah menoleh ke belakang dan terus berjalan dengan dirinya. Dirinya yang terlihat begitu bahagia di samping perempuan itu. Kenapa? Karena sudah tak sanggup lagi. Aku meninggalkan sebuah surat di buket bunganya, yang terpikir olehku hanya. Apakah ia akan membacanya?





Kalau kau membaca ini kau pasti sudah menjadi orang yang sangat bahagia. Selamat. Hanya itu yang dapat aku ucapkan. Tapi maaf aku tak dapat mendukungmu lagi. Ini sudah mencapai batas akhirku. Aku sudah tak sanggup menopangmu lagi karena sejujurnya. Aku sangat mencintaimu. Aku selalu mencintaimu. Tapi kau tak pernah tau bukan? Sudah lupakan saja diriku, aku memang hanya akan selalu menjadi seorang sahabat. Tidak lebih dari itu bukan? Tapi aku hanya ingin kau tau. Itu saja. Kalau kau menanyakanku apa yang aku inginkan dari surat ini. Aku hanya meminta, agar kamu memaafkanku atas keegoisanku untuk seenaknya mencintaimu.

3 komentar:

  1. Baguuuss..! Sukaaa..!

    Tapi kalimat terakhirnya tuh..
    Apakah mencintai itu adalah bentuk keegoisan? Menurutku sih enggak ya.. :)

    BalasHapus
  2. . . . . luka. . . egois... bingung

    BalasHapus
  3. I WAW... Keren! Kalau itu aku, aku gak bakal bisa._.

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!