Oleh: @reynaldosiahaan
Izzy dan aku membeku tanpa kata di sebuah bangku taman di
pinggiran kota. Cinta yang membara pun tak sanggup melelehkan keadaan kami.
Dengan hanya ditemani desiran angin dan harmoni suara gesekan daun tanaman,
tempat itu serasa ramai sekali. Izzy menatapku sesekali dengan mata yang seakan
berbicara padaku,"apa yang barusan kita lakukan?" Aku hanya bisa
menatap balik dan kemudian tersenyum kaku.
Lima menit yang lalu, aku ingat aku menggenggam tangannya
dan mulai membelai rambutnya helai demi helai. Izzy dengan senyum simpulnya
hanya menatapku ringan. Aku menatap kedua matanya dan meraih pipinya dengan
jemari tangan kananku. Tampak jelas merah rona wajahnya dan kemudian ia menutup
kelopak matanya perlahan. Ziipp..bunyi maya dalam kepalaku dan aku berintuisi
bahwa itu adalah tandaku untuk meraih bibir merahnya.
Aku tahu dia pasti datang ke tempat istimewa itu. Oleh
karena itu, aku datang ke sana meskipun hanya dengan bermodalkan intuisi.
Dengan sebuah sepeda gunung aku memindahkan telapak kakiku ke taman tempat kami
pertama memutuskan mengikrarkan komitmen kami dalam sebuah hubungan. Saat itu,
tuan hari bahkan sudah akan berganti giliran memangku matahari. Aku tahu dia
pasti di sana dan kuatnya rasa cintaku membuat kantukku bahkan tak terasa sama
sekali.
Izzy memintal rambutnya sembari merenungkan kejadian yang
baru saja terjadi sore tadi. Sebuah pertengkaran besar antara aku dan dia. Izzy
tak bisa memejamkan matanya dan mengubur bahan pikirannya sementara saat itu.
Ia begitu kecewa dan terbawa emosi. Tak tahan dengan apa yang membebaninya,
izzy lantas meraih kunci mobilnya dan melangkah menuju garasi. Layaknya orang
yang terhipnotis, izzy tak sadar membawa mobilnya kemana. Kedua tangan dan
kakinya membawanya pada sebuah taman di pingiran kota. Taman sederhana tetapi
memiliki memori yang indah di kepalanya.
"KAMU EGOIS!!" teriak izzy di depan mataku.
"Terserah! Aku tak peduli apa katamu." balasku
dengan amarah.
Izzy dan aku bertengkar. Masalah sederhana adalah
penyebabnya. Ia akan melanjutkan pendidikannya ke luar negri sementara aku
hanya akan tertinggal sendiri tanpanya di sini. Cintaku begitu bersifat logam
untuk dijauhkan dari magnit hatinya. Aku tak setuju dengan keputusannya dan aku
mematahkan rencananya. Izzy merubah raut wajahnya menjadi begitu suram dan
terlontarlah kata-kata itu.
Ketika kami bertemu oleh intuisi masing-masing di taman itu,
kami duduk tenang dan berbicara dengan kepala yang lebih dingin. Ego dan emosi
kami seakan tertinggalkan di rumah masing-masing. Tidak lebih dari 5 menit
percakapan kami berujung pada senyuman dan kehangatan hati masing-masing.
Kugenggam tangannya dan kubelai rambutnya. Cinta kami seakan semakin membara atas
selesainya pertengkaran itu. Eros yang begitu meledak-ledak di hatiku membuatku
ingin menciumnya dengan mesra. Ketika balasan darinya datang, aku spontan
menjawabnya dengan perlahan meraih bibir merahnya itu. Hanya sepersekian detik
sebelum aku menciumnya untuk pertama kalinya, izzy tiba-tiba menarik lehernya
dan membuka matanya. Aku heran dan terdiam untuk beberapa detik.
"Kita sudah janji." katanya.
"...hah..?!?..." jawabku bingung.
"Kita sudah janji bahwa ciuman pertama kita disimpan
hingga kita berdiri mengucap janji pernikahan kita." ujar izzy lagi-lagi
dengan senyuman simpulnya.
Aku tersenyum dan menjawabnya, "Iya...Makasih ya udah
mengingatkan aku"
Jika ditanya apakah aku kecewa, maka aku pasti menjawabnya
kecewa. Namun, ciuman pertama yang kami bayangkan dulu bukan yang seperti ini.
Ada boundary yang kami bangun dalam sebuah komitmen kami tentang ciuman.
Orang-orang boleh berkata lain tentang ciuman tetapi bagiku meskipun hanya
sebuah first kiss, komitmen adalah komitmen. Aku akan memberikan first kiss
yang dia dan aku inginkan. Dengan demikian, First kiss kami bukan hanya
beralaskan eros dan emosi tetapi juga komitmen dan kesetiaan. Cinta kami cinta
yang rasional, bukan sekedar emosional. Makna first kiss yang dalam dan
istimewa, untuk orang yang spesial dan pada waktu yang tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!