Oleh: Gabriella Santoso (@myturtlylife)
Untuk setiap kuncup yang takut mekar, dan semua cinta yang tak terbalas.
Wahai cinta, pernahkah kau melihatku? Aku, kuncup kecil yang tak pernah diperhatikan oleh siapapun.
Di ladang ini banyak kuncup sepertiku, namun entah mengapa semuanya terlihat lebih indah bila dibandingkan dengan diriku. Di kejauhan sana, di tempat yang lebih tinggi, terlihat serumpun mawar. Angkuh, tak tersentuh karena duri-duri tajam, namun menawan semua hati yang melihatnya. Sampai mereka rela tergores, terluka demi mendapatkan kuntum itu. Sampai mereka tak sadar, bahwa dalam perjalanan mereka ke sana, mereka menginjak-injakku. Aku, kuncup kecil yang tak pernah dilihat oleh manusia sang empunya ladang. Ladang, dunia kecil miliknya.
Aku bukan mawar. Dan ada saat-saat di mana aku berpikir, lebih baik jika aku tak usah mekar saja. Aku merasa sakit. Aku remuk. Aku lelah.
Namun, waktu terus berjalan. Aku pun sadar, aku akan mati kalau terus menolak untuk mekar. Aku, si kuncup kecil yang tak diperhatikan oleh siapapun. Tapi, aku tetap ingin tahu apa rasanya mekar. Aku ingin berbunga. Hanya karena aku hidup. Karena aku ada. Dan saat aku mekar, aku akan mekar dengan indah… walaupun mungkin tetap tak akan ada yang memperhatikan.
Wahai cinta, apakah kau pernah melihatku? Aku, bunga kuning kecil yang baru mulai mekar.
Dalam diam kutunggu embun pagi turun dengan lembut dari langit, membasuh hatiku yang sepi. Aku ingin mereguk semua kekuatan yang bisa kudapatkan. Dan aku akan berusaha untuk tumbuh lebih tinggi lagi, lebih tinggi lagi, semakin dekat lagi ke matahari. Aku akan tumbuh seindah yang kubisa, karena mungkin hari ini adalah kesempatan terakhirku untuk mekar.
Aku, bunga kuning kecil yang baru mekar. Pernahkah kau melihatku? Mungkin tidak.
Tapi sesuatu terjadi. Ke duniaku yang kecil dan sepi, datanglah lebah. Datanglah kupu-kupu. Dalam pengembaraan mereka yang panjang dan jauh, tiba-tiba mereka sadar bahwa aku ada di sana. Walau letih dan pedih hatiku, kutawarkan mereka tempat bernaung, tempat bersandar. Saat itu kuingatkan diriku. Kalau aku mau mekar dengan indah, aku harus kuat. Dan untuk diperhatikan, aku harus memperhatikan. Mungkin suatu saat, saat aku sudah cukup mencintai, aku pun akan dicintai. Mungkin, hanya mungkin.
“Bunga kecil,” kata mereka kepadaku, “sungguh baik perjuanganmu ini. Mekarlah dengan indah…”
Dalam sekejap mereka merombak susunan hatiku. Aku merasa, inilah waktuku. Sudah tiba saatnya. Aku akan mekar dengan indah. Dengan anggun aku biarkan diriku menari ditiup angin, berubah, berubah, dan berubah… Sampai kutemukan diriku terbalut dalam gaun putih, seputih bulan terang dalam malam-malam sepiku.
Kini aku adalah bunga bulat berwarna putih. Aku semakin tak terlihat, namun percayalah aku masih ada di ladang, tumbuh lebih indah setiap harinya.
Akan ada saatnya angin berhembus dan semua bagian hatiku, semua harapanku, semua kesedihanku, semua kesepianku, akan ditiup. Dan ceritaku akan terbang mengarungi dunia ini, ke tempat-tempat yang mungkin tak kuketahui sebelumnya.
Lalu akan ada puluhan kuncup baru milikku. Mereka mengerti kesedihan, mereka mengerti harapan. Mereka lebih kuat. Lebih baik. Dan pada saatnya mereka pun akan mekar dengan indah. Lalu mereka akan menyebarkan lebih banyak lagi serpihan diriku. Lalu akan ada ratusan kuncup baru milikku. Ribuan. Jutaan…
Pernahkah kau melihat diriku? Mungkin tidak. Tak apa. Aku sudah merasakan kesepian dan kepedihan yang begitu rupa, sehingga tak ada lagi rasa sakit. Tak ada lagi yang kupertaruhkan. Aku mulai bahagia, hidup dan berkembang menjadi bunga kecil yang terindah, seindah yang aku bisa. Dan aku akan terus menghias ladang manusia, membuatnya bahagia tanpa ia sadar mengapa. Tak apa.
Karena aku pun ada di ladang. Aku hidup. Dan aku hanya ingin diriku tahu kalau aku ini indah. Aku, si kuncup kecil itu, bisa mekar dengan indah. Bukan untuk dilihat dan dikagumi orang, tapi karena aku bisa. Dunia ini pun akan penuh oleh bunga-bunga dari serpihan hatiku…
Mungkin akan ada yang sadar kalau aku ada di sini. Mungkin akan ada yang menganggapku indah, dan menginginkanku untuk dirinya sendiri.
Mungkin akan ada yang mencintaiku selamanya... Atau mungkin aku akan tetap di sini, melewati malam menatap bulan putih, menunggu embun pagi menetes. Aku akan tetap mekar. Apapun yang terjadi.
Wahai cinta, pernahkah kau melihatku? Aku, bunga putih kecil yang hampir tak kasat mata. Membawa harapan dan impian, bunga ini. pun tumbuh di ladang. Dan ia akan mekar dengan indah walaupun ia sadar bahwa mungkin tak akan ada yang peduli.
Apakah kau mengerti keindahan tarian dari serpihan-serpihan bunga dandelion kecil? Perlahan mengendarai angin, diterangi sinar lembayung senja… berusaha untuk hidup. Meski untuk sejenak, kau sedang menikmati pertunjukan terindah di panggung dunia ini.
Akankah datang saatnya, di mana sepasang mata penuh cinta akan tertuju kepadaku? Aku tak tahu. Namun pasti, jika saatnya tiba, aku tak akan lagi berbisik penuh duka dan harap…
Wahai cinta, pernahkah kau melihatku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!