Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Minggu, 08 Mei 2011

Kebahagiaan Yang Aku Impikan

Oleh : @anggranov


                Aku masih termenung menatap buku yang ada didepanku. Aku sudah muak dengan semua ini. Kenapa mereka selalu bertengkar hebat seperti itu hanya karena masalah sepele. Aku ingin sekali berteriak pada mereka dan memberitahu apa yang telah mereka pertengkarkan itu salah. Aku ingin sekali memberitahu mereka bertengkar bukan pemecahan masalah. Setiap hari aku selalu mendengar pertengkaran dan aku hanya diam dan menagis dikamar.
Aku ingin sekali melihat mereka rukun dan membicarakan masalah dengan baik-baik. Aku telah mencoba berbicara pada mama karena mama lebih dekat denganku aku bercerita pada mama aku nggak sanggup melihat mereka bertengkar dan aku minta pada mama untuk berbicara pada papa baik-baik.
                Tetapi sepertinya apa yang telah aku katakan pada mama tidak didengar buktinya sekarang mereka bertengkar lagi. Aku ingin sekali bercerita pada seseorang yang dapat mengerti aku tapi sepertinya tidak ada yang bisa mengerti aku. Dengan nafas yang turun naik dan detak jantungku yang berdegup hebat.  Aku berdiri dari kursi yang aku duduki dan berjalan menuju ruang tengah dimana papa dan mama sedang bertengkar. Keringat dingin sudah mulai bercucuran. Aku takut papa marah karena aku tiba-tiba ada saat pertengkarannya dan papa orangnya sangat keras. Papa menatapku acuh tak  acuh. Mama menatapku khawatir.
                “Ma, Pa Livia lagi belajar tolong jangan berisik” Aku kembali ke kamar aku dan aku menyesal kenapa hanya kata-kata itu yang bisa aku keluarkan padahal banyak sekali yang ingin aku sampaikan. 
Tanpa sadar aku mulai menangis semakin lama semakin kencang tangisanku. Sehingga membuat Mama dan Papa berlari ke kamarku. Mama langsung memelukku dan bertanya apa yang terjadi. Mama membawaku ke ruang tengah dan menenangkanku. Mama memberiku air minum aku meminumnya. Papa duduk tepat disebelahku dan merangkulku.
“Kamu kenapa sayang?” Kata Papa lembut.
Aku mengumpullan keberanianku, aku harus bicara jika tidak ingin seperti ini.
“Ma,Pa kalian tahu apa yang aku rasakan saat mendengar kalian bertengkar?” Aku memulainya sambil sesenggukan. Tetapi mereka hanya diam dan mereka sambil melempar pandangan.
“Ma, Pa jujur hati aku sakit saat Mama dan Papa bertengkar. Aku hanya bisa nangis dikamar dan aku berdoa sama tuhun agar aku bisa tertawa sekali saja bersama kalian” Aku mengelap air mataku yang tiada hentinya menetes. Aku lihat Mama menangis dan Papa hanya meneteskan air mata saja.
“Ma, Pa aku berusaha mendapatkan rangking sati disekolah hanya untuk mendapatkan perhatian kalian. Aku ingin kalian sekali saja melihat aku dan menganggap aku itu ada. Aku suka iri melihat teman-temanku datang bersama orang tuanya saat pembagian rapor tetapi aku. Aku hanya bisa tersenyum pahit melihat teman-temanku. Aku hanya ingin aku Mama dan Papa rukun dan bisa mengerti aku bisa mengerti keadaanku”  Mama dan Papa memelukku.
“Maafin Papa dan Mama sayang selama ini kami sudah tidak memerhatikanmu. Kami hanya  fokus pada uang meskipun uang ini untuk kamu juga tetapi kamu tidak bahagia. Kamu hanya menginginkan perhatian dari kami tidak memberinya dan kami semakin membuat sedih dengan pertengkaran yang terjadi selama ini” Papa tidak meneruskannya lagi.
Aku masih tetap menagis. Papa dan Mama memelukku erat. Perasaanku lega sekali bisa jujur kepada mereka aku nggak kuat harus berpura-pura kuat dan ternyata memang lebih nyaman untuk jujur. Aku bahagia sekarang ternyata Mama dan Papa bisa mengerti aku. Karena sudah hampir larut malam Papa menyuruhku tidur. Mama mengantarku ke kamar.
Keesokan paginya aku mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Aku melihat Mama dan Papa sedang bercanda.
“Liv, kalau kamu kesal atau kamu ingin menyampaikan sesuatu pada kami berdua. Ceritakanlah karena akan menjadi lebih baik dan kami akan bersikap akan lebih baik pula” kata Mama dengan penuh perhatian.
“Iya. Ma, Pa kalian jangan kayak gitu lagi ya” piintaku dengan memasang muka sememelas mungkin.
“Kalau kami seperti itu lagi ingatkan ya” ucap Papa sembari tersenyum penuh arti padaku.
“Tuhan terima kasih kau telah mengabulkan doaku. Aku bahagia sekali bisa tersenyum bersama mereka. Tuhan aku mohon ini bukan akhir tetapi ini awal dari sebuah kebahagiaan” doaku dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!