Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 14 Mei 2011

Kamu

Oleh: @RyanJepank

Bel berbunyi nyaring sekali “kriiiiiiiiiiiing”. Bunyinya buatku menutup kuping. Aku selalu enggan mendengar bel itu, tapi aku selalu ingin bel itu lekas berbunyi bahkan sebelum pelajaran terakhir di sekolah benar-benar terhenti.


Temaran senja mulai membungkus kota. Aku berdiri tepat dibawah naungannya. Kami berempat waktu itu, ada Nissa, Martha, Zaskiah dan aku Nurlela. Kami adalah sekelompok wanita-wanita cantik. Tak percaya? Lihatlah kala kita melangkah keluar kelas, keluar gerbang sekolah semua mata melirik pada kami. Aku tak yakin dengan kata kami. Kenapa?. Diantara kami jelaslah Martha yang paling cantik. Kulitnya bening merona, rambut coklat ikal sebahu, hidung mancung khas orang Eropa, alisnya hitam pekat bak semut-semut hitam tengah baris berbaris. Tercantik kedua menurutku ialah Zaskia. Tak usah aku deskripsikan yang jelas cantiknya serupa Asmiranda. Ah, Zaskia semakin membuatku iri saja. Ketiga ialah Nissa. Ia wanita yang tampil sederhana tapi itu tak mengurungkan niat para pria untuk menggaetnya. Sementara aku berada diurutan aling buncit. Tak apalah memang sahabat-sahabatku cantik-cantik dan aku tak kalah cantik pastinya walau harus menduduki posisi keempat menurut versiku.


Seperti biasa sehabis pulang sekolah kami selalu menunggu jemputan kami yaitu angkutan umum di halte Perintis Kemerdekaan. Seketika halte itu berubah menjadi sekolahan, karena semua anak sekolah berkumpul disitu untuk mencari tumpangan agar mereka bisa pulang. Sementara aku dan ketiga sahabatku masih setia menunggu. “Tak apalah kita menunggu daripada harus rebut-rebutan seperti itu” ucap Martha enteng. Sembari menunggu kami mendapat ide brilian. Sebenarnya aku tak ingin menyebut ini brilian Karena menurutku ini sedikit narsis dan gila. Tapi tak apa pikirku. “Memangnya kita mau main apa dulu?” tanya Nissa pada Martha. “Kita main model-modelan saja, kita ibaratkan halte ini ruang pertunjukan catwalk” jawab Martha diiringi senyum. “OK” jawab Zaskia. Boleh ku bilang ketiga temanku ini memang kadang-kadang ada saja idenya.


Martha sang penggagas tak lupa memilih seseorang untuk menilai kami. Dipilihlah hendro. “Astaga Hendro adalah orang yang aku taksir secara diam-diam” ucapku dalam hati. Hendro mau tak mau menanggapai tawaran Martha. Mungkin tak apa pikirnya dalam hati. Martha sebagai sang penggagas acara yang sedkit gila ini memulai lenggak-lenggoknya. Kaki-kaki mulusnya mulai melangkah perlahan namun pasti. Persis seperti seorang model betulan. Lalu Zaskia mengiringinya dibelakang dengan lenggak-lenggok yang tak kalah ciamik. Kini giliran Nissa mempertunjukan kebolehan leiuk-liukkan pinggulnya di halte perintis kemerdekaan. Semuanya tampil mengagumkan seperti para model sungguhan. Kini giliran aku tiba. Jujur aku tak biasa berjalan seperti itu. Kau tahu kenapa? Karena aku sedikit tomboy dibanding mereka bertiga. Alhasil berjalan aku seperti sediakalanya cenderung seperti pemain sepakbola kalau ku boleh menilai tak ada liukan pinggul-pinggul yang membuat juri kagum, tapi inilah aku dengan ketomboianku dengan kecuekanku.


Kini tiba waktu juri untuk mementukan pilihan. Dari raut wajah Hendro dapat aku tangkap bawa ia pun kebingungan. Padahal ini adalah acara catwalk jalanan cenderung asal-asalan malah. Kini wajah Hendro mulai dibanjiri butir-butir peluh yang mulai becucuran. Nampak sekali ada kebimbangan saat ia harus mementukan pilihan. Martha terus mendesak namapak ia sangat yakin bahwa dirinya yang akan menang, lalu Nissa dan Zaskia pun ikut mendesak agar Hendro cepat menentukan pilihan. Akhirnya Hendro mulai mengangkat tangannya, mencoba mengarahkan kepada sicalon pemenang. Telunjuknya tak henti-henti berkeliling dari Martha, Nissa, Zaskia, dan aku. Seketika telunjuknya berhenti tepat dihadapanku. “OMG kamu yakin dia pemenangnya?” tanya Martha. “Ya” jawab Hendro. “Kenapa aku” aku mencoba bertanya. “Karena kamu….” Hendro Nampak tidak meneruskan ucapannya. “Karena apa?” tanya kami serempak. Lagi Hendro masih menunjukkan jari telunjuknya tepat diwajahku. “Karena kamu….karena aku suka kamu dari dulu”. OMG aku seperti tersambar petir senja itu. Aku ditaksir oleh pria yang bisa aku bilang paling tampan disekolahku. Semenjak itu aku selalu suka dengan kata “KAMU”. “Kamu telah buat aku jatuh cinta saat melihat dirimu, kesederhanaanmu, kecuekanmu” ucap Hendro meyakinkan.


“Aku Kamu” ucapku kegeeran. Lalu aku diantarnya pulang. Sementara sahabat-sahabatku nampak tetap riang karena sahabatnya kini telah memiliki pasangan.


Dibibirmu, ku temui sejuta aksara yang tak mampu aku merangkainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!