Oleh: Nuril Haura Mahmud
Ia memanggilku bunga, enak saja. namaku alex tahu, alexandra tepatnya tapi aku lebih suka dipanggil alex atau ale. Dalam hatiku berontak. Namun aku tak berani berkata apa - apa padanya. jelas saja. mulutku di ikatnya rapat - rapat dengan kain yang bercorak hitam putih, mana bau lagi. belum lagi tanganku diikatnya pula ke belakang, kakiku juga. Ia memperlakukanku bagai wanita yang tak berharga. Di ikat sendirian, di kamar tertutup ini, aku menatap sekeliling tak ada apaun di ruangan ini, kosong tanpa barang. Hei.. aku ingin bebas! Aku ingin bebas! berkali - kali aku berontak kata - kata itu dalam hati, namun yang keluar hanya erangan, suara yang tak jelas dari mulutku yang tertutup kain bercorak hitam putih. Ia bahkan tak mengindahkannya saat ku gusarkan badanku, sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali, hingga keringatku bercucuran, letih. Aku berhenti.Biar kucoba lagi nanti.
Pria itu, sekitar tiga puluh tahunan. Tidak dia masih dua puluh tahunan lebih. Aku tak tahu berapa tetapnya, mungkin sekitar dua puluh enam atau dua puluh tujuh kira - kira. Tubuhnya di tutupi jaket hitam, celana panjangnya juga, memakai kacamata hitam pula. Serba hitam. Eh, tidak juga deh, kulitnya! Ia kulitnya sawo matang seperti orang Indonesia kebanyakan. Ku perhatikan ia dengan seksama. Ia mengambil sesuatu dari sakunya. Sebuah telepon gengam. Pria itu hendak menghubungi seseorang.
"Bos.. anak ini sudah ada sama saya, gimana nih bos selanjutnya?
"telepon orangtuanya sekarang minta tebusan! Laksanakan segera, Bodoh!" Jawab seorang pria yang terdengar lantang dari balik telepon
Hah! dasar penjahat, enak saja aku diuangkan. "kataku dalam hati. Karena mulutku masih tertutup rapat - rapat kain, aku gusar. badanku ku hentakkan ke kiri dan ke kanan. Begitu juga anggota badan, semua ku gerakkan, kaki dan tangan, namun tali itu vegitu kuat mengikat.
Hei.. bunga! Diam kau. Sebentar lagi kau bebas.Tak perlu kau gusar seperti ini. Tinggal aku hubungi orangtua kau! Klik.. uang milyaran akan jatuh ke tangan. Huahaha
Aku menatapnya geram. mataku merah. Aku muak mendengar tertawanya. benar - benar tidak berperikemanusiaan.Kerjaannya kok minta tebusan.
Selamat siang, nyonya! Apa betul disini keluarga Pradhana.
Ibu itu terdengar panik, "I... i.. ia betul.. ada apa ya."
"anak ibu, Bunga Alexandria telah ada bersama kami, Tenang bu dia akan baik - baik saja, tapi dengan syarat berikan uang kepada kami 1 M ke rekening 1235900 ditunggu sekarang juga.Ingat bu.. jangan lapor kepada siapapun terutama polisi. Camkan itu baik - baik bu! " Kata penjahat itu
"1 M, yang benar saja, gimana saya bisa mengumpulkan uang sebanyak itu sekarang juga. Gila anda!
baiklah! kalau begitu ambil saja anak itu.. tadi namanya siapa? Bunga Alexandria. Bung, nama Anak saya Bunga Alexandra.
Pembicaraan itu hening
tak berapa lama kemudian..
"ma.. mama....... aku pulang!
"dengar bung... itu suara anak saya. Yang disana bunga anak siapa?"
sambungan telepon terputus............
Aku menatap pria itu. Diam bak patung. melepaskan telepon genggam yang tadinya berada di telinga kanannya.
Aku mendengarnya mengucap samar, "Jadi yang ku culik bunga anaknya siapa?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!