Oleh: Lidya Christina Yowendro (@Lid_yang)
Lcy-thoughts.blogspot.com
Hidup ini memang suka memberikan kejutan. Aku tidak suka kejutan. Kejutan akan mengacaukan jadwalku, membuat kerjaanku kacau. Kejutan selalu membuatku kehilangan sesuatu.
Dulu, aku suka memanjat. Pohon, lemari, pagar, apa saja. Tetapi sejak aku berumur sebelas tahun, aku tidak memanjat lagi. Apa yang terjadi? Gara-gara sebuah kejutan.
Hari itu hari ulang tahunku. Dengan semangat membara, aku berlari keluar ruangan kelas. Saat aku berdiri di ujung tangga, aku merasakan dorongan dari belakang dan teriakan “Happy Birthday”. Kakiku yang sudah ku ulurkan sejak tadi tidak sempat menginjak tanah di bawahku. Aku langsung terlempar ke lantai satu. Pandangan terakhir yang ditangkap mataku adalah tingginya aku dari lantai, seperti sedang terbang. Aku langsung dilarikan ke rumah sakit. Kakiku patah, tidak ingat lagi berapa lama aku menginap di ruangan yang membosankan itu, ditemani obat dan kursi roda.
Sejak hari itu, jangan kan memanjat, naik tangga saja aku ragu sekali. Saat melihat dari lantai dua ke bawah, kencangnya detak jantungku tidak dapat ku kontrol. Iya, aku takut tinggi. Kata dokter, ini mungkin karena trauma akibat jatuh dari tangga. Aku menyalahkan temanku yang mendorongku itu, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, aku pun lupa dengan nama dan wajahnya.
Hingga beberapa bulan yang lalu.
Aku sedang di perpustakaan untuk mencari data sebagai bahan tugas kuliahku. Yang membuat aku kesal adalah hampir semua buku yang ku perlukan diletakkan di rak yang tertinggi. Aku tidak bisa mengambilnya. Tidak mungkin aku menggunakan tangga yang sudah disediakan, naik satu langkah saja aku tidak berani. Aku menatap buku itu. Kesal. Mengapa aku takut tinggi? Ini semuanya salah anak itu.
“Ada apa, ya?” Sebuah suara mengejutkanku, membuyarkan lamunanku.
Aku toleh ke samping. Sebuah senyuman yang manis menyapaku.
“Ah… Itu… Buku…” Aku tidak dapat menjawab dengan baik. Pemilik senyuman itu salah satu cowok terkenal di kampusku. Setelah mengetahui masalahku, dia membantuku mengambil semua buku yang ku butuhkan. Iya, semuanya.
Saat aku beritahu kalau aku takut tinggi karena trauma saat jatuh sewaktu kecil, dia tercengang. Ternyata dialah yang mendorongku itu. Vicho, anak paling bandel di waktu SD, yang berubah menjadi salah satu mahasiswa paling keren di kampus. Katanya karena mendorong aku itulah, dia dihukum dan mulai berubah.
“Aku trauma juga. Ga berani bandel lagi,” katanya sambil tersenyum.
Sejak itu, dia sering membantuku. Katanya, sebagai kompensasi atas kejahilannya dulu. Ah, biarlah. Apapun alasannya. Ternyata, kejutan memberikan sesuatu padaku juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!