Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 30 Mei 2011

Ternyata Malaikat


Oleh Romario Toshio

Seperti malam-malam sebelumnya, aku selalu memanjatkan doa, menitipkan rindu lewat udara. Yah. Doa memang alat komunikasi yang benar-benar efektif untuk membayar rinduku. Tanpa perlu pulsa, tanpa perlu tulalit, dan tanpa perlu cemas tak ada sinyal. Aku merapihkan sajadahku. Malam ini sepertinya cukup, pikirku.

Esok malamnya, aku tetap berdoa. Berharap Ia menjawab doaku. Sudah lelah aku mengeja namanya dalam doaku. Sudah lelah aku menceritakan keinginanku dalam doa. Sudah tepat 5 tahun aku mendoakannya setiap malam.

Entah mengapa, aku tak pernah bosan mendoakannya. Meskipun aku benci padanya. Meskipun aku sakit dibuatnya. Aku ingat, waktu itu dia bercumbu bersama lelaki lain didalam kamarku. Sakit, perih, sedih, aku tak berdaya. Seperti daun kering yang diterbangkan begitu saja oleh angin. Tapi aku tak bisa mengelak.
Aku mencintainya. SANGAT!

Aku juga ingat, waktu umurku 8 tahun. Bagaimana ia tertawa-tawa dengan teman-teman arisannya. Bagaimana aroma tembakau dan botol-botol minuman memenuhi ruangan itu. Aku membencinya. SANGAT! Tapi aku tak berdaya.
Aku mencintainya. SANGAT!

Entah berapa kali ia mengandeng lelaki lain. Entah berapa putung rokok habis dihisapnya. Entah berapa banyak botol minuman yang dihabiskannya. Entah berapa banyak goresan serpihan kaca ditangannya. Entahlah. Meskipun aku kesal. Yang pasti
aku mencintainya. SANGAT!

Aku merapihkan sajadahku. Berharap doaku kali ini terkabul. Aku beranjak kekasur kamarku. Berharap doaku benar-benar terkabul.

"Nak. . ." suara lembut memanggil namaku.
Aku terbangun dari tidur yang singkat. Membuka mata ditengah ketidaksadaranku.
"Ibu. . . "ujarku heran.
Aku tersentak, kaget, tapi bahagia. Akhirnya Tuhan mengabulkan doaku, pikirku.

Aku beranjak dari rangjangku. Menghampirinya dan memastikan apakah ia benar ibuku. Bahkan aku menamparkan pipiku, seakan membangunkanku dari mimpi.

Ia diselimuti cahaya putih, dengan jubah putih, dan lingkaran putih diatas kepalanya. Bahkan dua buah sayap putih terpasang apik dipundaknya.

"Aku mencintaimu nak. SANGAT! Ujarnya.
"Aku juga bu. . Tapi kita berbeda. Aku dibumi dan kamu tidak." balasku dengan senyum.
"Bu. . . Setiap hari aku berdoa agar kita bisa bertemu dan aku bisa bilang AKU MENCINTAIMU. SANGAT!" Lanjutku.

Tangan kami bersentuhan. Jemarinya terasa sangat dingin. Pandangannya sedih mendalam. Itu dia. Wanita pemilik telapak kaki surgaku. Ternyata dia malaikat, meskipun bekas seorang pelacur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!