Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 16 Maret 2011

Berita Tak Menentu

Oleh: Cininta Pertiwi (@nintacininta)

Apa yang akan anda lakukan jika tersebar berita miring mengenai anda?



Berikut kira-kira jawaban beberapa orang yang sempat saya wawancarai.



Orang pertama menjawab, "Cuek aja tuh. Belum pasti bener ini beritanya."

Oke juga nih, stay cool lah ya pokoknya, adalah yang terlintas dalam pikiran saya setelah mendengar jawaban orang pertama.



Orang kedua menjawab, "Saya akan mengadakan investigasi, interogasi, dan observasi untuk mengetahui kronologi penyebaran berita miring tersebut. Lalu mencari solusi terbaik untuk menghentikannya."

Yang terlintas dalam benak saya setelah orang kedua menjawab adalah, ya ampun, keburu kadaluarsa dah beritanya.



Orang ketiga menjawab, "Mm, gimana ya? Kalo aku sih bakal ga sanggup kali yaaa. Malu gimanaaa gitu. Ya iya sih beritanya mungkin ga bener. Tapi kan tetep aja rasanya sakiiit gitu ya hati ini. Mau membela diri, nanti malah dikira orang beritanya bener lagi. Apa kabur aja kali ya ke luar negeri? Ke mana ya enaknya? Eh tapi kan ga ada uangnya ya. Gimana kalo ke Perancis, kata orang-orang disana romantis lhooo. Tapi kan aku ga bisa bahasa Perancis, nanti disana kebingungan. Kata ibu aku sih ya...bla...bla...bla..."

Astaga, malah curcol, adalah yang muncul di pikiran saya bahkan sebelum orang ketiga berhenti berbicara. Dan ketahuilah, dua puluh menit kemudian, saya masih mendengarkan orang tersebut meracau. Topiknya sudah beralih ke masalah Keluarga Berencana hingga kelangkaan bahan bakar di masa mendatang. Saya pun bingung mengapa saya tidak langsung pergi saja meninggalkan orang tersebut.



Lalu, mengapa saya repot-repot mengadakan survei kecil-kecilan ini? Karena, jujur saja, saat ini saya sedang dilanda pemberitaan yang kurang sedap. Mungkin anda sudah mendengarnya, mungkin belum. Kira-kira seperti inilah berita yang beredar, "Tau ga sih? Katanya lho ya, ini katanya lhooo, ada cewe yang sering *niiit* *niiit* sama si itu lho, yang rambutnya berjambul itu. Iya, he-eh, beneran. Udah gitu ya, katanya, ini katanya lagi lho ya, setiap abis *niiit* *niiit*, si cewe ini minta buat buru-buru *niiit* *niiit*, biar ngerasa lega, tapi si rambut jambul ga mau terus. Si rambut jambul bilangnya masih terlalu jauh, nanti aja, ditahan dulu. Tapi katanya nih, katanya lho, si ceweknya itu bilang kalo udah ga kuat, harus sekarang, kalo nggak nanti *niiit*nya keburu keluar. Eh taunya nih ya, beneran aja *niiit*nya keluar duluan. Mana pas mereka lagi di tempat ramai lagi. Banyak lho katanya yang pingsan setelah *niiit*nya keluar. Shock katanya."



Jika anda sudah mendengar cerita tersebut, atau mungkin dalam waktu dekat ini akan mendengarnya, maka ketahuilah bahwa cerita itu kemungkinan besar memang mengenai saya.



Oleh karena itu, saya sedang bingung bagaimana menanggapi berita tersebut. Apa perlu saya ceritakan saja yang sebenarnya? Apakah itu malah akan membuat posisi saya lebih rentan lagi?



Saya pun memutuskan untuk berkonsultasi dengan ibu saya. Siapa tahu keampuhan kata-kata bijak dari orang tua bisa memberikan pencerahan.



Begitu sampai rumah, saya langsung menghampiri ibu.

"Bu," saya memulai, "aku mau cerita."

Lalu, tiba-tiba saja dengan semangat tinggi ibu saya menanggapi seperti ini,

"Eeeh, bentar dulu, ibu juga punya cerita nih. Tau ga kamu? Katanya ada lhooo anak perempuan yang sering makan ubi bareng si jambul maling ubi itu. Iya, he-eh. Udah gitu, ini katanya lagi lho ya, setiap abis makan ubi, anak perempuan ini minta buat buru-buru ke toilet, biar lega katanya, tapi si jambul ga mau soalnya kejauhan, nanti aja, ditahan dulu. Tapi katanya nih, si anak perempuannya bilang kalo udah ga kuat, harus sekarang, kalo nggak nanti kentutnya keburu keluar. Eh taunya beneran aja ketutnya keluar duluan. Mana pas lagi banyak orang. Banyak katanya yang pingsan setelah kentutnya keluar. Kaget kali ya dengar suaranya. Apa kaget karena baunya bau banget ya? Hiiih, kalo ibu sih kasian sama anak perempuan itu, maluuu hati rasanya. Ga kebayang gimana itu kalo...bla...bla...bla"



Oh. Em. Jih. To. Long. Sa. Ya. Se. Sak. Na. Fas.



Ternyata berita memalukan itu sudah menyebar ke para ibu-ibu komplek. Mendengarnya keluar dari bibir ibu sendiri bahkan terasa lebih memalukan.



Setidaknya, selama orang lain (dan ibu saya) tidak mengetahui kalau berita itu mengenai saya, saya rasa saya akan bertahan. Semoga saja muka saya tidak langsung berpendar merah setiap ada yang menceritakan kisah itu.



Grrrrr.

Sial, memang ini semua gara-gara si jambul!

2 komentar:

  1. ide ceritanya lucu... :D
    bukan pengalaman pribadi, kan?

    BalasHapus
  2. hihihihihi... ubi emang berefek seperti itu yah :)
    clever story-telling hehe. jadi pengen makan ubi madu cilembu. nice job!!

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!