Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 10 Maret 2011

Lima Hari


Oleh @karinaismyname

"Lima hari lagi", ucapnya. Dokter berkata usiaku tersisa lima hari lagi. Aku termenung. Tatapan mataku kosong. Akhirnya tiba juga deadlineku, hanya saja lebih cepat dari yang aku kira. Jujur, aku tidak merasa terlalu terkejut.
Sesaat kemudian aku pulang ke rumah dan melihat suamiku yang sedang menyiapkan makan malam. Aku menghampirinya dan dia mengecup keningku. Ia memasak hidangan favoritku; tumis kangkung, cumi goreng tepung, dan sayur asem. Lalu kami berdua menyantap masakan suamiku, seperti 10 tahun silam--kami selalu makan makan berdua.
Kuputuskan untuk memberitahu suamiku mengenai "deadline lima hari" secara halus. Aku memulainya ketika kami menyaksikan pertandingan sepak bola di televisi di ruang keluarga, duduk berdekatan di sofa setelah makan malam. Aku mengajukan beberapa pertanyaan untuk suamiku dan ia menjawab dengan santai, sambil menyaksikan televisi.
"Bagaimana jika suatu saat kau harus makan malam seorang diri?" Lalu suamiku menjawab, "Tidak akan terjadi. Aku akan mencarimu untuk makan denganku, di manapun engkau berada."
"Bagaimana jika aku tetap tidak bisa melahirkan seorang anak?" Ia pun menjawab, "Kita dapat mengadopsi seorang anak, jika kau mau."
"Bagaimana jika minggu depan aku meninggalkanmu dan tidak akan kembali? Apa yang akan kau lakukan?"
Ini pertanyaan terakhir mengenai deadlineku untuknya.
"Tergantung apa maumu. Jika kau ingin aku untuk mengikhlaskan kepergianmu, maka aku akan melakukannya. Asalkan aku dapat melihatmu pergi meninggalkanku dengan tenang tanpa beban, aku yakin aku akan baik-baik saja."
Jawabannya membuatku yakin bahwa ia memang akan baik-baik saja. Kehidupan manusia terus berjalan, walaupun kita tidak dapat menduga deadline masing-masing.
"Lima hari lagi kan?" kali giliran suamiku yang bertanya padaku. Tatapannya terpaku pada televisi.
Aku terdiam. Pasti ia sudah mengetahui hal ini sebelum aku mengunjungi dokter. Suamiku melanjutkan kata-katanya.
"Mari kita habiskan lima hari menuju deadline ini seperti biasa. Habiskan hari-hari kita bersama, seperti biasa. Aku tidak ingin deadline itu terasa berbeda. Anggap saja kau akan pergi ke suatu tempat dan menungguku dengan sabar di sana. Suatu saat kita akan bersama-sama lagi, hanya saja deadlineku sedikit lebih lama darimu. Tapi jika deadlineku ternyata lebih cepat, berjanjilah kau akan melakukan hal yang sama. Oh, pertandingan 2nd half sudah di mulai. Ayo kita simak."
Air mataku menetes mendengar kata-katanya, namun hatiku terasa ringan. "Aku yakin, Manchester United pasti menang kali ini," ujarku mantap.
"Kita lihat saja," sahut suamiku.
Tiba-tiba deadlineku terasa sangat lama. Bukan lima hari, melainkan 5 tahun lagi. Tidak, 50 tahun lagi. Aku tidak takut, karena selama lima hari ke depan suamiku akan tetap berada di sisiku.
Aku tersenyum dan mulai menyaksikan pertandingan.


***

Karina, Jakarta, 22:20, 9-3-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!