oleh: Lina Lidia(@Lina_Lidia)
Aku tidak terlalu suka bercanda yang kelewatan. Bagimu itu lucu, kamu sangat menyukainya. Aku tidak suka bermain hati, dan kamu bilang itu petualangan. Aku suka membaca novel dan suka menulis, sedangkan kamu suka membaca komik dan bercerita. Aku suka nonton film romantis dan kamu suka menonton film action. Kamu darah biru dan aku rakyat jelata. Kamu orang berada dan aku hanyalah gadis miskin. Kamu tinggal di kota nan megah dan ramai sedangkan aku tinggal di kampung, sebuah desa yang dekat dengan gunung, masih sunyi dan sepi.
Itulah kita, banyak hal yang berbeda. Tak hanya itu, cenderung berlawanan. Tidak hanya mereka, aku sendiri pun heran kenapa aku begitu sabar menghadapimu. Kenapa aku masih saja berada di sampingmu setelah berulang kali kamu menyakitiku? Kenapa aku masih tak bisa membencimu meskipun terang-terangan kamu berselingkuh, mendua hati dan membagi cintamu dengannya? Kenapa aku masih tetap memilihmu menjadi suamiku meskipun aku tahu kita sama sekali berbeda?
Aku tak pernah mengerti kenapa sampai saat ini cintaku untukmu tetap sama, tanpa kurang sedikitpun sekalipun begitu banyak luka yang tergores. Berbeda, kadang menyakitkan tapi kadang juga membahagiakan. Bersamamu aku belajar banyak tertawa, menikmati hidup katamu, dengan segala candamu. Tapi tak jarang aku bermuram durja, memendam segunung cemburu saat kamu dengan ringannya menyapa mesra teman-teman wanitamu, di dunia maya ataupun di dunia nyata. Tak jarang pula aku menangis tersedu, saat nyata-nyata kamu mengkhianati cinta dan kepercayaanku. Tapi inilah aku, orang yang terlalu naïf di dunia ini. Semua orang merasa kasihan dan prihatin padaku, sekali lagi aku masih bertahan di sampingmu. Mungkin banyak airmata bersamamu, tapi tak sedikit tawa dan bahagia menghiasi hari-hari dalam hidupku.
Berbeda itu bagai dua mata pisau. Bisa menjadi baik ketika kamu bisa mengendalikannya dan bisa menyakitimu ketika kamu salah menggunakannya. Seperti kita, berbeda dan sungguh-sungguh menikmati dua mata pisau berbeda itu. Ada tawa dan juga airmata. Seperti saat ini, kita baru saja bercanda sambil berebut apel, tertawa sangat riang. Kini aku di sini, terbaring
lemah, tertusuk pisau di tanganmu. Sekali lagi aku tahu, kamu tak sengaja meski pada akhirnya polisi membawamu dariku.
Berbeda itu membuat hidupku berwarna, tak hanya merah jambu penuh cinta, hitam kelam terus berduka, kelabu mendung saat kesedihan menyapa tapi juga merah darah karena canda. Cintamu pun begitu berbeda. Begitu besar cintamu padaku, sebesar itu pula cemburumu padaku. Dan membunuhku adalah pilihan terbaikmu daripada aku meninggalkanmu dan menjadi milik yang lain. Sekali lagi, kita berbeda sayang. Tapi aku tetap mencintaimu. Sekalipun segala luka itu telah memenuhi hati dan hidupku, aku masih bisa tersenyum menyambutmu, menerima kecupanmu dan membalas kata cintamu.
Di sini, di pembaringan ini aku menunggu. Akankah kamu kembali padaku dengan selaksa cintamu? Ataukah kamu akan sungguh-sungguh membunuhku seperti katamu?
Di sini, aku menunggumu, sayang. Sesakit apapun keputusanmu aku akan tetap menunggu. Jika pun kamu sungguh membunuhku mungkin itu akan lebih indah, mati di tangan cintaku, kamu. Inilah cinta milik kita. Cinta kita sungguh berbeda, sayang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!