Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 28 Maret 2011

Tak Dikenal

Oleh: Abi Ardianda (@abi_ardianda)

Leherku sakit.

"Kau baik-baik saja?" Tanya perempuan bermata empat itu sambil menarik kursi tepat di hadapanku.

Aku mengangguk. Berdeham.

"Jadi... ceritakan. Siapa gadis itu?" Ia menanyaiku dan mulai menulis. Meski di antara kami terdapat meja, ia tetap menggunakan papan dadanya. Entah mengapa.

"Aku... aku sedang dalam pencarian untuk mengenalnya."

"Kapan terakhir kau bertemu dengannya?"

"Semalam. Dia datang menemuiku tengah malam."

"Lalu, apa yang dilakukannya?"

"Ia mengajakku pergi, tapi aku tak mau."

"Kemana?"

Aku berdeham lagi. Tenggorokanku gatal sekali.

"Ke sebuah tempat, hanya itu yang dikatakannya."

"Kenapa kau tak mau?"

"Aku memang tidak pernah kemana-mana. Selama bekerja, ayah dan ibu menyuruhku diam di rumah. Mereka melarangku bicara dengan orang asing."

"Lantas apa saja yang kalian lakukan semalam?"

Aku beralih menatap jendela. "Kau tahu, tidak banyak hal yang bisa kita lakukan malam-malam. Kukira dia juga bergegas menemuiku gara-gara terbangun dan tak bisa tidur lagi. Dia menyusup ke kamarku hanya dengan mengenakan daster bergambar beruang. Rambutnya acak-acakan."

"Dari mana dia masuk?"

"Entahlah, saat aku bangun dia sudah ada di sana. Dan ketika aku menolak tawarannya, dia malah membentakku."

"Lalu?"

"Aku menyuruhnya berhenti berteriak. Uhuk, uhuk."

"Tenanglah dulu."

Perempuan dengan seragam putih itu memberiku segelas air putih.

"Aku khawatir ayah dan ibu terbangun karena mendengar teriakannya. Saat itulah ia berjanji akan berhenti berteriak, tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

"Aku harus memenuhi semua perintahnya."

"Kau menurut?"

"Tentu saja. Ia menodongkan pisau ke arahku."

"Kau tidak melawan? Kau bisa memukul, atau menjambaknya."

"Tidak, itu terlalu sulit."

"Mengapa?"

"Gadis itu berada di dalam cermin."

Dari balik pintu, kudengar dialog berisi kecemasan ayah dan ibu.

"Oia, sebelum aku tak sadarkan diri, kulihat ia mengaitkan tali di atap kamarku. Kalau tidak salah, itulah perintah terakhirnya untukku."

2 komentar:

  1. cerita yg unik, tapi aku tidak mengakap tema BOSAN dalam cerita ini.

    sepertinya lebih cocok tema GILA yg lalu..

    isi dari cerita ini sangat2 bagus. aku suka :D

    BalasHapus
  2. Terima kasih apresiasinya. Bisa disimak dari cuplikan paragraf ini ;

    "Aku memang tidak pernah kemana-mana. Selama bekerja, ayah dan ibu menyuruhku diam di rumah..."

    Mungkin dari sana kamu bisa menyimpulkan sesuatu. Senang bisa berbagi dan selamat ya tulisanmu jadi BOTN, memang layak, kok :)

    Salam,
    Abi Ardianda

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!