Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 28 Maret 2011

24 Jam

Oleh: Riezky Oktorawaty (@riezkylibra80)
http://riezkyoktorawaty.wordpress.com

Seisi kamar ini protes, aku melihat tingkah mereka dari plafon kamar, tubuhku sendiri pun memanas. Buku-buku mengepakkan lembaran halamannya, televisi berganti-ganti tayangan, handphone berteriak kesakitan, dvd bajakan melekat di piringan player, baju-baju muak dengan lemari tempat tinggalnya, charger handphone meleleh karena kepanasan, dan sprei ranjang mengoyak tubuhnya hingga kusut.
Aku melihat buku-buku disiksa, halaman demi halaman terbuka tanpa ada kesempatan kepada mata untuk membaca. Jangankan membaca, matapun tak sempat mengintip judul buku nya. Bahkan tangan mungil itu pun tega melempar mereka.
Aku melihat gambar-gambar bergerak di televisi. Gambar orang, makanan, kendaraan, rumah, dan gambar-gambar yang tak mampu aku deskripsikan. Sampai-sampai matapun juling, tak tahu mana yang bisa membuat mata senang.
Aku mendengar teriakan handphone, jari-jari mungil itu bermain kasar di tubuh intinya, keypad. Ya, teriakan itu berasal dari keypad handphone. Tak tahu apa yang tertulis di layar handphone itu, yang pasti teriakan keypad dan deringan suara handphone memekakkan pendengaranku.
Aku melihat dvd bajakan itu melekat erat di player nya. Bersama televisi, mereka bekerjasama. Namun mata itu, tak jua menggubris nya. Percuma bila dvd dan televisi itu bekerja profesional, bila mata itu pun tak meliriknya. Bahkan, mata itu mencari-cari lagi buku yang terlempar 15 menit lalu.
Aku melihat baju-baju rapi yang telah di setrika, mangkrak di lantai, bukan di tempat tinggal mereka, lemari. Aroma pewangi sedikit menghiburku, di tengah kejengahanku melihat aksi protes seisi kamar ini.
Aku melihat tubuh hitam berekor panjang itu meleleh di colokan listrik, ya, charger handphone. Sepertinya tangan mungil itu melupakannya. Andai aku bisa menolong, aku pun ingin mencabutnya dari colokan listrik.
Aku melihat wajah itu mengeriput, bahkan basah. Wajahnya tak lagi cantik, padahal perona pink nya sangat cantik dan mewarnai kamar ini. Ya, dia adalah sprei ranjang kamar ini. Corak puluhan hati di sprei ranjang itu, kini tak berwujud lagi. Kusut, basah. Tubuh mungil itu yang merusak wajah cantik sprei ranjang kamar ini.
Aku muak, tak hanya teman-temanku saja yang menderita. Selama 24 jam aku bekerja, tubuhku pastilah memanas, bila ada termometer untuk tubuhku, mungkin panasnya matahari pun kalah.
Aku melihat tubuh mungil itu, 24 jam di atas ranjang. Tidak seperti biasanya tubuh mungil itu bertahan di kamar, 24 jam pula. Ia menyiksa buku-buku, televisi, handphone, dvd bajakan, baju-baju, charger handphone, dan sprei ranjang.
Aku pun tersadar, buku berwarna merah itu terbuka, buku diary milik si tubuh mungil, tulisan si tangan mungil. Ternyata, si tubuh mungil sedang patah hati. Ia baru saja di tolak pujaan hatinya. Ia yang biasanya setiap libur pasti menghabiskan waktu di luar bersama teman ataupun keluarga, tapi tidak dengan hari ini.
Aku tahu, semua siksaan dari tubuh mungil ini kepada teman-temanku dan aku, adalah bentuk pelampiasan dari kebosanan nya. Ia yang sedang patah hati, tak tahu mau ngapain dan kemana. Hingga kamar adalah tempat yang paling tepat membunuh kegalauannya.
Aku pun berbisik pada teman-temanku agar mereka rela menjadi media siksaan tubuh mungil itu. Toh, selama ini, tubuh mungil itu selalu baik pada kita. Bila ia sedang tidak ingin membaca buku, ia pun menyimpan buku-buku di rak buku. Bila ia sedang ingin menonton televisi dan dvd, handphone di tangan mungil itu pun tidur pulas di sampingnya. Begitupula bila, handphone sudah terisi staminanya, ia tak mungkin lupa mencabut charger handphone dari colokan listrik. Ia pun langsung menata rapi baju-baju yang sudah tersetrika itu ke dalam lemari. Ia pun tak sampai merusak wajah sprei ranjang itu, ia selalu menata kembali sprei itu hingga kembali rapi bila ia meninggalkan kamar.
Hanya hari ini teman-temanku, hanya 24 jam saja. Aku bisa meyakinkan pada kalian bahwa esok hari, tubuh mungil itu pasti menyayangi kita lagi. Kenapa aku bisa berbicara seperti ini? Ya, karena aku baru saja membaca pesan dari sahabat terdekat tubuh mungil itu, bahwa pujaan hatinya, bukanlah pria terbaik. Kita biarkan saja ya teman-temanku. Percayalah padaku.
Ya, aku adalah lampu bohlam di atas plafon kamar, yang bekerja profesional selama 24 jam, demi tubuh mungil itu. Tubuh pemilik kamar ini, Tuanku.

2 komentar:

  1. yang bosan ternyata bukan si pencerita ya, nambah ilmu nih :)

    BalasHapus
  2. Hehehe makasih yah... Smaa2 belajar

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!