Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 21 Maret 2011

Cintaku Gila

oleh: Nicky Maulani (@nonanicii)



Hujan adalah butir-butir kerinduanku pada ayah, ibu, kakak, adik, ketiga anakku, dan
kepada kamu..

“Hujan lagi..” ucap batinku. Aku berbaring sambil memandang ke arah jendela.
“Tik… tikk tik.. bunyiii..ujann!hehehe…tikk tiik… asiik asiiik”
Aku memandangi kawan-kawanku yang sedang bernyanyi sambil bermain hujan. Segerombol laki-laki dan perempuan yang saling berpegangan tangan. Mereka terlihat senang tanpa beban. Mereka menari-nari di tengah tanah lapang, mereka menggoyangkan pinggangnya ke kiri dan kanan seolah ada musik yang mengiringi mereka. Mereka sangat menikmati hujan.
“Dasar gilaa…” ucapku sambil tersenyum miris. Aku pun membalikkan badan, melihat tembok yang kotor penuh coretan. Entahlah sampai berapa lama aku berada di sini.





Hari ini sama seperti kemarin, tidak ada yang berbeda.
Para petugas dan suster sudah mulai melaksanakan tugasnya masing-masing. Para warga binaan sosial pun telah bangun dan bersiap untuk sarapan pagi. Aku pun terbangun, namun rasanya raga ini tidak ingin beranjak dari tempat tidur, Badanku lunglai.
“Pak Wisnu…. Bangun yuk. Kita makan” ucap Somat sambil menggoyangkan badanku.
“Gue kaga mau makan.. lo duluan aje” jawabku agak ketus.
Lalu Somat meninggalkanku dan bergegas ke ruang makan untuk mengambil jatah sarapan.
Somat, dia adalah sahabat saya disini. Usianya 27 tahun, berada jauh di bawah usia saya yang telah menginjak kepala lima.
Somat adalah laki-laki yang baik dan suka menolong saya di sini, namun ia agak kurang waras. Terkadang ia suka bicara sendiri bahkan terkadang ia suka mengamuk. Namun saya dapat memakluminya karena ibu Somat juga mengidap penyakit yang sama dengan dia. Ibunya tinggal di sini bersama kami.

Saya memandang keluar melalu kaca jendela… Oh ternyata hujan lagi. Hampir setiap hari hujan. Saya tidak heran karena di sini hujan sering kali datang, sehingga tidak heran jika kota ini dijuluki kota hujan.

Dingin sekali… dingin ini seolah masuk hingga ke tulang. Nyeri.
Badanku yang kurus meringkuk di atas kasur sambil menarik sehelai selimut tipis.

Aku kedinginan…. Sedingin jiwa ini. Hampa.

Ayah…. Ibu…
Aku rindu.. .. jenguklah aku di sini.
Ibu…. Berikanlah kehangatanmu padaku.
Bawalah anak-anakku kemari.. Aku rindu pada mereka. Biarkan mereka peluk tubuh ayahnya yang telah renta.
Ayah, Ibu… apakah kalian tidak rindu padaku?
Sungguh… aku rindu pada kalian. Sederas air hujan yang jatuh menyirami bumi ini. Datanglah…. Dan bawalah aku pulang….


Perlahan aku buka mataku… Ada seseorang yang memanggilku.
“Pak Wisnu… ayo makan lalu minum obat ya!” ucap seorang laki-laki berseragam biru.
“Iya, pak!” aku pun menuju ruang makan, mengambil jatah makan siangku. Rasanya aku tidak bernapsu untuk makan. Makanan di sini terasa hambar, tanpa rasa atau mungkin tanpa kamu. Sambil melamun, aku mencoba memasukkan makanan ini perlahan ke dalam mulutku.
Tak habis.. selalu begitu setiap hari.

Tubuhku menipis digerogoti kerinduan yang mendalam.

Entah berapa butir obat yang telah masuk ke dalam tubuh ini.. Ada yang berwarna putih, merah, kuning… Aku minum setiap hari hingga hari ini.

Kata dokter aku memang sakit..
Ia mengatakan jika aku skizoprenia.. entah penyakit apa itu? Aku tidak mengerti. Namun dokter menyebutku begitu. Apa jangan-jangan dokter membohongiku? Apakah skizoprenia adalah nama hewan purba? Ahhh…. Dokter sialan.

Sejujurnya, aku merasa baik-baik saja. Aku merasa badanku sehat walau terkadang aku merasa lemas.
Namun ada satu hal yang menggangguku selama ini.
Aku merasa ada orang jahat yang selalu membututiku.
Aku merasa ada suara yang berbisik jika ia akan membunuhku.
Terkadang aku mengamuk karena suara itu terus menggangguku. Aku takut jika aka nada orang yang benar-benar mau menyakitiku.



Namun mengapa kalian tidak mengerti, ayah? Ibu?
Aku ingin kalian disini.
Aku ingin kalian menjagaku, namun apa yang kalian lakukan?
Kalian malah memasukkan aku ke dalam tempat ini?
Tempat orang-orang tidak waras.
Tempat orang gila yang biasa aku lihat di jalanan.
Mengapa???

Tak pernah aku bayangkan jika masa tuaku ada di sini.
Sendiri. Tanpa ayah, ibu,anak-anak, dan tanpamu.
Semuanya menjadi aneh. Orang-orang menatapku dengan tatapan yang tidak wajar. Orang-orang takut kepadaku. Anak kecil tertawa saat melihatku. Entahlah. Peristiwa ini sering terjadi. Tidak hanya saat ini. Sudah beberapa tahun lamanya. Sejak dulu, lebih tepatnya sejak kamu meninggalkan aku dan berselingkuh dengan laki-laki lain…..

“Praaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang…… “ aku lepas kendali, aku membanting piring hingga jatuh ke lantai.
Beberapa petugas dan suster datang dan memegang tanganku.
Aku hilang kendali saat aku mengingatmu seperti air hujan yang jatuh sesuka hatinya ke muka bumi.


Hujan adalah rintihan kesedihan yang selama ini aku rasakan
Hujan adalah tangisan kepiluan batin ini
Hujan adalah tetesan airmata yang selama ini keluar dari mataku ini
Hujan..
Berikanlah kesejukkan dalam hatiku
Obatilah lukaku…
Bawalah segala sakit hatiku…
Sembuhkanlah jiwaku…
Hujan, kamu dapat berhenti kapan saja, namun mengapa tangisan kesedihan batin ini tidak pernah berhenti… Selamanya??
Cintaku gila….

1 komentar:

  1. Ini adalah kisah nyata dari salah satu pasien skizoprenia yg saya temui saat saya praktek di Panti Sosial khusus menampung dan merawat pasien skizoprenia namun nama nya saya samarkan :)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!