Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 24 Maret 2011

Kebahagiaan dalam Senyuman

Oleh @mazmocool

Sepasang penari berbinar di sebuah ruang penuh warna. Gerakan keduanya tawarkan keindahan bagi bulatan-bulatan visual yang memandangnya. Sudah beberapa periode tarian itu masih sama. Gerakannya tak beda seperti saat pertama mereka melantai. Tak ada kebosanan di wajah mereka berdua. Alunan musik sendu samar terdengar menembus sanggurdi telinga. Sementara cahaya optik di mata mereka pancarkan rasa penuh cinta.

Cinta yang takkan pernah lekang oleh amarah dunia. Takkan terpisahkan sampai kehidupan membawa mereka ke akhir riwayat yang terbuang. Terbuang dari kumpulan pernik-pernik penghias kehidupan.

Kaca ruangan itu mengembun tipis, saat sepasang bulatan visual polos terpantul. Nanar dalam rasa penasaran tergoda akan keindahan tarian. Tarian itu terus menggoda matanya dalam sebuah keinginan. Keinginan untuk bisa bersama-sama menyatukan birama dalam setiap keindahan geraknya. Saraf motoriknya spontan menggerakkan tangannya mengikuti alunan musik sendu yang terdengar menghentak sampai ke liang terdalam.

"Dino, ayo kita pulang," kata seorang ibu menarik lembut tangan anak laki-laki.

Dino, anak kecil usia lima tahun itu belum juga bergeming dari tempatnya berdiri. Matanya masih tersimpan di balik tarian. Hatinya telah larut dalam tarian itu. Dari dalam ruangan, kedua penari tersenyum dalam mata Dino. Senyum yang membuat Dino terpikat.

"Sebentar lagi bu. Aku masih ingin melihat tarian indah mereka," kata Dino merengek.

"Dino, nggak baik kamu terlalu menikmati tarian itu. Nanti saja, mama anterin kamu ke lapangan biar kamu bisa ikut main sepak bola, itu lebih baik bagi kamu," kata ibu itu lagi dengan tarikan tangan yang sedikit memaksa.

Raut kecewa tergurat dari wajah Dino. Dino hanya ingin menari bersama mereka dan bukan main bola. Keinginan tercerabut oleh satu hentakan, membuat Dino terpaksa berlalu dari tempat itu.

***

"Kenapa anak laki-laki tadi tidak dibolehkan ikut menari bersama kita?" tanya penari laki-laki yang bernama Adam itu pada Barbie pasangan menarinya.

Alunan musik sendu mengiring setiap gerakan maskulin Adam yang berpadu indah dengan feminisme seorang Barbie. Menghanyutkan Barbie pada tepi padang pengharapan. Pengharapan ada seseorang yang ikut larut dalam tarian mereka.

"Aku juga tidak mengerti Adam," jawab Barbie yang melingkarkan kedua tangannya di pundak Adam.

"Sudah sekali kita menari hanya berdua, bahkan setiap hari kita hanya berdua," kata Adam memeluk erat pinggang Barbie.

Musik masih mengalun sendu, keduanya terdiam dalam ketidakpastian. Ketidakpastian akan nasib mereka esok hari.

 "Ya Adam, aku ingin sekali ada bocah kecil yang menemani kita menari setiap hari, tapi apa daya, sepertinya kita memang ditakdirkan hanya berdua sepanjang masa," jawab Barbie sambil berusaha menikmati setiap nada yang keluar dari alunan musik itu.

"Aku juga Barbie, aku tak peduli bocah perempuan atau laki-laki yang akan menemani kita menari, aku hanya ingin segera keluar dari sini untuk sebuah petualangan baru," kata Adam berusaha memendam keinginan itu.

Mereka berdua terus menari dalam gerakan yang penuh arti. Meskipun sampai sekarang belum ada satu orangpun yang mengerti akan arti tarian itu.

***

Matahari seperti enggan membakar bumi dengan radiasi tingkat tinggi. Melembabkan bumi dalam tingkat yang tinggi. Padahal siang hari masih belum juga undur diri. Semua titik bumi terasa pengap, tak terkecuali ruangan kecil itu.

"Nggak biasanya hari ini terasa pengap ya Barbie," kata Adam dalam kepengapan ruangan itu. Tertidur miring diantara tumpukan membuatnya sangat tersiksa. Terlihat kontras dengan jas hitam dan kilap sepatunya yang sudah mulai usang.

"Iya Adam, padahal aku masih ingin menari lagi. Setidaknya hari ini," kata Barbie yang menggelayut manja pada leher Adam. Baju merah mudanya tampak sudah lepas rendanya. Payet-payet keemasan beberapa sudah rontok dimakan usia. Sepatu merahnya nampak juga sudah nampak tal merah lagi.

"Iya sayang, aku juga, apalagi mengingat mata polos anak laki-laki yang kemarin itu, rasanya aku ingin sekali bisa menari setiap hari bersamanya, di pelupuk matanya," kata Adam yang tak pernah mau melepaskan pelukannya di tubuh Barbie.

Keinginan demi keinginan terangkai bersama hari dalam setiap gerakan tarinya seiring simponi yang berdendang penuh rayu. Keinginan yang entah kapan dapat terwujud.

***

Brakkk!

Tubuh keduanya terjerambab dalam gelap. Alunan musikpun seketika tak lagi membuat gejolak. Kegelapan semakin terasa saat beberapa tubuh usang menimpa tubuh mereka. Ada yang tangannya patah, bahkan ada juga yang matanya tinggal satu. Semuanya menumpuk menjadi satu, menunggu giliran untuk dibawa ke suasana yang baru.

Adam dan Barbie tak bisa berkelit, mereka tahu bahwa hari ini adalah jawaban dari keinginan mereka. Dalam gelap keduanya semakin erat berpelukan. Tak ada lagi tarian yang ada hanya kegelapan. Dalam gelap mereka terus berharap. Tak ada lagi rongga udara sehingga membuat mereka dan yang lainnya seakan tercekat.

***

Mobil pengangkut berhenti di sebuah panti asuhan. Sebuah kardus besar dikeluarkan. Anak-anakpun antusias menyambut kedatangannya. Begitu kardus dibuka, mereka sibuk memilih mainan kesukaan mereka. Mereka tampak bahagia, meskipun beberapa mainan itu diantaranya sudah usang. Tak lama kardus itupun sudah mulai lega dan hanya menyisakan sebuah mainan yang sudah usang.
Sementara anak-anak yang lain sibuk dengan mainan barunya, seorang bocah lelaki kecil kurus berlari menuju kardus itu. Bocah itu adalah Dino. Dino segera mengambil mainan itu. Mata bulatnya sibuk menjelajahi setiap detilnya. Dirabanya tonjolan yang ada dan mengalunlah musik yang sudah pernah didengarnya. Pelan tapi pasti kedua boneka yang ada diatasnya mulai bergerak mengikuti irama. Dino tersenyum puas karena keinginannya telah terpenuhi. Tak beda dengan Adam dan Barbie yang terus bergerak berputar menari penuh kebahagiaan dalam senyuman.

2 komentar:

  1. halo @mazmocool... jadi Dino di awal cerita yang sedang bersama Mamanya itu sama ngga dengan Dino di akhir cerita yang penghuni panti asuhan? kalo sama, apa yang terjadi dengan Mamanya Dino?

    BalasHapus
  2. Sama..upz..bukan mama tapi ibu asuh maksudnya..kelupaan editingnya..hehe..tengkiyu revisinya..masukan dari sisi yg lain dong mbak..:)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!