Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 02 Maret 2011

Tidak Bisa Hilang


Oleh @geeshaa

Sudah sekitar setengah jam aku berdiri di depan batu nisannya. Dia yang telah meninggalkanku setahun yang lalu. Mataku terpejam, gigiku rasanya sebentar lagi rontok semua, tanganku kebas. Inilah yang selalu kurasakan di saat-saat seperti ini. Kerinduan yang membuncah.
Tuhan, aku sangat merindukannya.
“Sudah berapa lama kau berdiri di situ?” Tanya seorang perempuan, dengan siluet yang sempurna, mengenakan long-coat­ merah tua.
“Kyla?” jantungku berdegup keras—Tuhan mengabulkan permintaanku secepat itu?
Perempuan itu mendekatiku, “Bukan, aku Chelsea.”
Ah, iya, kini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Wajah yang bergaris halus di tepi rahangnya, dengan hidung yang mancung, dan bibir yang merah. Wajah sempurna itu, nyarissama seperti yang dimilikinya. “Kenapa kau ada di sini?”
Chelsea mengangkat bahunya, “Entahlah, aku tadi lewat di depan pemakaman, dan tanpa sengaja melihatmu di sini. Jadi yeah—aku ke sini.” Jawabnya dengan pandangan mengawang-ngawang, sepertinya ia memikirkan sesuatu. Sepersekian detik, aku teringat dengan pandangan itu. Pandangan yang selalu ia pamerkan setiap kali merasa bingung. “Thom, kau sepertinya benar-benar belum bisa melupakannya ya?”
Aku mengangguk pelan, aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari wajahnya. “Maaf, Chelsea. Maaf.”
Chelsea terlihat agak gusar saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulutku. Aku tahu ia sudah bosan dengan kata maafku. “Aku bisa mengerti.” Gadis itu terlihat meredam kesedihan di wajahnya. Hidungnya memerah. “Tidak apa-apa.  Semuanya butuh waktu.”
Aku memeluk gadis itu dengan lembut dan erat. Ia menyambutnya dengan senyuman tersungging di wajahnya. Lalu pelan-pelan aku berbisik di telinganya, “Bolehkah aku memanggilmu dengan…” aku melepaskan pelukanku, dan menggenggam tangannya. “..namanya?”
Wajah indah itu menghentikan senyumannya. Ia menciumku dengan lembut, lalu tanpa mengatakan apapun, ia berjalan meninggalkanku—keluar dari pekarangan makam.
Seketika aku tersadar—astaga, apa yang telah kukatakan?
Aku telah menghancurkan semuanya.
Maafkan aku, Chelsea, aku masih tidak bisa menghilangkan wajahnya dari ingatanku, padahal kau begitu mencintaiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!