Oleh Petronela Putri - @PetronellaLau
“Lo cinta kan sama Fira?”
“Sam, aku cuma cewek cacat..”
Dua kalimat itu berputar – putar di kepala Sammy, ia meraih asbak di atas meja dan melemparkannya ke sembarang arah.
PRAANGG! Asbak tadi beradu dengan cermin besar di ruang tamu dan menimbulkan bunyi kaca pecah berantakan.
Sammy tidak lagi peduli, ia lalu meraih jaketnya dan akan bersiap pergi meninggalkan rumah, tapi langkah seorang perempuan mengagetkannya, perempuan yang rasanya tidak ingin ia temui untuk beberapa hari ini.
“Kamu kenapa?” Perempuan itu bertanya lirih, “Kok kusut gitu?” Suara itu menyapa Sammy tepat di depan pintu rumahnya.
“Nggak apa – apa. Lagi suntuk.” Sammy menjawab singkat lalu melewati perempuan berkerudung itu. Setengah wajahnya tertutup.
“Apa karena aku?” Fira meraba sisi wajah kirinya yang masih cacat, sisa kenangan kebakaran setahun lalu. Kebakaran yang mengubah hidupnya, yang ternyata untuk selamanya.
“Nggak. Kamu nggak usah nanya – nanya. Aku pengen sendiri dulu, Fir.” Sammy menegaskan kalimatnya. Ia lalu berlalu dan masuk ke dalam mobil. Jazz hitam itu lalu melaju keluar gerbang tanpa basa – basi.
***
Sammy terus melangkah dalam diam, tempat itu sepi.. hanya sebuah taman biasa.. Tapi anehnya tidak ada orang di sana. Tidak ada seorang pun!
“Gue di mana nih..” Sammy bergumam pada dirinya sendiri, matanya meneliti ke sekeliling taman.
“Sam..” Sammy berbalik, ia mendapati Marcel berdiri di belakangnya.
“Cel?” Sammy meyakinkan pandangannya, ia tidak salah.. Itu sosok Marcel. Marcel mengenakan atasan dan bawahan berwarna putih. Ia lalu duduk di salah satu kursi taman.
“Lo cinta kan sama Fira?” Marcel membuka pembicaraan.
Sammy menunduk, perlahan ia melangkah lalu duduk di samping Marcel, “Gue nggak tau, Cel..”
Marcel menoleh, menatap Sammy, “Dulu lo pernah janji, lo nggak akan bikin dia nangis. Gue harap lo bukan pecundang yang bisa lupa sama janji sendiri.”
Sammy menghela nafas, “Tapi keadaan dia sekarang, Cel. Dia itu..”
Sebuah tinju melayang, Sammy terhuyung jatuh ke tanah, Marcel menarik kerah baju sahabatnya dan menatap Sammy dengan penuh amarah, “Maksud lo dia cacat!!?”
Sammy hanya diam, membiarkan Marcel terus memukulinya, tanpa membalas sedikit pun.
Marcel kembali melayangkan tinjunya, tepat di ulu hati Sammy, “Harusnya dulu gue nggak percaya sama lo! Harusnya dulu gue jemput aja dia sekalian! HARUSNYA GUE TAU, CINTA LO DAN CINTA GUE KE FIRA ITU BEDA!! LO CUMA CINTA KARENA DIA CANTIK!!” Marcel berteriak.
Sammy hampir saja menangis, sebuah kejatuhan harga diri bagi kaum adam. Tapi itu memang hal tersedih yang pernah di dengarnya. Semua ucapan Marcel itu benar. Ia dulu pernah berjanji akan menjaga Fira baik – baik, ia pernah berjanji tidak akan membuat Fira menangis, ia pernah berjanji akan mencintai Fira hingga akhir hidupnya, ia pernah mengucapkan itu semua di telinga Marcel saat sahabatnya itu tengah koma.. Tepat sebelum Marcel dijemput ajal karena tragedi kebakaran yang menimpa rumah Fira setahun lalu. Dan kini ia ingin berlari dari itu semua. Ya, Sammy kini membenarkan ucapan Marcel, ia memang pecundang.
…………………..
“Harusnya dulu gue jemput aja dia sekalian! HARUSNYA GUE TAU, CINTA LO DAN CINTA GUE KE FIRA ITU BEDA!!”
…………………….
Deg!
Sammy terbangun dari mimpinya. Perlahan ia mengusap wajah. Jam dinding menunjukkan pukul tiga dini hari, lagi – lagi mimpi itu datang. Marcel kembali mendatanginya, hanya saja kali ini sang sahabat meninggalkan sebuah pesan.
***
Fira meletakkan segenggam edelweiss di atas makam. Nisan itu masih kokoh, seakan tak rapuh oleh hujan badai yang menerpanya setahun belakangan ini. Fira membuka kerudungnya, membiarkan angin pemakaman menerpa wajahnya. Wajah yang dulu cukup cantik, hingga kebakaran itu terjadi dan merenggutnya bersama nyawa Marcel.
“Sayang, aku kangen banget sama kamu..” Fira berkata pelan. Pedih.
“Hari ini tepat tiga ratus enam puluh lima hari setelah kamu pergi. Aku bawakan edelweiss buat kamu. Kamu suka kan? Kamu pernah bilang, edelweiss itu seperti hati dari sebuah gunung, dan kamu paling suka naik gunung. Nggak, kamu nggak sekedar suka.. kamu mencintai gunung.. ” Fira menangis, air matanya meleleh.
“Kamu… kalo seandainya kamu masih hidup.. Kamu tetep cinta nggak sama aku? Apa kamu bakal tetep cinta kalo wajahku jelek begini?” Fira tersenyum. Senyuman penuh makna, makna sebuah kesedihan mendalam.
Tidak ada suara, hanya ada terpaan angin sore dan kicauan burung. Langit sore enggan beranjak menjadi senja, seolah ingin menemani Fira lebih lama lagi.
“Kalo aku bisa minta sama Tuhan.. Aku pengen kamu hidup lagi. Ato sekalian aja aku ikut kamu ke sana... Aku kesepian..” Fira melanjutkan kalimatnya. Perlahan hujan turun rintik – rintik, tapi gadis itu tak bergeming.. Ia ingin bicara banyak hal pada Marcel, walau kini hanya nisannya yang akan mendengarkan dengan setia.
“Kenapa sih, dulu kamu dorong aku keluar rumah? Kalo aku nggak selamat.. Kita bisa pergi sama – sama..”
“Aku..”
“Fira..!” Sammy berlari menghampiri Fira sambil membawa sebuah payung hitam. Perlahan ia menyodorkan tangannya, “Hujannya makin deras, ayo kita pulang.. Nanti kamu sakit..”
Fira menggeleng lemah, “Nggak. Aku masih mau ngobrol sama Marcel.”
Sammy terdiam, kini ia tau betapa besar luka gadis itu sejak kepergian Marcel. Mereka memang saling mencintai, dan cintanya yang selalu ia ungkapkan pada Fira ternyata tak lebih dari sebuah rayuan sampah. Ia tidak pernah mencintai Fira seperti yang Marcel lakukan. Dulu ketika Fira dan Marcel bersama, Sammy selalu berkata ia juga mencintai Fira. Terang – terangan dan Marcel tau itu. Kini setelah sang sahabat menitipkan cintanya, Sammy malam berbalik jadi seorang pengecut. Ada sebuah rasa sakit tak terdefinisi yang menyerang hati dan pikirannya sekarang. Sebuah sakit yang bahkan tak mampu membayar kekecewaan Marcel dan tangisan Fira selama tiga ratus enam puluh hari yang genap hari ini.
“Maaf..” Sammy memeluk tubuh Fira dari belakang, “Maaf untuk semuanya. Maaf udah bikin kamu nangis lagi. Aku nggak bisa nepatin janji ke Marcel. Aku…”
“Nggak kok, Sam.. It’s OK. Kamu wajar kok kayak gitu. Mana ada yang mau sama perempuan cacat kayak aku.” Fira tersenyum, seakan menghina dirinya sendiri secara tak langsung, “Kalo pun dia masih ada, mungkin dia juga nggak akan cinta lagi sama aku..”
Sammy tersentak, teringat mimpinya semalam..
“Dia selalu cinta sama kamu, Fir. Selalu..”
Fira terdiam..
“Aku juga selalu cinta dia..”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!