Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Minggu, 21 Agustus 2011

Belanja Hati Baru

Oleh: @dhanarun
http://dhynhanarun.blogspot.com/

Supermarket ini tak ubahnya dengan pasar tradisional. Penuh sesak. Barang-barang dagangan berserakan dengan berbagai macam bentuk dan tampilan. Orang-orang berlalu lalang tanpa kenal lelah mengitari barang-barang itu. Tak ada lagi kesan berbelanja dengan santai dan nyaman seperti iklan-iklan yang selama ini muncul di media elektronik dan cetak.
Dan aku ada disana, tepat dibelakang ibu-ibu gendut yang sibuk meneliti harga sebuah merk minyak goreng dan membandingkannya dengan merk yang lain. Ibu itu menghalangi hampir seluruh lorong supermarket bagian keperluan dapur. Aku yang tepat dibelakangnya, dengan keranjang yang jauh beda dengan ibu tersebut, mencoba sabar dan iseng melirik bumbu tepung serba guna disisinya. Aku setengah melamun, memikirkan apa yang akan aku lumuri dengan tepung itu. Ayam atau udang? Ayam saja sepertinya. Lebih gampang dan umum. Pacarku pasti kaget jika tiba-tiba dia mencium wangi ayam goreng panas sekaligus wangi minyak wangiku dalam satu ruangan yang sama. Dia bilang aku tidak berbakat di dapur. Kerjaanku merepotkan pembantu saja dengan selera makananku yang sok sok bergaya barat. Mau spaghetti lah, mau kentang goreng atau burger dengan ukuran jumbo lah. Akan aku buktikan kalau ucapannya itu tidak masuk akal. Aku mungkin tidak akan langsung masak spaghetti, tapi ayam goreng bukan sebuah awal yang buruk koq. Ku ambil dua bungkus tepung bumbu itu dan jadi penghuni pertama keranjang merahku.
Ibu gendut si penghalang akhirnya pergi begitu saja tanpa mengambil minyak goreng pun. Aku bernafas lega akan hal itu tapi itu tidak berlangsung lama. Karena ada ibu-ibu lain, yang untungnya masuk dalam ukuran kurus, yang mulai melakukan hal yang sama persis yang dilakukan dengan ibu-ibu gendut yang tadi. Sepertinya aku ambil jalan ke lorong lain saja.
Aku melirik lorong bagian makanan ringan dan permen. Disana malah lebih penuh sampai berdesak-desakan. Aku terpaksa memilih lorong lain untuk sampai ke bagian tengah supermarket. Dalam hati aku sedikit kecewa. Padahal aku ingin mencari coklat pasta kesukaan pacarku. Mungkin aja ada diskon di hari menjelang lebaran ini. Aku bisa beli dua kotak, untuk pacar dan untuk aku sendiri. Pacarku komentar lagi soal kebiasan ngemil aku ini. Katanya aku terlalu kurus, terlalu kecil untuk seorang anak kuliahan dan terlalu cuek dengan kesehatanku sendiri. Tidak mau makan nasi, kalau makanpun hanya bisa beberapa suap. Tapi kalau ditawarin cemilan, aku bisa habiskan semuanya hanya dalam hitungan menit. Huh, pacarku itu Indonesia sekali. Dia tidak akan bilang sudah makan kalau yang tadi dimakannya adalah bukan nasi. Padahalkan makanan seperti roti kering atau keripik kentang juga mengeyangkan. Kamu hanya butuh makan sedikit lebih banyak. Lagipula kebiasaannya ngemil coklat pasta kan karena aku suka memberi coklat pasta jatahku, lalu dia jadi ketagihan. Dia sendiri yang akan protes jika makanan kecilnya itu tak tampak. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk kembali ke lorong itu ketika suasana agak kosong.
Langkahku jadi tak tentu sekarang. Setiap lorong yang ingin ku datangi selalu saja penuh sesak dengan ibu-ibu. Mereka sibuk memburu barang-barang yang berlabel diskon tanpa tidak peduli dengan keranjangnya atau bagian badan mereka sendiri menghalangi jalan bagi orang lain. Untung saja badanku lumayan ramping sehingga bisa menyelinap keluar dan tidak terkurung lama diantara ibu-ibu yang seperti kesetanan itu. Aku perlu daerah yang agak sepi untuk mengecek belanjaanku, daerah yang cukup untuk menenangkan diri dan bernafas santai. Ternyata bagian makanan beku cukup sepi. Aku mengangkat keranjangku yang sekarang setengah isi kesana dan tak sengaja melirik tumpukan kentang beku yang berselimut es. Apa aku beli ini juga ya? Uangku masih cukup koq untuk barang dadakan ini? Tapi tiba-tiba aku teringat dengan ucapan pacarku. Dia mengungkapkan kenapa aku bisa punya selera makan yang kebarat-baratan dan kurus kering seperti ini. Dia bilang ini semua gara-gara makanan yang serba instan, yang tinggal tambah air atau dimasukan ke minyak panas. Aku piker apa salahnya dengan semua itu. Kehidupan sekarang semakin gampang dan instan. Kita harus mengikutinya atau kita akan tertinggal jauh kebelakang. Pacarku benar-benar kuno. Dia selalu bersikeras makan di tempat yang makanannya cepat basi, tanpa AC atau menu-menu modern. Cukup! Aku muak dengan semua hal itu. Dia memang pacarku, orang yang sayang sama aku tapi tidak berhak mengekangku. Satu bungkus kentang beku jatuh tepat dikeranjangku dan aku mantap membelinya tanpa peduli apapun kata pacarku nanti.
“ Sudah selesai?” pacarku yang tampak asyik mengamati peralatan elektronik sadar akan kehadiranku dan menyapaku dengan senyuman khasnya.
“Sudah” aku membalas senyumannya itu dengan jantung berdebar cukup kencang. Sang pacar mengambil alih keranjang merah itu dari tanganku dan mengamati isinya. Inilah saatnya.
“ Sayang, kamu gak baik kalo makan makanan beku kayak gini terus” tunjuknya pada barang paling atas di keranjangku.
“Tapi . . “ aku tak sanggup mengucapkan satu katapun dibawah tatapannya yang lembut tapi tegas itu.
Sang pacar langsung mengeluarkan kentang beku seharga hamper lima puluh ribu itu dan menyimpannya asal di rak bagian kabel telepon.
“ Kan aku udah bilang, lebih baik kamu beli kentang mentahnya, kupas sendiri, potong sendiri, dan goreng sendiri. Pasti sama enaknya koq” Dia tersenyum sebentar lalu mulai kembali memeriksa belanjaanku lagi.
“ Tapi kamu bilang aku gak bisa masak?” sela aku sambil sedikit cemberut.
“ Tapi kamu niat buat berubah, kan?” sambungnya sambil menunjukan dua bungkus tepung bumbu. “Aku seneng kamu mau berubah dan ngikutin kata-kata aku”
Aku agak tersipu malu mendengar itu. Aku memang bandel, suka melawan dan sangat keras kepala untuk berbagai urusan dalam hidupku. Tak peduli apakan itu benar atau salah, aman atau mengancam jiwaku sendiri, yang penting aku suka dan aku bisa mendapatkannya. Sang pacar disini sama keras kepalanya dengan aku. Setiap hal sekecil yang buruk dan tak pantas dipertahankan dari diriku sudah dia bahas hingga habis. Kadang aku berubah untuk sementara tapi aku seringkali lebih suka melawannya. Dia melakukan hal itu karena dia peduli dan sayang dengan aku. Dia menangkapku saat aku akan terjatuh.
Aku bisa saja belanja berbagai macam barang yang aku suka. Tapi ada satu hal yang takkan aku ambil dan masukan ke keranjang merah itu, sebuah hati baru. Hatiku sudah terlanjur dia ambil dan simpan ditempat yang paling dalam dan aman. Kalaupun dia melihatku membeli hati baru, dia akan menyaringnya terlebih dahulu, seperti saat ini.
“ Oke, oke, oke . .” sang pacar kini telah selesai mengecek barang dan menawarkan lengannya untuk mengandengku menuju kasir. Oooh, betapa beruntungnya diriku ini. Aku terlalu angkuh untuk menyadari semua itu.
“ Bentar” dia tiba-tiba berhenti tepat didepan penjaga kasir yang sudah siap menanti “Coklat pasta aku mana?”

Dhyn Hanarun~200811

1 komentar:

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!