#1. Aku, aku yang hendak mendepakmu dari hatiku.
Hari sabtu.
Di sebuah minggu terakhir bulan yang menggerutu.
Menyengat panasnya, tekanannya. Jalan pikirannya.
Aku menunggu di depan jendelamu, mengentak-entak perasaan yang semu.
Lalu kamu menghambur keluar dengan pilu.
Lidahku kelu.
Kamu berkoar-koar telah melihat bayanganku.
Aku berdiri di depanmu dengan hati tertusuk paku.
Ah bukan, aku hanya melayang tanpa pijak.
Tak lagi kupunya raga untuk menjejak.
Orang-orang di dalam gedung menarikmu masuk, kamu berontak seperti ada setan yang merasuk.
Mungkin itu aku yang di dalam tubuhmu, mungkin itu aku yang memaksamu.
Lihat aku, lihat sosokku!
Aku mengais izin pada malaikat hari itu, untuk berjumpa kamu di hari sabtu.
Ketika oksigen masih berlarian dalam darahku, aku berjanji kepadamu di pagi ulangtahunku.
Aku, aku hendak berbicara padamu, tunggulah hari sabtu di depan rumahmu.
Aku, aku berbicara dalam hati, bahwa aku akan melepasmu kali ini.
Aku, aku lelah dengan semua egomu dan kekeraskepalaanku selama ini.
Aku, aku tak lagi ingin berjalan denganmu melihat kembang api.
Aku, aku tak lagi ingin bergayut di lenganmu menyusuri sungai di tiap tepi.
Aku, aku akan singgah ke lain hati.
Tapi aku, aku telah singgah ke lain dunia, tanpa sempat berbicara.
Tapi aku, aku telah berpisah dengan raga, sebelum kita bertemu muka.
Jadi aku, aku tak melepasmu. Hanya saja....
Aku, aku ingin melepasmu....
#2. Aku, aku yang hendak mendekapmu lebih dalam.
Hari Sabtu.
Di sebuah minggu terakhir bulan yang menggerutu.
Menyengat panasnya, tekanannya. Jalan pikirannya.
Aku menunggu di depan jendelaku, berdebar-debar hati yang kuyakin tak semu.
Di sebuah minggu terakhir bulan yang menggerutu.
Menyengat panasnya, tekanannya. Jalan pikirannya.
Aku menunggu di depan jendelamu, mengentak-entak perasaan yang semu.
Lalu kamu menghambur keluar dengan pilu.
Lidahku kelu.
Kamu berkoar-koar telah melihat bayanganku.
Aku berdiri di depanmu dengan hati tertusuk paku.
Ah bukan, aku hanya melayang tanpa pijak.
Tak lagi kupunya raga untuk menjejak.
Orang-orang di dalam gedung menarikmu masuk, kamu berontak seperti ada setan yang merasuk.
Mungkin itu aku yang di dalam tubuhmu, mungkin itu aku yang memaksamu.
Lihat aku, lihat sosokku!
Aku mengais izin pada malaikat hari itu, untuk berjumpa kamu di hari sabtu.
Ketika oksigen masih berlarian dalam darahku, aku berjanji kepadamu di pagi ulangtahunku.
Aku, aku hendak berbicara padamu, tunggulah hari sabtu di depan rumahmu.
Aku, aku berbicara dalam hati, bahwa aku akan melepasmu kali ini.
Aku, aku lelah dengan semua egomu dan kekeraskepalaanku selama ini.
Aku, aku tak lagi ingin berjalan denganmu melihat kembang api.
Aku, aku tak lagi ingin bergayut di lenganmu menyusuri sungai di tiap tepi.
Aku, aku akan singgah ke lain hati.
Tapi aku, aku telah singgah ke lain dunia, tanpa sempat berbicara.
Tapi aku, aku telah berpisah dengan raga, sebelum kita bertemu muka.
Jadi aku, aku tak melepasmu. Hanya saja....
Aku, aku ingin melepasmu....
#2. Aku, aku yang hendak mendekapmu lebih dalam.
Hari Sabtu.
Di sebuah minggu terakhir bulan yang menggerutu.
Menyengat panasnya, tekanannya. Jalan pikirannya.
Aku menunggu di depan jendelaku, berdebar-debar hati yang kuyakin tak semu.
Lalu aku menghambur keluar dengan pilu.
Lidahku kelu.
Aku berkoar-koar telah melihat bayanganmu.
Kamu berdiri di depanku dengan hati tertusuk paku.
Ah bukan, kamu hanya melayang tanpa pijak.
Tak lagi kaupunya raga untuk menjejak.
Orang-orang di dalam gedung menarikku masuk, aku berontak seperti ada setan yang merasuk.
Mungkin itu kamu yang ada di dalam tubuhku, mungkin itu kamu yang memaksaku.
Aku melihatmu, aku melihat sosokmu!
Aku tak tahu kamu mengais izin pada malaikat hari itu, untuk berjumpa denganku di hari sabtu.
Ketika oksigen masih berlarian dalam darahmu, kamu berjanji kepadaku di pagi ulangtahunmu.
Aku cuma tahu kamu hendak berbicara padaku, maka aku menunggumu di hari sabtu di depan rumahku.
Aku tak tahu kamu berbicara dalam hati bahwa kamu akan melepasku kali ini.
Aku tak tahu kamu lelah dengan semua egoku dan kekeraskepalaanmu selama ini.
Aku tak tahu kamu tak lagi ingin berjalan denganku melihat kembang api.
Aku tak tahu kamu tak lagi ingin bergayut di lenganku menyusuri sungai di tiap tepi.
Aku tak tahu kamu akan singgah ke lain hati.
Aku tahu, tapi tak mau percaya bahwa kamu telah berpindah ke lain dunia, tanpa sempat berbicara.
Aku tahu, tapi tak mau percaya bahwa kamu telah berpisah dengan raga, sebelum kita bertemu muka.
Jadi aku, aku tak melepasmu. Hanya saja....
Aku, aku yang hendak mendekapmu lebih dalam,
Kalau saja di Sabtu ini kita masih berbagi dunia yang sama, sampai akhir malam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!