Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 25 Juni 2011

Tentang Maya



Oleh : Aliza (@alizaaaaa)

Malam ini, untuk kesekian kalinya, aku melakukan hal yang sama. Untuk orang yang sama pula. Duduk di bangku taman, di bawah temaram bulan, sembari mendengarkan kata-kata yang mengalir dari bibirnya.

“Ya begitu lagi, deh. Masih dengan hal-hal yang sama sih, Kuy. Ah! Sebenernya aku bosen! Tapi gimana? Ini kan masalah hati!” Maya mengumpat. Bukan yang pertama kali dalam dua bulan ini. Tetapi aku tetap mendengarkan.

“Sifatnya yang mana lagi? Suka kasar padamu? Emang kali ini dia ngapain lagi, May?” tanyaku lembut. Tidak ingin terlihat ada usaha untuk mencampuri, namun tetap ingin terlihat peduli.

“Iyalah, Kuy! Sebenernya aku udah biasa kan digituin. Tapi, kali ini sebenernya agak keterlaluan. Kemarin itu... ya.. aku.. agak ngga bisa.. memaklumi..” suara Maya mulai terputus-putus. Aku hafal dengan tanda-tanda yang satu ini. Maya sebentar lagi akan terisak dan menghabiskan air matanya untuk kesekian kali demi lelaki ini. Lelaki yang menurutku sama sekali tidak patut dipertahankan oleh Maya.

“Udahlah, May. Jangan biarin dia terus-menerus bikin kamu nangis. Pria yang patut dipertahankan itu adalah pria yang baik. Bukan seperti dia, apalagi sudah berani kasar sama kamu.”

“Iya aku tau. Tapi ini bicara soal rasa kan, Kuy. Rasa cintaku sama dia. Terdengar bodoh memang untuk wanita seumur aku membicarakan cinta, tapi aku ngga bisa pisah dari dia. Aku... ngga bisa.” Maya menghela nafas panjang. Menahan tangisnya. Aku hanya memandangnya. Di dalam hatiku campur aduk, rasa kesal, iba, dan yang pasti lelah. Aku bosan mendengarkan cerita ini. Entah apa yang ada di benak Maya, mempertahankan pria ini dan menangisinya setiap hari. Aku bosan melihat Maya begini.

Terlalu jauh Maya mencari kebahagiaan. Aku yang selalu mendengarkan ceritanya setiap malam, melihatnya menangis, menampung keluh kesahnya, ah! Sudah jelas rasanya kutunjukkan rasa sayangku pada Maya. Semuanya sudah kuberikan agar Maya merasa senang. Tetapi, ya selalu seperti ini. Maya datang padaku di saat susah, di saat sedih, dan kembali pada lelaki itu di saat senang. Bukan, aku bukan pria bodoh memberikan segalanya pada Maya, menyayanginya setulus hati. Maya ini wanita yang berbeda. Dia menarik hatiku sejak kami masih di bangku SMP dulu. Kecantikan dan kepandaian Maya tidak pernah berubah, selalu membuatku terpesona. Rasa sayangku untuk Maya selalu kusimpan sejak dulu, berharap perasaan ini tidak akan menjadi pengganggu bagi persahabatan aku dan Maya hingga sekarang.

 “Kuy, kok diem aja? Maaf ya, Kuy aku ngerepotin kamu terus deh sejak aku punya masalah ini,” Maya membuyarkan lamunan dan pikiranku.

“Ha? Ngga, May. Aku cuma ngasih kamu waktu untuk menenangkan diri, supaya kamu bisa berpikir jernih. Kan aku ada di sini buat nemenin kamu,” ucapku lemah. Maya tersenyum dan menggenggam tanganku.

“Makasi ya, Kuy. Kamu emang baik banget. Aku ngga tau lagi harus gimana kalo ngga ada kamu,” Maya tertawa pelan. Aku hanya tersenyum. Maya menghela nafas, dia terlihat lebih tenang sekarang.

“Aku pulang dulu ya, Kuy. Makasi banyak, ya,” Maya menutup pembicaraan ini. Aku mengangguk pelan sambil melambaikan tangan. Tiga langkah sudah, tiba-tiba Maya berbalik.

“Kuy.. kamu beneran ngga bosen dengerin cerita aku kan?” tanya Maya tiba-tiba. Aku tertegun. Lalu..tersenyum.

“Ngga kok, May,” jawabku sambil tersenyum, miris. Maya tersenyum, kemudian melenggang pergi. Aku menatapnya hingga dia hilang di belokan ujung taman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!