Oleh: @geeshaa
Sudah sekitar empat jam aku terbaring di tempat tidur ini. Bau steril ruangan begitu menusuk hidungku sejak tadi. Sejak tadi mataku tertutup dan yang bisa kudengar hanyalah suara yang berasal dari mesin cardiogram yang berbunyi teratur—mengikuti detak jantungku. Yang kutahu semenjak beberapa saat tadi aku sendirian di sini. Aku disuruh mengistirahatkan dir dan memulihkan kondisiku semenjak shock akibat kelumpuhan sementara dari obat bius.
Tiba-tiba seseorang masuk ke ruanganku, dari baunya, aku sangat mengenali kalau itu adalah parfum ibuku. “Sebentar lagi teman-teman kamu datang, Nak.” Ia mengamit tanganku dengan lembut. Aku tersenyum.
“Iya, Bun. Aku sudah tidak sabar untuk ketemu mereka.” Ujarku. “Tapi sebelumnya, aku lebih ingin bertemu Bunda dulu.”
“Itu pasti, Nak. Bunda akan menjadi orang pertama yang kamu jumpai lagi setlah sekian lama,” ia meyakinkan aku. Tak lama kemudian aku merasa jantungku berdebar-debar. Semenjak lima tahun yang lalu, aku tidak bertemu dengan temanku. Bahkan dengan ibuku sendiri.. seperti apa mereka sekarang?
Seperti apa wajah teman-temanku sekarang?
Apakah aku masih akan bisa mengenali wajah-wajah mereka?
Bukan, selama ini aku tidak pernah bersembunyi dari mereka. Aku berpisah dengan mereka semua karena keadaanlah yang membuta kami tidak bisa berjumpa. Mungkin mereka terlalu sibuk untuk menemuiku. Mungkin aku juga yang selalu tidak bisa mengunjungi mereka satu per satu. Dalam hati, aku tersenyum sebahagia-bahagianya kubisa.
Akhirnya hari ini datang juga. Setelah lima tahun menunggu dan berdoa. Aku akan menjumpai keluargaku lagi, teman-teman, dan semua yang kutinggalkan karena terpaksa semenjak hari itu.
Aku merindukan matahari. Aku juga rindu ekspresi derai tawa dari setiap orang yang kukenal. Aku bahkan rindu untuk menyaksikan infotainment sampah di televisi.
Seterisolasi itukah hidupku selama lima tahun terakhir ini?
Kurang lebih, ya. Yang bisa kulakukan hanya membaca beberaa buku sambil mendengarkan musik.
Tiba-tiba lamunanku buyar saat aku mendengar suara-suara rebut yang mnuju ke ruanganku. Ah, ternyata teman-temanku sudah mulai berdatangan—tapi aku belum diperbolehkan untuk bertemu dengan mereka sampai dokter datang dan menyatakan hal itu.
Astaga, Dokter! Cepatlah datang!
“Sabar ya, Nak. Dokter sedang berjalan ke sini. Sekarang ia sudah ada di lorong, mau ke sini.” Suara ibuku kembali terdengar merdu di kupingku. Aku mengangguk dengan penuh semangat. Tiba-tiba tanganku digenggam erat oleh seseorang.
“Sabar ya, Rin. Setelah ini mimpi kita buat keliling dunia bisa terlaksana.” Itu adalah Reno. Kekasihku yang seharusnya sedang mengenyam pendidikan di luar negeri ternyata ikut datang mengunjungiku hari ini. Jantungku semakin berdebar. Hari ini tentu hari yang penting bagiku. Benar-benar seperti reuni.
Tak lama kemudian Dokter masuk ke ruanganku dan menepuk pundakku. “Sudah siap?” tanyanya padaku.
“Siap, Dok.” Aku menjawab dengan gugup. Dokter itu tertawa kecil dan mulai melepaskan penutup mata yang menempel di kepalaku. Saat penutup mata itu dilepas, mataku masih tertutup. Astaga, aku nyaris menangis. Akhirnya hari ini tiba juga!
“Oke, sekarang buka matamu, pelan-pelan.” Aku mengikuti apa yang dituturkan oleh dokter itu. Pelan-pelan kubuka mataku. Perih rasanya. Kututup lagi sejenak. “Silau ya?”
Aku mengangguk. Aku lalu membuka kedua mataku perlahan lagi dan… pertama kali setelah lima tahun, aku menjumpai sinar matahari lagi. Reuni kecil dengan dunia.
Lama tak jumpa, Tuan Cahaya.
Aku lalu menoleh ke sampingku, dan seorang wanita yang berusia kira-kira separuh abad tersenyum ke arahku. Dari senyumnya yang lebut dan menyejukkan hati itu, aku tahu bahwa akhirnya aku menjumpai ibuku lagi. “Bunda,” kupanggil dirinya. Dan tangisan bahagia pecah darinya, ia memelukku.
“Selamat datang kembali, Nak. Akhirnya kamu bisa melihat Bunda lagi, Nak!” tak lama, beliau melepaskan pelukanku dan aku melihat ke sekelilingku. Sekitar sepuluh orang temanku berdiri mengelilingiku, termasuk Reno. Kekasihku. Wajah-wajah mereka banyak berubah. Mereka memelukku satu persatu dan bersyukur bahwa aku bisa menatap mata mereka lagi. Operasi berhasil, aku bisa memandangi dunia ini dan orang-orang yang kusayangi lagi.
Aku tak bisa membendung tangisku lagi. Senang rasanya bisa melihat mereka semua lagi semenjak kecelakaan lima tahun yang lalu. Terima kasih, Tuhan. Engkau telah mengizinkanku untuk menjumpai mereka lagi, rasa seperti sebuah reuni dengan dunia yang indah, setelah lima tahun berpisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!