Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Selasa, 07 Juni 2011

Selamat tinggal

Oleh: Eunike Gloria


1 Maret 2010

Dengan penuh keraguan, sesosok perempuan berjalan di sebuah taman yang
tenang dan sepi. Angin bertiup lembut, bisikan bumi terdengar sendu.
Kehidupan seakan memperlambat langkahnya dan memori-memori yang dulu
terputar kembali untuk sekian kalinya. Aku hanya menatapnya dari jauh.
Perpisahanku dengannya 10 tahun yang lalu masih membekas hingga saat
ini.

Aku masih ingat ketika aku memegang tangannya, dengan lembut dia akan
berkata, “Kamu tahu nggak, kalo sekarang dunia lagi berhenti
menyaksikan kita,”
Aku tidak akan pernah melupakan matanya yang tak pernah berhenti
mengucapkan cinta. Senyumnya. Belaian jemarinya.

“Hai, Do. Apa kabar?”

Aku tersentak ketika dia menyapaku. Nada bicaranya tidak berubah.

“Aku baik-baik saja. Kamu tampak kurus,”
Dia tersenyum. Kristal bening menetes dari pelupuk matanya.

“Aku merindukanmu,”
“Aku juga,”
“Aku nggak akan nglupain kamu. Aku sayang banget sama kamu, Do. Aku
masih belum bisa nglepasin kamu setelah 10 tahun ini,”

Tangisnya menyayat hatiku. Aku ingin memeluknya. Mendekapnya di kedua tanganku.

“Tapi kamu harus, sayang. Aku juga ingin kamu bahagia,”
“Aku nggak bisa bahagia tanpa kamu,”
“Kamu pasti bisa. Aku akan selalu hadir di hatimu,”
“Ajari aku, Do. Ajari aku,”

Aku terdiam. Aku tidak bisa memenuhi permintaannya. Aku yakin ini
tidak mudah untuknya, juga untukku.

Selama 10 tahun aku masih memperhatikannya. Aku tersenyum bahagia
ketika dia menggendong seorang anak dan menciumnya dengan penuh
sayang. Aku bahagia ketika malam hari dia masih menceritakan kisahnya
denganku kepada anaknya. Bahkan di hari ulang tahunku pun, dia masih
meniup lilin favoritku. Aku tidak bisa melepasnya, tapi dia harus bisa
melepasku. Egois memang. Tapi aku menginginkan kebahagiaannya.

“Aku dan Adit baik-baik saja. Tapi asal kamu tahu, aku nggak akan
pernah bisa dan nggak akan pernah mau melepaskanmu,”

“Sayang, demi aku, demi ketenangan jiwaku. Lepaskanlah aku,”

Aku mendekatinya, membisikkan sesuatu di telinganya, “Aku mencintaimu
dan akan selalu mencintaimu. Selamat tinggal,” Kukecup bibirnya.

Aku tahu yang dia rasakan saat ini pasti hanya angin yang bertiup.
Angin hangat yang mengalir di bibirnya. Angin cinta yang berhembus
dari nafasku.

Hening.

Samat-samar, aku melihat senyumnya. Dan aku percaya, dia telah siap.
Siap melepaskan ragaku. Sudah saatnya aku pergi dengan tenang.
Meninggalkan cinta yang akan selalu kukenang dan akan selalu kumiliki.
Ia mengecup batu yang berdiri tegak di depannya, “Aku sangat
mencintaimu. Selamat tinggal,”

Telah berpulang ke Rumah Bapa di Surga
Aldo Amanditya
7-11-1970
1-03-2000
“Dari debu, akan kembali menjadi debu”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!