Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Selasa, 21 Juni 2011

Bagaimana Mungkin?

Oleh: Tiarni Putri Fau
@TiarniPutri

"Nita, kamu jaga adek kamu ya. Jangan lupa masak makan malam buat papa dan adek. Jangan lupa belajar juga ya. Dan yang paling penting jangan lupa untuk terus berdoa", kata mama sambil mengelus-elus kepala aku.

"Iya ma. Nita pulang dulu ya ma.", kataku sambil mencium tangan mama. "Hati-hati ya nak pulangnya", kata mama sambil mencium pipiku.

Setelah itu, aku ambil baju bekas mama dan rantang makanan yang aku bawa dari rumah.

Ini hari ketiga mama di rumah sakit. Keadaan mama semakin membaik. Memang satu-satunya obat yang terbaik untuk penyakit lambung adalah makan teratur dan mama mendapatkan itu ketika di opname di rumah sakit.

Sudah seharusnya mama lebih memikirkan dirinya sendiri. Walaupun aku tahu tanggung jawab mama yang sangat berat. Setelah bekerja di kantor, pulang ke rumah, mama langsung menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga. Wajar kalau dia sibuk mengurus keluarganya sampai lupa untuk mengurus dirinya sendiri.

Dalam perjalanan aku menuju pintu keluar rumah sakit, tiba-tiba aku teringat semua pengorbanan yang mama lakukan ke aku dan keluarga. Tambah kagum aku sama mama. Aku ingin menjadi seperti mamaku ketika aku sudah menikah nanti. Semoga mama cepat sembuh. Tak sabar aku ingin berkumpul bersama mama lagi.

***

Waktu menunjukkan pukul 16.33 WIB. Sudah seharusnya aku memasak untuk papa dan adek. Sebentar lagi papa pulang dari kantor dan adek pulang dari kegiatan ekstrakulikuler sekolahnya. Akhirnya aku mempercepat langkahku menuju rumah. Sekitar 2 blok lagi sudah sampai ke rumahku.

"Nak, mau di ramal nasibnya?", kata seorang nenek-nenek.
Aku kaget. Langsung aku menoleh ke arah sumber suara.
Aku melihat seorang nenek duduk di kursi dengan meja di depannya yang di atasnya ada tumpukan kartu.

Satu kata yang terlintas di pikiran aku, aneh. Aku belum pernah melihat nenek ini. Aku juga tidak pernah tahu kalau ada jualan membaca tarot di dekat rumahku.

"Kamu baru pulang dari rumah sakit ya? Mama kamu sedang sakit parah ya?", lanjut nenek itu.

Hah? Bagaimana dia bisa tahu? Ini nenek-nenek siapa sih?

"Sini, duduk disini dulu, papa dan adek kamu akan datang telat. Kamu tidak perlu khawatir", kata nenek itu sambil menarik tanganku untuk duduk di depan meja dia.

Eh, bagaimana nenek itu tahu kalau aku sedang buru-buru? Ini nenek siapa sih?

"Tenang, buat kamu, nenek kasih gratis. Sepertinya kamu harus tahu bagaimana nasib mama kamu", kata nenek itu.

Hah? Mama? Tiba-tiba aku tersentak.

"Hmm.. Nasib mama saya? Maksudnya bagaimana ya nek?", tanyaku penasaran.

Nenek itu tersenyum melihatku sambil mengocok kartu di depan dia.

"Silakan pilih", kata nenek sambil menyodorkan beberapa kartu di hadapanku.

Aku bingung. Aku masih tidak mengerti. Aku mengikuti perkataan nenek itu.

Lalu nenek itu membuka kartu satu persatu. Raut mukanya serius. Tiba-tiba dia berkata.

"Astaga nak", katanya sambil memegang tanganku. "Anakku, kita tidak pernah tahu rencana Tuhan. Mungkin ini yang terbaik untuk mama kamu nak", kata nenek dengan muka menyesal. "Maksudnya nek?", jawabku dengan penasaran. "Besok mama kamu meninggal nak. Tenang, mama kamu pasti masuk surga. Sabar ya anakku. Ini yang terbaik untuk kamu dan keluargamu", kata nenek itu sambil meneteskan air mata. "Lihat! Semua terjawab di kartu yang kamu pilih!", jawab nenek sambil menunjuk ke kartu tarot yang ada di hadapanku.

Aku kaget. Kurang ajar sekali nenek ini bisa meramalkan kematian mama.


"Saya tidak percaya!", kataku sambil menggebrak meja. Bodoh sekali aku bisa berhenti sejenak untuk mendengarkan bualan ini. Aku ambil barang-barang yang aku letakkan di tanah sejenak.

"Anakku, percaya sama nenek! Kalau kamu tidak percaya, kamu akan menyesal nantinya nak! Percaya sama nenek!", kata nenek sambil berteriak. Aku merasakan orang-orang di sekitar aku melihat kami berdua.

Sudahlah, lupakan. Akhirnya aku tinggalkan nenek pembaca kartu tarot tersebut.

***

Waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB. Papa dan adek belum sampai di rumah. Ini ada apa ya? Tumben-tumbenan belum sampai di rumah. Padahal ayam goreng dan sayur asem sudah tersedia di atas meja.

Tiba-tiba aku teringat omongan nenek itu, "Sini, duduk disini dulu, papa dan adek kamu akan datang telat. Kamu tidak perlu khawatir". Ternyata omongan nenek itu benar. Papa dan adek datang telat.

Tapi kalau di pikir-pikir, banyak omongan yang benar yang di ucapkan nenek itu. Apalagi tentang mama. Bagaimana nenek itu tahu soal mama? Bagaimana nenek itu tahu tentang penyakit mama? Bagaimana nenek itu tahu kalau mama sedang di rawat di rumah sakit?

Tapi semua omongan nenek itu benar. Memang benar. Bagaimana kalau mama ternyata meninggal besok? Ya Tuhan, aku tidak tahu mesti bagaimana lagi kalau tidak ada mama. Aku tidak ingin kehilangan beliau sekarang.

Sebersit ketakutan muncul di benakku. Takutku akan kehilangan mamaku.

Bagaimana kalau ternyata ramalan nenek itu benar?


***

Tidak terasa aku ketiduran di sofa ruang keluarga. Waktu menunjukkan pukul 01.06. Telepon rumah ternyata berdering. Sepertinya aku terbangun karena telepon rumah. Dengan jalan tertatih-tatih, aku angkat telepon tersebut.

"Halo?", kataku. "Kakaaaaaaaakkk!", jerit adekku. "Adek? Kamu dimana? Kok belum pulang?", kataku setengah sadar. "Kakaaaak! Cepat ke rumah sakit sekarang!", teriak adek sambil menangis. "Hah? Ada apa dek?", kataku dengan kesadaran penuh sekarang. "Mama kak! Mama! Mama masuk ruang ICU! Cepat kesini!", kata adek sambil menangis.

Langsung aku tutup telepon rumah dan menelepon tukang ojek langgananku. Aku arahkan ojekku menuju rumah sakit dengan kecepatan penuh. Sampai di rumah sakit, aku berlari menuju ruang ICU.

Sesampainya ruang ICU, aku langsung menangis. Aku melihat tubuh mama di tutup dengan kain putih dari atas sampai bawah. Adek aku menangis meronta-ronta. Tidak bisa menerima. Sekejab, aku menangis sambil berteriak, "MAMAAAAA!", kataku sambil berlari memeluk mama.

Papa langsung memegang bahu aku dan berkata, "Ikhlaskan nak, ikhlaskan."kata papa.

"MAAAAMMMAAAA!!!", kata aku sambil berteriak.

Benar kata nenek peramal nasib itu. Ternyata benar semua perkataannya. Benar dugaanku bahwa ini semua terjadi. Kartu tarot tidak berbohong. "TIDAAAAK!! MAAAAMAAA!", jeritku sambil memeluk mama.

Tiba-tiba..

"Nita! Nita!", teriak seorang perempuan di dekat telingaku sambil mengguncang tubuh aku. Aku kaget. Aku melihat keadaan sekitarku. Aku tertidur di sebelah mama aku di kamar tempat dia di opname.

"Nita, kamu bermimpi", kata mamaku sambil tersenyum ke arahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!