Oleh: Idawati
*Happy Birthday To You*
"Xie xie guang ling!" (Terima kasih atas kunjungannya!)
Casly menghembuskan napas lega ketika pengunjung terakhir meninggalkan cafe. Diliriknya jam dinding. Pukul delapan malam.
Gadis remaja itu bergegas berberes. Tanpa banyak bicara ia mencuci peralatan makan yang kotor. Dilepasnya celemek yang dikenakannya ketika semua sudah selesai.
"Lao ban (Bos), saya pulang dulu," pamitnya pada Paman Hu pemilik cafe itu.
"Dai huir (tunggu)," Paman Hu memanggil sambil mengulurkan sebuah amplop. "Ini gajimu minggu ini, ditambah lembur," jelasnya melihat wajah Casly yang kebingungan karena belum saatnya gajian. "Lebih awal ™sedikit, tak mengapa."
Senyum di wajah Casly pastinya begitu menyentuh, hingga Paman Hu berkata lagi,"Ada sisa satu cake strawberry. Kalau kamu suka, ambillah."
Tuhan pasti menyayangiku. Casly duduk diam di bus sambil memangku tas dan bungkusan kecil berisi strawberry cake-nya. Sudah lama ia tidak makan cake. Bukan tak mampu, tapi ia merasa sayang menghabiskan 350 NT* untuk sepotong kue. Tiga ratus NT kalau dikirim balik ke tanah air, lumayan. Hampir seratus ribu rupiah.
Bus berhenti di halte dekat tempat kost-nya. Casly memasukkan uang ke kotak yang tersedia, lalu beranjak turun. Malam mulai pekat. Ia merapatkan jaketnya, berlari kecil menuju telepon umum.
Cling, cling, cling. Tiga kali ia memasukkan uang logam. Satu untuk setiap menitnya. Ketika didengarnya suara di seberang menyapa 'halo', ia tersenyum lebar.
"Halo? Lisa?"
"Kak Casly!" Girang betul suara adiknya. Tidak hanya itu, di belakang terdengar suara riuh rendah, seperti di tengah pesta. "Selamat ulang tahun!"
Casly tertawa senang. "Thank you! Kamu di mana?"
"Sedang ikut festival ulang tahun Jakarta! Bagus sekali, Kak! Sayang Kakak tidak di sini!"
Bibir Casly membentuk segaris tipis. "Ya... Apa boleh buat."
"Kak, lusa aku harus bayar uang sekolah... Mama juga butuh uang untuk dapur...."
"Ya, uangnya sudah siap." Casly lagi-lagi bersyukur Paman Hu menggajinya lebih awal. "Besok pagi Kakak kirim."
Tit, tit, tit. Telepon berbunyi, memperingatkan. Casly buru-buru mengucapkan selamat jalan. Ia terlalu pelit untuk memasukkan koin lagi. Lumayan untuk naik bus besok.
Ah, Jakarta. Kota kelahirannya. Sudah dua tahun ia tinggalkan untuk mencari uang di negeri ini. Parasnya yang oriental menyulitkan polisi untuk mengenalinya sebagai tenaga kerja gelap. Ia kerja apa saja. Menjadi pelayan rumah makan, cafe, membersihkan rumah orang di hari tertentu, melipat tisu, memasukkan sumpit ke plastik... Apa saja yang bisa menghasilkan uang untuk dikirim kepada keluarganya.
Sesungguhnya, ia rindu pulang. Meski Taipei News mengabarkan Jakarta baru saja dinobatkan sebagai kota termacet di dunia, ia rela menukar apa saja untuk merasakan panasnya naik angkot dan kejar-kejaran dengan bus kota yang tidak setertib di sini. Ia kangen gado-gado, ketoprak, dan gorengan yang suka mangkal di gang depan rumahnya. Ia mendambakan menghirup udara malam sambil duduk-duduk di atap rumahnya, memandang langit yang tak pernah menunjukkan bintang, sambil berharap ayahnya masih ada, ikut menemaninya di sebelah.
Dengan hati-hati, Casly menyalakan sebatang korek api di atas strawberry cake-nya. Ketika lampu kamar dipadamkan, ia bernyanyi dalam gelap seorang diri.
"Happy Birthday to me..."
Ia, Casly, umur 16 tahun, adalah tulang punggung keluarga.
"Happy Birthday to me..."
Ia, Casly, tidak bisa pulang. Tidak serkarang, tidak peduli bagaimanapun ia menginginkannya.
"Happy Birthday, Happy Birthday..." Casly tersenyum mengingat kota kelahirannya. Jakarta juga berulang tahun hari ini. Sama seperti dirinya. Ditiupnya korek api yang sudah hampir habis terbakar itu.
"Semoga tahun depan aku bisa bertemu kamu," bisiknya.
"Happy birthday, to you..."
----------
Ket:
*uang Taiwan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!