Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 28 Agustus 2010

First Line: Telepon

Oleh: chaste (http://verychaste.blogspot.com/)

Dia baru pulang dan ketakutan ketika mendengar telepon itu berdering. Nafasnya tercekat dan kunci rumahnya tergelincir dari tangannya yang, harusnya tadi, tidak berkeringat, tapi mendadak terasa licin. Panik ia meraba-raba dinding dan menyalakan lampu, kemudian memungut kunci rumahnya. Telepon itu tidak berhenti berdering. Kunci itu berputar-putar resah di tangannya dan matanya tak bisa berhenti melirik panik. Entah teleponnya yang memang antik atau pertanyaan siapa gerangan yang menelepon malam-malam begini, ia tidak tahu mana yang membuatnya lebih gelisah. Ia melangkah maju, berpikir untuk tidak menghiraukan saja, tapi baru dua langkah ia sudah ragu.



Ia tidak akan bisa tidur dengan telepon yang berdering terus-terusan.


Diputuskannya untuk mengangkat telepon itu meski bayangan dari kejadian malam lalu melintas-lintas di benaknya. Bulu kuduknya berdiri tanpa diminta.



“Halo?”



Ia mencicit, ia tidak sadar.



“Ha—“



Tut tuut tut.



Rasanya ia mau pingsan dan lari ke kamarnya saja, menyalakan radio dengan volume tertinggi dan tidur dengan bantal menutupi kepala.



Kali ketiga dan kalau besok masih juga, ia putus sambungan teleponnya.

1 komentar:

  1. nice story! hehe, bikin penasaran. siapa yang nelfon? kenapa dia jadi takut sama telfon? ada kejadian apa? ;) bikin pembaca jadi mengira2 sendiri, hehehe ... like this!

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!