Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 16 Agustus 2010

Lean On Me, Brother ( terinspirasi dari lagu Lean On Me – Glee Cast )

Oleh : Kartika Yuniarti
http://www.kartikayuniarti.blogspot.com/


Dari dulu aku, kak Agni, dan mamah merasa ada yang aneh pada Dhiqi. Sejak kecil, Dhiqi terlalu lembut untuk ukuran anak laki-laki normal. Sejak kecil, Dhiqi terlalu rapih jika dibandingkan dengan anak laki-laki lainnya. Sejak kecil, Dhiqi… sedikit lebih feminim dari seharusnya.

Ah, tidak, jangan salah sangka. Kami sekeluarga sangat menyayangi Dhiqi. Kami percaya Allah menggariskan nasib terbaik untuk hamba-hambaNya, dan kami percaya apapun yang terjadi, itu pasti yang terbaik.

Kami sangat menyayangi Dhiqi. Sangat. Seperti apapun dia, bagaimanapun dia, kami sayang dia. Kami menerima Dhiqi apa adanya. Sayangnya, lingkungan sekitar masih terlalu kolot untuk memahami bahwa setiap manusia itu diciptakan sempurna oleh-Nya. sayangnya dunia di luar keluarga kami masih tidak dapat menerima Dhiqi.

*

Malam ini seperti malam-malam biasa bagiku. Persiapan UAN dan ujian masuk perguruan tinggi membuatku harus pulang cukup larut, dan saat sampai rumah aku merasa sangat lelah. Seperti biasa, aku memutuskan mandi dan bersiap untuk tidur, agar nanti jam 2 pagi aku bisa bangun lagi untuk belajar lagi. ya, belajar. UAN tinggal 47 hari lagi.

Setelah mandi dan selesai membuat susu hangat, aku menengok Dhiqi dikamarnya. Biasanya aku menemukan dia sedang belajar sambil mendengarkan Ipodnya, atau terkadang dia sudah tertidur pulas. Tapi tidak malam ini. Saat aku membuka pintu dan melongok ke dalam kamar, Dhiqi sedang duduk di pojok kasur, dan terlihat begitu... sedih.

”Mas Dhiqi, belum tidur?” tanya ku sambil duduk di sampingnya.

”Eh, kak Tiara. Udah pulang kak?” aku menemukan kekagetan dan ketidaknyamanan dari gestur tubuh Dhiqi.

“Iya, kakak baru aja pulang. Kamu kenapa? Dinakalin lagi sama Rayen?” tanya ku, bermodalkan sok tau. Biasanya adik bungsuku, si Rayen, gemar sekali membuat Dhiqi kesal. Dhiqi diam saja, masih menunduk.

”Kalo tadi Rayen nakalin mas Dhiqi, maafin Rayen ya mas, Rayen kan masih kecil.”
”Bukan karena Rayen kak,” kata Dhiqi pelan, tetap menunduk. Aku diam, menunggu. Aku tau masih ada yang terganjal di tenggorokannya.

“Dhiqi… nyukain orang kak.”

“Wah, bagus dong? Coba deketin deh, mas. Siapa tau orang itu suka juga sama mas Dhiqi.” Kataku berusaha menyemangati Dhiqi. Ah, ternyata masalah cinta. Adik laki-laki ku mulai remaja ternyata. Tapi entah kenapa, Dhiqi terlihat makin sedih. Apakah ada yang salah dengan perkataanku barusan?

”Orang yang Dhiqi sukain namanya Bani kak, dia ketua kelas Dhiqi.”
Napas ku terasa mendadak terasa begitu berat.

*

Sejak hari itu entah kenapa Dhiqi medadak menjadi tertutup pada kami. Dia gemar sekali mengunci diri di kamar, menolak bersosialisasi dengan kami lagi. Tidak ada lagi Dhiqi yang gemar bernyanyi mengikuti melodi di Ipod kesayangannya. Bahkan Ipodnya tergeletak begitu saja dikamarku. Beberapa kali Rayen bahkan diusir keluar saat ingin mengajaknya bermain. Beberapa kali aku mencoba mengecek dia sesaat sebelum tidur seperti biasanya, tetapi sekarang kamarnya dikunci dari dalam. Dhiqi membuat semua orang bingung dan khawatir.

Akhirnya tanpa sengaja aku menemukan alasan kenapa Dhiqi bersikap seperti itu. Hari itu aku pulang cepat, tidak ada jadwal bimbingan belajar, dan entah kenapa malas untuk bermain ke rumah Vanny dulu seperti biasa. Sesampainya di rumah, aku berpapasan dengan Dhiqi yang baru keluar dari kamar mandi. Aku pun melihat bercak memar kebiruan di lengan Dhiqi. Sadar bahwa aku sedang melihat kearahnya, Dhiqi mempercepat langkahnya. Buru-buru aku menahan dia.

“Mas, ini kenapa?” tanya ku sambil menunjuk kearah memar tersebut. dan horornya, dari jarakku sekarang, aku menemukan beberapa bercak memar di sekitar punggung dan dadanya, serta ada juga di kakinya.

“INI SEMUA KENAPA MAS?!! SIAPA YANG MUKULIN KAMU?”

Dhiqi menunduk, dan setetes air jatuh di punggung tangan ku. Aku memeluk Dhiqi, dan berusaha menahan emosi.

”Mas, ini siapa yang bikin kamu kayak gini? Jangan bilang kamu jatoh, kak Tiara tau bedanya mas,” tanya ku, lebih lembut. Dhiqi mulai berhenti menangis. Aku usap bekas airmatanya, dan menunggu Dhiqi menjawab. Lama Dhiqi diam, dan aku menemukan sendiri jawabannya.

“Mas, jujur sama kak Tiara ya, yang mukulin kamu... Bani?”

Dhiqi mengangguk. Napas ku lagi-lagi terasa berat. Saat Dhiqi beranjak dan mengunci dirinya lagi dikamar, aku tidak bisa mencegahnya.

*

Beberapa hari kemudian, Dhiqi pelan-pelan kembali membuka diri. Tapi semua orang bisa melihat, Dhiqi sekarang menjadi begitu pendiam. Ipodnya mulai dia dengarkan lagi, tapi dia terdiam dan tatapannya kosong. Ajakan main Rayen selalu diabaikan. Tidak ada lagi Dhiqi yang enerjik dan ceria yang gemar bernyanyi dirumah ku.
Satu bulan kemudian, pengumuman UAN dan ujian masuk perguruan tinggi pun keluar. Alhamdulillah aku lulus SMA dan juga lulus di universitas pilihanku, di jurusan yang sudah aku impikan dari kecil. Sayangnya universitas ku jauh di Bandung. Oke, coret. Jatinangor. Memang hanya butuh 3 jam untuk sampai rumah, tapi entah kenapa aku merasa seperti akan pindah jauh dan tidak akan kembali.

Sehari sebelum kepindahanku, aku diam-diam mengambil Ipod Dhiqi dan memasukkan satu lagu. Semoga semoga besok lagu itu lagu pertama yang dia dengarkan. Keesokan harinya, setelah shalat subuh, aku berangkat ke Bandung, ah iya, coret, Jatinangor maksudku, untuk mulai ngekos karena hari seninnya aku harus mulai mengikuti prosesi OSPEK. Yeah rite. OSPEK. Sendirian. dikaki gunung yang jaraknya ribuan juta kilometer dari rumah. Itu namanya pembunuhan pelan-pelan (lebay dangdut kumat. Efek mau pisah dari keluarga). Di mobil, aku memasang Ipod dan bersiap tidur, memeluk guling kesayangan yang sengaja aku bawa. Mendadak HP ku berbunyi. Dhiqi.

“Assalamualaikum, mas. Ada apa?”

“Waalaikumsalam kak. Kak Tiara udah berangkat ya?”

“Iya mas. Tadi kakak gak tega bangunin mas Dhiqi buat pamit. Minggu depan kakak pulang lagi kok.”

”Hati-hati ya kak. Dhiqi sayang kak Tiara.”

Mataku berkaca-kaca mendengarnya. Tenggorokanku tercekat. Entah kenapa rasanya aku seperti tidak akan bertemu dengan Dhiqi lagi.

*

Dua bulan aku menjadi mahasiswa. Dua bulan itu aku ternyata tidak pernah bisa pulang ke rumah. Setiap hari aku sempatkan diri menelpon rumah, menanyakan kabar keluarga. Alhamdulillah mamah selalu menjawab semua baik-baik saja. Aku sedikit tenang.

Malam ini, tengah malam, aku mendadak terbangun karena HP ku begitu berisik. Ternyata hanya ada satu sms. Dasar HP lebay. Sms itu dari Dhiqi

Kak tiara. Maaf ya kalo Dhiqi punya salah
Maaf kalo Dhiqi cuma bikin malu kak Tiara, bikin
malu keluarga. Maafin Dhiqi ya kak. Dhiqi sayang kak Tiara.

sender : d h i q i ♥

Buru-buru aku telpon Dhiqi. Sayangnya sepertinya HP nya langsung dia matikan, karena aku hanya tersambung ke voice mail dia. Malam itu aku tidak bisa tidur. Begitu pagi, aku buru-buru menelpon rumah, minta bicara dengan Dhiqi. Tapi Dhiqi sudah berangkat. Hari itu aku benar-benar tidak tenang.

Menjelang siang, nomer Dhiqi menelponku. Ternyata orang lain yang menelpon, karena nomerku ada di speed dial Dhiqi. Orang itu mengabarkan bahwa dia menemukan Dhiqi babak belur dan berdarah-darah disemak-semak dekat rumahnya. Sekarang Dhiqi di ICU, kritis. Aku lemas dan hampir tidak bisa bernapas. Adikku masih di bully teman-temannya. Ah, mereka bahkan tidak pantas disebut teman. Mereka… bahkan tidak pantas mengaku sebagai pelajar yang berpendidikan.

Dengan gagap aku berterima kasih, sedikit bersyukur adikku ditemukan orang baik yang ternyata masih ada di bumi ini. Setelah itu, aku berusaha mengabari rumah. Tidak ada yang menjawab telpon ku. Aku telpon kak Agni, tidak juga diangkat. Aku telpon mamah, juga tidak diangkat. Hampir aku menelpon papah, untungnya aku ingat papah sedang tidak dirumah. Jantung papah bisa kumat jika tau keadaan Dhiqi sekarang.

Beberapa menit kemudian, kak Agni menelpon. Dia mengabari bahwa dia sudah berada di rumah sakit tempat Dhiqi dirawat. Katanya Dhiqi meninggal. Aku benar-benar lemas. Kak Agni menyuruhku untuk segera pulang dan mematikan telpon. Setelah telpon ditutup, aku merasa antara sadar atau tidak.

Aku masih tidak percaya, adikku, adikku yang selalu baik pada semua orang, yang ceria, yang selalu mengalah pada Rayen, yang selalu sabar menghadapi aku dan kak Agni yang begitu absurd sudah tidak ada. Adikku, yang tidak pernah menyalahkan siapa-siapa atas keadaannya, yang pasrah dan sangat sabar menerima perlakuan yang sering kali buruk dari sekitarnya. Padahal dia bisa saja menyalahkan aku yang sakit parah saat mamah mengandung dia sehingga mamah over stress dan lupa menjaga kandungannya. Padahal dia bisa saja menyalahkan papah yang jarang ada dirumah dan membuatnya tidka memiliki figure lelaki untuk ditiru. Padahal dia bisa saja menyalahkan mamah yang bisa-bisanya lupa makan makanan bergizi selama hamil dia. tapi dia tidak melakukannya. Dia selalu bilang, semuanya terjadi pasti sudah yang terbaik. Ah, adikku memang orang paling baik yang pernah aku kenal.

So just call (call) on me brother (hey)
when you need a hand (When you need a hand)
we all need (need) somebody to lean on!
(I just might have a problem)
I just might have a problem that you'll understand
we all need somebody to lean on!

Aku tersentak saat menyadari lagu yang sedang terputar di Ipod ku. Lagu ini. Lagu yang diam-diam aku masukkan ke Ipod Dhiqi, dengan harapan dia mengerti maksudku dan tidak ragu-ragu untuk ”bersandar” pada ku, atau pada siapapun di keluarga kami. Lagi-lagi, aku hanya bisa menangis. Semoga tidak ada anak baik lain yang bernasib seperti Dhiqi. Somoga. Amin.

2 komentar:

  1. Overall bagus,ceritanya cukup mengena,sedih, pas juga sama lagunya.
    Tp sepertinya ada yang kurang diendingnya...kurang panjang.hehe jd lebih detail lagi masalah Dhiqi yang sebenernya(di reveal gitu di endingnya),walaupun pembaca udah ada tebakannya tp lebih dramatis aja kl gitu..hehe. ^^v

    BalasHapus
  2. waah. makasih ya vivi :)
    ini bikinnya kilat, maaf kalo ada kurang
    lain kali diperbaiki pasti deh
    makasih banyak :)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!