Oleh: MaseMisse
http://mase-arif.tumblr.com
@masemisse
Dari jarak sekitar 20 meter, kulihat perempuan muda itu lari-lari kecil keluar dari balik gang sempit, terlihat terburu-buru seakan sedang memburu sesuatu yang tak akan rela terlepas darinya.
Dia mengenakan kaos oblong warna putih yang sedikit belel dan celana pendek yang sudah terlihat usang.
Sekedip mata, perempuan muda itu sampai didepanku, Den dan Nok. Terlihat nafasnya masih tersengal-sengal, namun raut mukanya terlihat pancaran sinar keceriaan yang tersimbol dari senyuman kecil yang terselip di engahan-engahan nafasnya.
"Sudah pesan semua?" Perempuan itu menatap dan bertanya padaku.
"Sudah, Yu." Jawabku singkat.
"Yayu bawa uangnya?" Tanyaku balik
.
"Iya, tenang saja. Ayo makan, nanti yayu yang bayar."
Aku, Den dan Nok memang sedang makan bakso kuah yang dijual oleh abang tukang bakso keliling yang biasa lewat di jalan depan gang rumah kami. Kami menunggu Yayu, panggilan kakak perempuan kami, yang membawa uang untuk membayar bakso yang kami makan.
Karena kemiskinan kami dan tas permintaan adik-adiknya, yaitu ingin se-sekali makan bakso kuah, maka Yayu sebelumnya mencari batang-batang pohon kering di kebun mangga di kampung tetangga, lalu menjualnya ke orang-orang yang memasak menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya. Tidak seberapa memang, tapi hasil kerja keras yayu tersebut bisa membayar 3 mangkok bakso kuah, yang sebenarnya masing-masing porsi hanya setengah porsi normal.
Kamipun makan dengan lahap. Ekspresi kebahagiaan kami tak kalah dengan kenikmatan rasa bakso itu sendiri.
"Yayu gak pesen baksonya?" Tanyaku pada Yayu, tanpa melihat wajahnya, karena aku sibuk menikmati enaknya bakso kuah yang kumakan.
"Ah, gak usah..biar Yayu nyicip aja sedikit-sedikit dari kalian..."
Yayu mendekatiku dan berjongkok dihadapanku. Kulirik sedikit tangan yayu, kedua telapak tangannya memerah dan ada beberapa goresan di tangan-tangan kecilnya tersebut.
"Wan..bagi yayu satu biji baksonya ya..yang kecil saja.." Kuberikan sendok yang kupegang, lalu kuberikan ke Yayu.
"Ini Yu.."
Yayu menciduk satu biji bakso yang dianggapnya paling kecil, lalu memasukkan biji bakso terkecil itu kedalam mulutnya.
"Wah, enak ya..." Sembari mengunyah, Yayu bergumam, memandangku sesaat disertai sedikit simpul senyuman dibibirnya.
Aku tersenyum.
"Dek Mad, bagi Yayu sedikit mi-nya ya..." Bergeser sedikit Yayu dari hadapanku dan mengarahkan badan dan pandangannya ke Gun.
"Ambil aja Yu..."
Diciduknya mi itu secukupnya sesuai ukuran mulutnya.
"Lezaatt..." Gumam Yayu.
Terakhir Yayu bergeser ke arah Nung, "dik Nung, bagi kuahnya ya sedikit..."
"Jangan yu...aku aja masih kurang.." Digeser tubuhnya sedikit berpaling dari yayu, sehingga mangkuk berisi bakso kuah itu agak menjauh dari jangkauan yayu.
Aku menoleh mendengar jawaban dik Nung dan kulihat ekspresi Yayu. Bukan kekecewaan yang kulihat dari ekspresi muka yayu, melainkan sebuah senyuman kecil, sebuah senyuman yang terlihat menenangkan dan melegakan bagi siapapun yang melihatnya.
"Ya sudah, kamu makan saja yang enak ya..." Diusapnya kepala Dik Nung dengan lembut.
"Ini yu, cicipin punyaku saja.." Tawarku.
"Tidak usah..yayu udah cukup nyicipin-nya..kalian nikmatin aja ya.."
Yayu berdiri kemudian menghampiri tukang bakso.
"Berapa bang semua jadinya?" Tanya yayu kepada si tukang bakso.
"100 perak aja neng.."
Kulihat yayu merogoh kantong sakunya, dan mengeluarkan beberapa uang koin lalu menyerahkan ke abang tukang bakso.
"Makasih ya bang.."
"Sama-sama neng.."
Lalu dia menghampiri kami kembali. "Setelah habis makan baksonya, kita pulang ya..." Senyuman menyejukkan itu kembali kulihat diraut wajah Yayu.
"Siiaaapp..." Aku, Den dan Nok menjawab bersamaan, sembari melahap sisa bakso di mangkok kami masing-masing.
"Terimakasih Yu...", hatiku berbisik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!