Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Senin, 16 Agustus 2010

Tanda kangen

Oleh: Chacha
http://meracau.tumblr.com/

Mas

Begitu tulismu di halaman pertama Buku Ilmu Manajemen yang kau berikan padaku. Waktu aku menelponmu dan bertanya mengapa kau menuliskan kalimat itu di halaman depan buku, kau menjawab, “Iya, kan belajar dengan rasa kangen itu enak, Asti.” Aku tersenyum malu walau kau tak lihat. Aku senang kau memberikan cinta dengan cara yang berbeda dalam setiap hari-hari kita. Tak pernah sama, selalu penuh kejutan.

Hari lainnya, kau datang tiba-tiba dengan motor hitam Honda Tigermu yang selalu bersih dan gagah. Motor yang selalu kau banggakan dan kau anggap kekasih dalam bentuk yang lain. Motor yang selalu membuatku terasa cantik dan indah bila duduk di atasnya dengan tangan melingkar memeluk pinggangmu.

“Mau kemana kita, mas?” tanyaku dengan perasaan bingung karena kau mengajakku pergi tetapi pakaianmu seperti orang mau mencangkul. Kau mengatakan, “Sudahlah, ayo ikut saja, pasti kita akan bersenang-senang.” Ternyata kau membawaku ke Bungurasih, terminal bis terbesar di perbatasan kota Surabaya dan Sidoarjo Jawa Timur yang memang menjadi terminal bis antar kota. Kau memarkir motormu, lalu mengajakku bergegas untuk masuk ke dalam terminal dan segera membeli karcis di loket. Rupanya kau mengajakku jalan-jalan ke Malang naik bis paling kampung yang pernah kucoba. Kita akhirnya menyebut bis golongan itu sebagai bis Astagfirullah. Ingatkah mas, mengapa kita membuat sebutan itu? Ya, aku yakin kau ingat seperti aku mengingatnya dengan jelas. Karena bis itu selalu melaju dengan sangat kencang dan membuat semua penumpang di dalamnya bergoyang ke kiri dan ke kanan sambil mengucap Astaghfirullah.

Kita naik bis tujuan Malang untuk berjalan-jalan tanpa tujuan pasti. Ah, bukan ke Malang sebenarnya, tapi jalan-jalan ke terminal bis di Malang tepatnya. Kita hanya turun sebentar, membeli kacang dan minuman, lalu kita mencari lagi bis arah kembali ke Surabaya dan pulang. Perjalanan yang aneh tetapi aku sangat menikmatinya. Aku sangat menyukainya dan sejak saat itu perjalanan yang sama sering kita lakukan untuk kota-kota yang berbeda. Jombang, Nganjuk, Tulungagung, bahkan Situbondo dan Ketapang.

Aku juga ingat, suatu saat kita turun di pantai Pasir Putih dan menyewa perahu untuk membawa kita ke tengah laut, melihat salah satu bagian dasar laut yang indah. Saat di tengah laut, tiba-tiba kau berdiri dan mengatakan, aku ingin menciummu di tengah laut, untuk pertama kalinya. Kita berciuman untuk pertama kalinya, lupa kalau ada pemilik perahu yang bersama kita. Bibirmu hangat menyentuh bibirku, rasanya tak dapat kulupa sampai hari ini.

Kita sering berbicara di telepon berjam-jam di malam hari, walaupun sudah bertemu di siang hari. Entah apa saja obrolan kita, yang pasti semuanya terasa tak ada habisnya. Aku pikir kita memang cocok. Aku menganggap kau adalah kiriman terbaik Tuhan untukku.

Apakah kau juga ingat, pagi hari saat aku berulang tahun tiba-tiba kau menghilang. Kau entah dimana dan aku panik mencarimu. Ternyata di siang harinya kau datang dan mengajakku untuk segera berkemas karena pesawat yang membawa kita ke Bali akan berangkat 2 jam lagi. Ya! Kau mengajakku ke Bali hanya untuk merayakan ulang tahunku dan kemudian kembali lagi di hari yang sama. Ah, kau sungguh gila. Kau memang selalu penuh kejutan dan aku suka. Aku juga tahu kalau kau tahu aku suka.

Aku mencintaimu mas, bahkan sejak hari pertama kita bertemu di kantor kita. Katamu waktu itu, aku menyenangkan. Kita berbincang-bincang panjang mulai hari pertama, bahkan sampai lupa kalau sudah waktunya pulang kantor. Aku pun tahu, kau juga menyukaiku sejak hari pertama itu. Kurasa kita memang cocok dan saling cinta.

Kita sepakat untuk saling menjaga satu sama lain. Kita sepakat untuk tidak saling menyakiti. Bahkan kita sepakat untuk selalu bersama.

Aku menelponmu saat itu. Tiba-tiba aku merasa, aku kangen sekali dan ingin ada di dekatmu. Kau mengatakan, kau tidak dapat menjemputku karena kau sedang sibuk dengan pekerjaanmu. Akhirnya hari itu kita tidak bertemu tetapi kau menjanjikan waktu lain untuk bisa bersama denganku.

Esok harinya kau datang ke rumahku di sore hari. Kali ini dengan mobil Honda Altis biru lautmu. Kau rapi sekali, tubuhmu sangat wangi. Walaupun memang kau selalu wangi, tapi menurutku hari itu kau sangat berbeda. Kau juga terlihat sangat pendiam, aku tak tahu ada apa. Kau mengajakku untuk pergi. Aku bertanya-tanya dalam diriku, kejutan lain apa lagi yang akan kau berikan padaku. Kuturuti keinginanmu untuk segera pergi, seperti ajakan-ajakanmu yang lain. Tetapi ternyata kita tidak kemana-mana, kita hanya putar-putar kota dan aku merasa hari itu kau sangat diam. Sudah tiga kali kita putar di jalan yang sama dan kau tak juga bicara. Aku tak sabar, lalu kutanyakan mengapa. Kau menjawab dengan lirih, “Asti, aku mencintai wanita lain. Aku sudah melamarnya dan kita akan menikah bulan depan. Maafkan aku Asti, aku tidak bisa setia. Dia begitu memesona dan hadir setiap hari di depanku. Sementara kamu, sangat jarang dapat kuraih. Aku tidak menyalahkanmu Asti, karena aku tahu kau juga berhak untuk mengejar impianmu. Tapi rasanya aku tak sanggup menunggu. Maafkan aku. Kita masih bisa bersahabat dan menjadi kakak adik, Asti.”

Aku tidak ingat dengan jelas apa yang aku katakan dan lakukan saat itu setelah mendengar ceritamu. Yang pasti, kejutanmu saat itu benar-benar membuatku sangat terkejut. Aku marah, aku kecewa, aku sedih, aku merasa terhina entah kenapa. Aku merasa kau tak lagi ada harganya. Seingatku, aku minta turun di jalan dan berlari pulang tanpa menghiraukanmu yang menyusulku sampai ke rumah untuk meminta maaf. Aku menolak menemuimu. Kukirim Bik Nah untuk mengatakan kepadamu bahwa aku tidak ingin diganggu. Kukira percakapan kita tidak ada gunanya lagi, jadi tak lagi ada gunanya juga kita bertemu. Hari itu menjadi hari terakhir kita bertemu.

Aku masih sering mendengar kabarmu dari teman-temanku. Mungkin kau begitu juga, aku tak tahu. Aku pun akhirnya tahu bahwa kau menikah dengannya dan memiliki 2 orang anak yang lucu-lucu. Sementara aku, masih dengan kesendirianku, entah sampai kapan. Aku masih belum dapat membuka hatiku untuk orang lain entah karena apa. Kurasa sakit itu begitu membekas tanpa kusadari dan aku tak sengaja jadi menikmatinya.

Hari ini, mas, tujuh tahun sudah berlalu sejak pertemuan terakhir kita. Salah seorang sahabatmu datang ke rumahku tadi pagi. Dia bercerita kalau kau mengalami kecelakaan saat kau pulang dari sebuah perjalanan dinas dan kau harus pergi untuk selama-lamanya. Aku datang, mas, aku datang untuk melepas kepergianmu. Aku datang dengan tetap membawa rindu. Kupandangi jenazahmu dan ada getaran yang aneh di dalam dadaku. Ternyata, dalam kekecewaan dan kebencianku padamu, aku masih menyimpan rasa itu. Ah, begitu lamanya rasa ini bersemayam di dalam dadaku.

Adikmu, Setya, datang menghampiriku. Dia berkata, “Mbak Asti, ini barang-barang mas Sandy. Dia bilang, barang-barang ini harus diserahkan kepada Mbak Asti entah bagaimana caranya. Untunglah Mbak Asti bersedia datang kesini, terima kasih banyak ya mbak. Saya akan menghubungi mbak nanti.” Aku mengangguk dan mengambil kotak yang diserahkan Setya. Tak lama, aku segera pamit pulang.

Dalam kamarku, kotak yang diberikan Setya kepadaku mulai kubuka. Ternyata berisi surat-surat Mas Sandy untukku yang tak pernah dikirimkannya. Kubuka dan kubaca suratnya satu persatu. Mas Sandy ternyata sudah bercerai. Pernikahannya berumur 3 tahun saja. Istrinya selingkuh dan pergi meninggalkan dia serta anak-anak. Dalam suratnya, Mas Sandy menyesal membuatku kecewa dan marah saat itu. Dia meminta maaf dan berniat memperbaiki segalanya.

Akhirnya aku sampai di surat terakhir. Ditulis dengan tulisan tangan yang sudah tidak karuan, seperti ditulis sangat terburu-buru dan tidak dalam kondisi yang baik. Mungkin kau menulisnya setelah kecelakaan itu terjadi.

Tolong rawat anak-anakku.
Aku tahu kamu mampu.
Aku mohon.

Sandy.

Mas, kau selalu berhasil membuatku terkejut.

2 komentar:

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!