Oleh: Ramadhan, Aditya
Dia yang akan tersenyum lebih lebar saat kau bahagia
Dia yang akan menangis lebih deras ketika air matamu mendera
Sahabat...
Tuhan mengirim malaikat tak hanya untuk meniupkan ruh pada rahim ibuku. Menentukan kapan ajalku, bagaimana rezekiku dan siapa istriku. Pada 120 hari itu, aku yakin Dia juga tidak lupa menentukan kaulah sahabatku.
Teka - teki Tuhan memang tak pernah bisa kupecahkan. Aku hanya bisa menerima hasil dari semua masalah yang kukeluhkan. Dan, belajarlah untuk selalu percaya mulai saat ini. Bahwa Ia pasti akan selalu memberikan yang terbaik bila kau tak pernah melupakannya.
Sepertimu, kau terbaik yang dipilihkan Tuhan untukku.
***********************
Sahabat, adalah seorang yang bisa melihat air mata pada senyum palsu di wajahmu. Tak perlu kau bercerita ia sudah tahu kau terluka. Tanpa perlu kau minta bahunya selalu terbuka untuk menampung air mata.
Dialah yang diam - diam menyeleksi seorang yang kau suka baik untukmu atau tidak. Bukan dia tak percaya pada pilihanmu. Tapi karena hatinyalah yang akan lebih terpukul saat ia tahu seseorang telah menyakitimu.
Dia seperti ozon yang rela tersengat matahari agar sinarnya tak terlalu menyakiti bumi. Rasa perihnya semata hanya untuk senyum kita.
Dia yang selalu berteriak di belakang saat kaki ini lelah untuk melangkah. Semangati langkah kaki menuju mimpi. Karena ia percaya sahabatnya mampu menaklukan mimpi.
Senyumnya yang pertama untukmu di hari kemenanganmu. Tepuk tangannya paling keras diantara pendukungmu.Tapi tak akan ia memujimu.
Bukan, bukan karena ia tak suka dengan kemenanganmu. Semata hanya ia tak ingin melambungkan hati sahabatnya menjadi tinggi, tak ingin kau cepat puas, dan ingin kau bekerja lebih keras meraih mimpi.
Ia bukan matahari yang terang - terangan menyinari bumi, ia hanya seperti Sirius di Canis Major, Canopus di Carina atau Arcturus di Booties. Sembunyi - sembunyi memberikan cahayanya di malam hari. Hanya sebagai titik putih tak berarti dibanding matahari, namun sejatinya mereka lebih terang yang membuat matahari iri.
Demi apapun aku tak mau kehilangan itu.
Untuk Sahabatku.
Jakarta, 29 April 2010
Dia yang akan menangis lebih deras ketika air matamu mendera
Sahabat...
Tuhan mengirim malaikat tak hanya untuk meniupkan ruh pada rahim ibuku. Menentukan kapan ajalku, bagaimana rezekiku dan siapa istriku. Pada 120 hari itu, aku yakin Dia juga tidak lupa menentukan kaulah sahabatku.
Teka - teki Tuhan memang tak pernah bisa kupecahkan. Aku hanya bisa menerima hasil dari semua masalah yang kukeluhkan. Dan, belajarlah untuk selalu percaya mulai saat ini. Bahwa Ia pasti akan selalu memberikan yang terbaik bila kau tak pernah melupakannya.
Sepertimu, kau terbaik yang dipilihkan Tuhan untukku.
***********************
Sahabat, adalah seorang yang bisa melihat air mata pada senyum palsu di wajahmu. Tak perlu kau bercerita ia sudah tahu kau terluka. Tanpa perlu kau minta bahunya selalu terbuka untuk menampung air mata.
Dialah yang diam - diam menyeleksi seorang yang kau suka baik untukmu atau tidak. Bukan dia tak percaya pada pilihanmu. Tapi karena hatinyalah yang akan lebih terpukul saat ia tahu seseorang telah menyakitimu.
Dia seperti ozon yang rela tersengat matahari agar sinarnya tak terlalu menyakiti bumi. Rasa perihnya semata hanya untuk senyum kita.
Dia yang selalu berteriak di belakang saat kaki ini lelah untuk melangkah. Semangati langkah kaki menuju mimpi. Karena ia percaya sahabatnya mampu menaklukan mimpi.
Senyumnya yang pertama untukmu di hari kemenanganmu. Tepuk tangannya paling keras diantara pendukungmu.Tapi tak akan ia memujimu.
Bukan, bukan karena ia tak suka dengan kemenanganmu. Semata hanya ia tak ingin melambungkan hati sahabatnya menjadi tinggi, tak ingin kau cepat puas, dan ingin kau bekerja lebih keras meraih mimpi.
Ia bukan matahari yang terang - terangan menyinari bumi, ia hanya seperti Sirius di Canis Major, Canopus di Carina atau Arcturus di Booties. Sembunyi - sembunyi memberikan cahayanya di malam hari. Hanya sebagai titik putih tak berarti dibanding matahari, namun sejatinya mereka lebih terang yang membuat matahari iri.
Demi apapun aku tak mau kehilangan itu.
Untuk Sahabatku.
Jakarta, 29 April 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!