TIGA KEGAGALAN
1997
Anak itu bernama Triani. Setelah berumur 6 tahun, Tri mulai tinggal bersama orang tuanya, karena sebelumnya ia tinggal bersama neneknya di kampung. Komplek Ciparay Indah dimana ia berada sekarang. Orang tuanya pun menyekolahkannya di sekolah terdekat, Sekolah Dasar Cipongporang, cukup dengan berjalan kaki untuk mencapainya.
Di sekolah itu ia mulai mencoba berteman dengan anak-anak yang lain. Tapi ia pendiam, sehingga ia sulit untuk mengajak anak yang lain. “Halo, namaku Ariani.” dengan disertai senyuman dan uluran tangan anak itu menghampiri Tri. Dengan malu-malu Tri menyambut tangan itu dan tersenyum semanis mungkin.
Tri dan Ariani pun menjadi sahabat setelah mengetahui kalau Ariani ternyata tinggal di komplek yang sama, sehingga mereka dapat berangkat dan pulang sekolah bersama dan pastinya dapat bermain kapan saja. Ariani sering bermain ke rumah Tri, begitupun sebaliknya.
“Ariiaaaniiiiiiiii~~~~~.” teriak Tri di depan rumah temannya itu dengan nada bergelombang.
Ariani pun keluar dengan senyuman terlebarnya dan menyuruh Tri masuk. Terlihat Ibu Ariani yang terlihat judes sedang membaca majalah di sofa yang terlihat nyaman, tidak memperdulikan bahwa ada seorang anak lain yang masuk ke rumahnya.
“Selamat sore, Tante” Tri ingin menghangatkan suasana. Senyum kecil pun tersungging di bibir Ibu Ariani.
Maaf ku tak pernah berterus terang, bukan ku tak mempercayaimu, tapi sebelum ku berganti rupa, ingin aku menemuimu.
Pertanda kartun Sailormoon telah dimulai. Kedua anak itu berhenti bermain ibu-ibuan dan langsung duduk di depan televisi.
Hari mulai petang Tri berpamitan pulang dan ia langsung berlari agar tidak pulang terlambat. Karena ia harus mengaji.
Hari-hari dilalui Tri di lingkungan barunya. Pulang sekolah berjalan bersama teman-teman melewati sungai dan pesawahan. Jadwal bermain pun dilaluinya bersama Ariani. Bermain boneka kertas, loncat tinggi, menonton kartun favorit Sailormoon dan Wedding Peach.
Namun, di tahun kedua, Tri tidak betah di sekolah. Bukan karena ia berkelakuan buruk ataupun nilai akademisnya tidak baik. Tetapi, ketika belajar di sekolah, seringkali ia tidak mendapat kursi, alhasil belajar sambil berdiri. Sekolah pun belum bisa memberikan kursi tambahan dikarenakan masalah biaya. Suatu hari, ayahnya mengantarnya ke sekolah hingga masuk kelas, dan pada saat itu Tri tidak mendapatkan kursi. Ayahnya pun mengerti mengapa akhir-akhir ini Tri selalu mengeluh ketika belajar. Akhirnya, orang tuanya berencana untuk menyekolahkannya ke sekolah dasar negeri yang lebih baik.
Memasuki tahun ketiga, Tri berpisah dengan teman-temannya di SD Cipongporang dan memulai menyesuaikan diri di lingkungan sekolah yang baru, SDN Baranang Siang.
Disana ia disambut baik oleh teman-teman barunya, khususnya Yunia dan Ira. Awalnya mereka duduk bertiga, tapi akhirnya Tri dipisah dan duduk bersama Sasti, anak perempuan berkulit putih, rambutnya coklat keemasan dan bermata coklat, seperti anak bule. Mereka pun saling mengenalkan diri.
Tri dan Sasti mulai akrab, dan saat ini Tri lebih dekat dengan Sasti, begitupun Sasti. Rumah Sasti tak jauh dari sekolah, hanya sekitar 15 meter dari sekolah. Jadinya, bila sekolah sedang istirahat, Sasti mengajak Tri kerumahnya, atau kalau pulang sekolah Tri bermain dulu dirumahnya.
Sejak itu, Tri tidak terlalu sering bermain dengan Ariani. Hanya sesekali.
Tahun kelima, persahabatan Sasti dan Tri semakin erat, tetapi hubungan Tri dengan Ariani kian merenggang. Mereka jarang bertemu, dan kalaupun bertemu hanya mengucapkan “halo”,melambaikan tangan atau saling tersenyum dan berlalu begitu saja menuju kesibukan masing-masing hingga akhirnya mereka tak pernah bertemu maupun saling menyapa.
2000
Tahun millennium ini merupakan tahun ke-empat Tri di SDN Baranang Siang. Ia terlambat masuk sekolah selama 2 minggu karena ia terserang diare. Dan itu membuat system imunnya menurun. Tetapi itu tak menjadi hal yang membuatnya lemah di sekolah. Karena ada Sasti yang selalu menyemangatinya dan juga dari guru favoritnya, Ibu Sumiati.
Sasti dan Tri semakin dekat, kemana pun mereka selalu pergi berdua. Jajan, berenang, les sempoa, dan ketika istirahat mereka selalu bermain bersama.
Tri sudah mengenal orang tua Sasti dan menganggap orang tua Sasti seperti orang tua sendiri, begitupun Sasti terhadap orang tua Tri. Mereka berdua sudah seperti saudara kandung. Meski ada pertengkaran, mereka sudah bisa mengatasinya. Mereka tidak pernah bertengkar lama-lama.
Di tahun ke-enam, mereka mulai fokus untuk ujian akhir sekolah. Di tahun keenam ini, mereka mulai merenggang. Entah kenapa. Tri menjadi sedikit tidak suka kepada Sasti karena dia mulai terlihat sombong.
Akhirnya mereka pun lulus ujian sekolah dasar, dan mereka berencana untuk mengikuti tes masuk ke Sekolah menengah pertama favorit di kecamatan, yaitu SMPN 1 Ciparay.
Sesuatu mulai terjadi. Tri tidak lulus masuk sekolah tersebut. Orang tua Tri merasa tidak percaya atas hasil seleksi itu hingga mereka mencoba mengecek ke pusat pemeriksaan ujian di kota, dan ternyata sebenarnya Tri lulus. Ini merupakan suatu trik oknum guru yang mengorbankan satu siswa untuk kepentingan siswa lain. Orang tua Tri hampir mengusut kasus tersebut lebih jauh, tetapi oknum itu memohon untuk tidak mengusutnya. Akhirnya ayah Tri pun memaafkannya dan Tri pun dapat masuk ke SMP itu dengan persetujuan dari musyawarah antara orang tuanya dengan pihak sekolah dan sang oknum.
Tidak ada kabar dari Sasti. Tri hanya mendengar kabar tentangnya dari teman-teman SDnya yang lain yang juga masuk ke SMP yang sama. Kabarnya Sasti pun lolos masuk SMP 1 Ciparay. Tri pun bersyukur, ia bisa satu sekolah lagi dengan sahabatnya itu.
Tri pun menunggu. Tak ada kabar langsung dari Sasti. Dia pergi ingin menghampiri konconya itu, tapi tak kunjung bertemu. Ada apa dengan sahabatnya itu…
Tri hanya bisa melihatnya dari jarak jauh. Tri bisa melihatnya, tapi Sasti seakan tidak pernah melihatnya. Tri tidak tahu apa sebab dari keadaan ini. Dia mencoba mengingat masa lalu, tapi tak ada hasilnya.
Lelah, Tri pun mencoba untuk tidak terlalu focus akan Sasti. Toh ia punya teman baru di kelasnya saat ini, yang setidaknya mengakui kalau dia ada.
Tibalah waktunya Tri dan Sasti bertemu, di kantin sekolah. Dan ekspresi kami, berbeda. Tri menyapanya, akan tetapi Sasti hanya tersenyum kecil kemudian tidak acuh kepadanya. Tri pun terpaku. Sepulangnya, ia menangis tersedu-sedu sambil memeluk ibunya.
2004
Tri merasa sakit hati atas perlakukan Sasti terhadapnya. Ia pun mencoba tidak memikirkan hal itu. Ia pun mencari kesibukan di sekolahnya selain belajar juga mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Setelah beberapa bulan kemudian, Tri dekat dengan Laras, salah satu teman di kelasnya. Laras adalah gadis yang pendiam dan baik hati. Tetapi setelah Tri dekat dengan gadis itu, ternyata dia adalah anak konglomerat tapi kesepian. Dia anak tunggal, dan sering ditinggal orang tuanya ke luar kota.
Tahun pertama di sekolahnya, Tri bersahabat dengan Laras. Tri menjadi tahu pribadi Laras, dan begitupun sebaliknya. Tidak ada rahasia diantara mereka berdua.
Tahun kedua Tri dan Laras berbeda kelas. Tri di kelas A dan Laras di kelas C. Jarak mereka menjadi jauh. Itu hanya jarak kelasnya saja, tidak dengan persahabatan mereka. Mereka tetap keep in touch baik di sekolah maupun diluar sekolah. Ada perubahan pada mereka. Memasuki tahun kedua ini, Laras menutup auratnya dengan jilbab. Dan hal itu diikuti oleh sahabatnya, Tri. Hal terpenting di masa ini, mreka mulai menyukai lawan jenis..alis puber. Mereka mulai menyukai kakak kelas laki-laki yang mereka kagumi. Dan selalu membahasanya bisa mereka saling bertemu.
Tahun ketiga mereka satu kelas kembali! Tapi sayang, mereka tidak duduk satu bangku. Karena teman Laras yang sebelumnya satu kelas di tahun kedua tidak memiliki teman dekat selain Laras. Ini bukan masalah bagi Tri dan Laras.
Laras menjadi sosok yang dikagumi oleh Tri. Karena ia menjadi lebih anggun, pintar, fasih berbahasa Inggris dan rendah hati. Menurut Tri, Laras adalah gadis yang sempurna.
Pengumuman kelulusan pun tiba. Tak terasa tiga tahun sudah Tri mengenyam pendidikan di sekolah menengah itu. Prestasi ekademik telah ia ukir, walaupun naik turun seperti jalanan di perbukitan. Ia bahagia setelah mendapatkan kabar bahwa dia dan semua teman-temannya telah lulus. Acara perpisahan pun diadakan. Air mata terus mengalir ketika mereka saling berangkulan, tangisan bahagia dan kesedihan menyadari mereka akan berpisah.
Satu bulan kemudian, Tri dan Laras mendaftarkan diri ke sekolah menengah atas yang sama. Mereka berharap bisa satu sekolah lagi, karena lebih dekat lebih baik. Setelah mendaftarkan diri ke salah satu SMA favorit di Bandung, mereka pun harus menunggu pengumuman selanjutnya. Tri menjadi was-was apakah ia bisa lolos atau tidak, karena passing grade sekolah yang ia pilih terus menaik. Setiap hari ia memantau website Penerimaan Siswa Baru di internet, posisinya berada di nomor 38. Cukup melegakan. Ia berharap semoga tidak berubah.
Tibalah waktunya pengumuman PSB. Ternyata Tri lolos! Sujud syukur pun ia lakukan tanda syukurnya kepada Tuhan. Dengan segera ia pun menghubungi Laras. Namun ternyata Laras tidak lolos, dia lolos di pilihan kedua. Tri pun menangis, dia tidak bisa bersama sahabat terbaiknya. Mereka pun berjanji untuk selalu berhubungan walau jarak memisahkan mereka.
Kini, Tri dan Laras tidak bersama lagi.
Di SMA itu Tri mendapatkan banyak teman, dan dia berusaha untuk tidak mencari lawan. Tapi dari semua temannya itu, tidak ada yang menjadi sahabatnya. Tidak ada yang berteman dengannya sedekat ia dan Laras.
Suatu hari, Tri membuat janji untuk bertemu dengan Laras di ITB, salah satu universitas terkenal di Bandung. Karena disana ada acara yang mengundang semua siswa SMA di Bandung. Dan ketika mereka bertemu, Tri kaget bukan main. Penampilan Laras berubah 180 derajat! Dia tidak berkerudung lagi. Dia mengenakan seragam pendek, dan wajahnya ber-make up. Tri tercengang, namun ia tetap memeluk sahabatnya itu, karena kerinduannya yang teramat dalam. Namun yang mereka ucapkan hanya bertanya kabar, karena Tri harus kembali lagi ke sekolahnya. Terbesit rasa kecewa meliputi hati Tri karena perubahan Laras.
Hingga akhir tahun Tri sekolah di SMA, dapat ia hitung berapa kali ia bertemu dengan Laras. Tiga kali ia bertemu dengan sahabat terbaiknya itu. Hubungan mereka seolah-olah terputus. Tri tidak tahu apakah dia masih bersahabat dengan Laras atau tidak. Tri merasa tidak dipedulikan lagi oleh Laras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!