Oleh: Mingki ismawiardi
Berjalan di tengah malam begini sudah menjadi rutinitas bagi gue, menyusuri lorong di antara gudang-gudang penyimpanan beras milik pemerintah. Gue memang seorang penjaga malam alias satpam di gudang ini. Malam ini gue benar-benar sendiri, Alan teman jaga gue malam ini berhalangan hadir. Jadilah gue sendirian di gudang seluas lapangan sepak bola ini, untungnya banyak sekali cctv alias kamera pengintip disetiap sudut pagar gudang. “Nah selesai sudah keliling gudang…bikin kopi dulu ahh” ini nih sesuatu yg buat gue betah kerja disini, disamping gue hobi begadang eh ada tambahan kopi dan rokok mantaplah. Kopi sudah tersedia di meja, tinggal pantau monitor aja kali ini.
Sudah lewat tengah malam, seperti biasa gue harus keliling satu putaran lagi. Satu lagi kesukaan gue sama pekerjaan ini, gue bisa setiap hari menjaga kebutuhan pokok yang paling pokok dari rakyat Indonesia ciee dah kayak pahlawan aja ya. “Gudang satu aman..masih terkunci dengan rapat” mulai gue berjalan menuju gudang yang lain. Baru aja berjalan tiba-tiba ada suara besi beradu keras sekali, “wuah apaan tuh ya” kontan gue lari menuju arah suara itu. Ternyata suara itu berasal dari salah satu gudang yaitu gudang E alias gudang No. 4, betapa terkejutnya gue, tiba-tiba ada api sangat besar keluar dari atap gudang E itu.
Setelah sampai di gudang E, gue hanya bisa melongo alias terperangah tapi nggak pake keluar iler. Bagaimana tidak, atap gudang sudah hilang separuh. Yang terlihat ya yang gue lihat benar-benar buat gue bingung. “wuah itu kan buntut pesawat…” gue berlari kearah pintu gudang dan berusaha mencari kunci dari gudang itu. “wuah iya gue lupa ini kan gudang yang nggak pernah gue kunci” ya gudang E memang nggak pernah gue kunci karena gudang ini tidak terpakai. Dengan sepat gue buka pintu gudang, apa yang gue lihat benar-benar buat gue hampir pingsan, gimana nggak banyak banyak sekali darah yang mengalir di lantai. Walaupun keadaan dalam gudang sebenarnya gelap namun api yang mulai membesar bukan saja membuat suasana gudang menjadi terang benderang, tetapi juga menjadi semakin panas.
Gue beranikan diri untuk mendekati pesawat itu, tetapi api sudah semakin tidak terkendali. Gue melihat seorang pilot dan ko pilotnya tidak sadarkan diri, dengan keberanian mungkin tepatnya kenekatan, gue mendekati pesawat itu. Kebetulan sekali api belum sampai pada kokpit pesawat kecil itu, akhirnya berhasil juga gue buka pintu pesawat itu. Gue langsung aja deh tarik si pilot, tapi nggak berhasil. Ternyata sang pilot masih terikat sabuk pengaman, karena belum pernah jadi pilot. Gue bingung banget gimana caranya buka nih sabuk pengaman, tanpa berpikir panjang lagi gue cabut deh pisau kebesaran gue. Setelah berhasil memotong semua sabuk pengaman yang mengikat tubuh pilot, gue langsung menarik keluar sang pilot. Gue bawa pilot itu menjauh dari bangkai pesawat kemudian gue berlari mendekati bangkai pesawat itu lagi.
Gue berusaha meraih ko pilot dari kursi pilot tetapi tidak berhasil, karena banyaknya puing pesawat yang berada di kokpit. Gue bersikeras untuk bisa mencapai pintu ko pilot namun tiba-tiba api yang amat besar hampir menyambar gue. Ahhh gue harus bisa menyelamatkan ko pilot itu, begitu bisik hati kecil gue. Akhirnya gue berhasil melewati api itu dan berhasil meraih pintu ko pilot, sialnya pintu macet. Gue berusaha keras membuka pintu itu, dengan sekuat tenaga gue tarik gagang pintu pesawat itu dan akhirnya berhasil. Kembali pisau gue beraksi merusak sabuk pengaman, setelah berhasil membuka sabuk pengaman, gue berusaha menarik ko pilot keluar dari kursinya. Namun baru separuh badan ko pilot keluar, tiba-tiba bagian depan pesawat meledak dan api sangat besar siap melalap gue dan ko pilot. Gue tarik dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan ko pilot itu, akhirnya berhasil namun api menjadi sangat besar. Panas ya hanya itu yang gue rasakan, gue tidak yakin dapat selamat dari kepungan api ini. Setelah melihat keadaan sekitar, akhirnya gue mendapatkan sedikit ruang untuk keluar dari kobaran api ini. Ruang ini tepat di belakang gue, ya sama sekali tidak ada api di bagian belakang pesawat. Tetapi gue harus berlari untuk dapat keluar dari api ini, tetapi beban yang gue bawa terlalu berat. Akhirnya ide gila ini muncul di benak gue, “wah harus gue lempar nih orang…baru deh deh gue keluar dari sini”. Dengan sekuat tenaga gue lempar tubuh sang ko pilot ini. Dan berhasil yah berhasil gue lempar ko pilot keluar dari api yang menggila.
Setelah berhasil melemparkan tubuh itu keluar dari api, gue berusaha lari dengan sisa tenaga gue untuk keluar dari kepungan api. Tetapi betapa terkejut gue, belum sempat melangkah….ledakan kedua yang lebih besar dari ledakan pertama berhasil membuat tubuh gue terbakar hebat.
Setengah jam berlalu akhirnya Danar salah satu awak pesawat siuman, dia terkejut bukan main melihat kondisi pesawat. Pesawat itu sudah hangus terbakar tanpa tersisa sedikit pun, spontan Danar berteriak memanggil teman terbangnya,”Alex!!!...alex!!” . Tidak juga ada yang menyahut, akhirnya Danar mencoba berdiri, namun seluruh badannya terasa tidak mau menerima perintah otaknya untuk bergerak.
Danar hanya bisa mencoba meraih saku depan baju terbangnya, dia ingat membawa telephone genggamnya. Namun untuk menggerakkan jemarinya saja Danar tidak mampu, dia yakin benar ada yang tidak beres dengan tulang belakangnya. Tiba-tiba dari arah belakang pesawat muncul Alex, “nar lu nggak apa-apa kan?” “eh lex lu juga nggak apa-apa?” “gue Cuma luka sedikit di kaki nih…lu sendiri gimana nih?” “kayaknya parah gue lex…nggak bisa gerak nih”.
Mereka masih belum menyadari bagaimana mereka bisa keluar dari pesawat, setelah selesai menghubungi kantor pusat, barulah mereka bingung bagaimana bisa keluar dari pesawat. Alex keluar dari gudang untuk melihat sekeliling gudang. Tetapi Alex tidak menemukan siap-siapa, lalu Alex berjalan mendekati bangkai pesawat dan dia melihat tubuh yang tergeletak tak bergerak.
Alex mendekati tubuh itu, dengan sangat hati-hati dia mencoba membalikkan tubuh yang sudah kaku menulungkup dengan kaki serta punggung habis termakan api. “nar kayaknya gue udah tau siapa pahlawan kita” “haa…memang siapa Lex?” .
Alex tidak kuasa menahan rasa haru, Ia hanya bisa mendatangi Danar dengan air mata yang mati-matian ditahan agar tidak jatuh menitik. “Dia seorang satpam yang gagah berani Nar…” , Danar tidak bisa berkata apa-apa.
Seminggu setelah kejadian tragis itu Danar dengan kursi rodanya beserta Alex datang berziarah ke makam satpam itu. Tanpa bisa berkata-kata mereka berdua memberikan penghormatan terakhir dengan berlinang air mata, serta menaruh karangan bunga yang bertuliskan “SELAMAT JALAN BAPAK ANTON TANPA ANDA KAMI HANYA ABU”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!