Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Selasa, 24 Agustus 2010

Jetlag

by: Diaz Hernawan (http://kitaceritaaja.blogspot.com)
email: diaz.hernawan@gmail.com


Kepalanya tidak lagi pusing seperti tekanan barbel dipelipis, badannya tidak lagi sakit jika harus duduk tegak untuk 2 jam lebih, lidahnya tidak lagi protes akan daging hambar yang di panaskan di microwave, pikirannya tidak lagi panik ketika pesawat naik-turun karena turbulence, badannya terbiasa lelah oleh Jetlag. Tapi setengah hati Reno masih ada bersama perempuan yang menggenggam tangannya di Kuala Lumpur International Airport.

Perempuan itu bernama Rina. Tiga setengah tahun hidup Reno yang di habiskan di Malaya hanya satu kali hatinya Jatuh. film Serendipity and novel At first sightnya Mitch Albom belum bisa meyakinkan Reno akan love at first sight.

“konsep yang bodoh bukan? Cinta itu adalah proses,” Ujar Reno penuh idealisme kepada sahabatnya Vanka.

Adalah Rina menyakinkan Reno bahwa konsep itu ada dan tidak bodoh. Berulang kali Reno berusaha menepisnya, berulang kali juga Reno selalu teringat pandangan pertamanya kepada Rina.

Di dalam Kabin berudara daur ulang yang bikin kulit kering, Reno membuka Laptopnya berusaha menyelesaikan Laporan untuk Bosnya di Jakarta. Seketika Desktop terlihat, kursor mulai bergerak mendekati WordOffice, tapi dia juga membuka file foto-foto yang diberikan Rina sambil berpesan “Kapan lagi kita bisa jalan-jalan di Bukit Bintang kan?,”.

Reno menelantarkan WordOffice, dia memilih untuk menyaksikan Rina terekam dalam ribuan Pixel yang membentuk persepsi yang dia kenal. Rina yang Cantik. Rina yang manis. Rina yang membuat liver mengurai racun lebih cepat. Rina yang menyesakkan setiap tarikan nafas.

Menyesakkan setiap bulir nafas. Kebodohan Reno, kelemahan Reno, kepengecutan Reno. Tiga Tahun tiga bulan yang lalu. Mario, salah satu housemate Reno, berbagi pesan yang menyentakkan hati. Selama tiga bulan Reno berbalas pesan pendek dengan Rina. Hanya 2 minggu ini terasa sangat aneh.
Rina jadi dingin. Sampai Mario masuk ke apertemen dan berteriak kepada ketiga housematenya termasuk Reno.

“MALEM INI MAKAN, MINUM, BIR GUA BAYARIN!. GUA BARU JADIAN SAMA RINA!”

Kemudian dia tertawa lepas, dua housematenya berdiskusi dimana restoran paling mahal sambil ikutan tertawa-tawa bersama Mario. Hanya Reno yang tidak percaya. Reno menolak untuk percaya. Reno masih menunggu sms dari Rina yang belum dibalas dari 3 jam yang lalu. Reno Segera pergi ke Dapur mencari pisau daging lalu menikam Mario saat itu juga. Dan ketika Mario berteriak tidak percaya Reno akan segera menggiringnya ke Balkon lalu mendorongnya keluar untuk mendarat di tepi kolam renang 30 lantai di bawah. Ide itu cemerlang sekali sampai getaran sms dari Rina menyadarkan Reno. Kalimat sms itu singkat tapi tidak kurang menyakitkan seperti bunuh diri dengan pistol tepat di pelipis. Im happy he’s with me. Pesan itu langsung Reno delete dari inboxnya, tapi hati tidak bisa di format ulang dan lagi hatinya teralu melankolis.

“Mario, bukankah dia selalu jadi tong sampah tentang segala kekagumanku terhadap Rina? Bukannya dia yang manggut-manggut sambil baca puisiku untuk Rina yang tidak pernah sampai?“ Reno beranalis dalam hati malam itu. Dia tidak ikut ke upacara makan,minum dan bir gratisan. selametan dadakan yang diadakan Mario. Reno menolak untuk datang dengan alasan terbaik: tugas besok sob!. Bohong. Dia tidak akan ikut menyelamati kematian hatinya, satu-satu doanya malam itu adalah besok Mario ditabrak bus atau mendadak cardiac arrest.

Kekalahan Reno ditandai dengan Corona Extra tanpa jeruk nipis dan garam digenggam tangan kiri dan Marlboro merah di sela jari telunjuk dan tengah tangan kanan yang hampir habis. Reno berkata Sendiri dalam Apertemen Sunyi itu.

“Mario selalu bilang juga ‘First come first serve’,”

Dan Lihatlah Reno duduk sendiri. Dan hanya berbicara pada angin dan tembok dingin. Tidak bertindak ataupun bergerak. Hanya bisa merenungi nasibnya. Nasib.

“bangsat,”

Gelas Plastik Kecil dan transparan itu kembali di isi oleh orange juice. Dan tatapannya belum lepas dari Rina yang dibekukan digital dalam dimensi 480x640 sebesar 59.4 kilobyte. Kembali bergetar di dada. “shit” kata makian itu bukan sepenuhnya makian Reno hanya kesal Rina belum juga keluar dari situ. Bagi Reno yang sekarang Rina bukan lagi menjadi wanita paling cantik sejagad raya. Bukan wanita paling baik sejagad raya. Bukan Wanita paling suci seIndonesia raya. Bukan juga kekasih Reno. Tapi kulit Kuning Langsat, Rambut panjang berombak yang tebal, ekspresi wajah yang belum berubah dari tiga setegah tahun lalu, cara Rina berpakaian.

Tidak ada yang Reno Benci dari Rina. Bahkan semua kelakuan Rina jaman dulu yang tidak pernah perdulikan Reno. Kata-kata kasarnya Rina. Dinginnya Rina. Tidak ada yang Reno benci kecuali satu Reno benci sangat Benci terhadap sisi Hati Rina yang tidak pernah mencintainya.

Waktu telah mengubah Reno menjadi orang yang lebih baik. Secara fisik dan jiwa. Reno dan Rina juga seakan telah melupakan kisah-kisah mereka dulu. Kisah Mario, apertemen-apertemen seputaran Sunway, dan cinta Reno.

Reno duduk di trolley Bandara Soekarno-Hatta sambil menunggu koper Samsonite hitamnya, dia pelajari formulir transfer internal kantor ditanggannya dan didepan Reno ada dua pilihan: pergi menyusul Rina ke Sydney atau pergi ke Singpore. Idealismenya kembali tertantang. Dari dulu di otak Reno cuma satu: KE SYDNEY DEMI RINA! Tapi sekarang tiga setengah tahun lewat variabel hidup mereka banyak berubah. Reno masih membayangkan bagaimana halusnya wajah Rina jika dia sentuh. Jika jari-jari tangan Reno menyisir halus rambut panjang bergelombangnya Rina. Dan Jika di Sydney sana. Di sebuah ruang rahasia hanya ada Rina dan Reno hanya mereka berdua. Di atas karpet berbaring sambil meringkuk memandangi wajah masing-masing.

Dan Reno mengambil Pulpen dari dompet Paspornya, dan mengisi kotak

“Transfer to office branch: Singapore “

Ya, ditetapkan hatinya untuk pergi mencari tujuan-tujuan lain. Demi variabel-variabel lain yang Reno butuhkan untuk hidup. Biarlah Rina hidup dalam hati Reno. Untuk selamanya terkenang sebagai getaran-getaran yang menyesakkan tiap tarikan nafas Reno ketika Rina online di messenger, ketika Reno stalking profile Facebook Rina, Ketika orang-orang berkata Sydney, Ketika Reno membaca kata Sydney. Ketika Reno sedang pingin memikirkan Rina.

Reno meletakkan Tas laptop dan tas cabin-carrynya untuk masuk ke mesin scan terakhir. Biarlah Reno melepaskan Rina di dunia ini, ketika Reno pergi ke alam mimpi dia selalu bisa bersama Rina. Biarlah begitu, Demi perempuan dengan kulit putih yang tersenyum dan melambai-lambaikan tangannya ketika Reno keluar dari Kaca-Kaca Pembatas Gate F2 international arrival. Demi Dewi yang jari manisnya tersemat cincin bertahtakan berlian kecil yang Reno beli dan berikan kepadanya bulan lalu.

“Halo sayang,” ujar Reno sambil memeluk Dewi.

1 komentar:

  1. saya suka ceritanya, saya suka cara berceritanya, saya suka bagaimana penulis menuturkan bagaimana perasaan Reno.
    keep writing! :)

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!