oleh: @mazmocool
http://bianglalakata.wordpress.com
Layar hitam berukuran 14 inch itu telah berubah menjadi sebuah gundukan material alami yang menjulang. Ya, sebuah gunung yang terlihat bersahabat dengan awan yang berbaris rapi dan dibalut warna hijau daun. Di beberapa bagiannya tampak beberapa jalan pintas dalam susunan yang teratur.
Dua pasang bulatan bola mata tampak menjelajahi jalan pintas yang tampak di punggung gunung itu. Setelah mantap dalam tekad kami pun mulai melangkah melewati jalan pintas itu. Jalan pintas itu membawa tatapan kami pada sebuah lukisan seraut wajah cantik yang tengah duduk diatas jembatan jalan setapak menuju puncak gunung. Syal merah muda yang melingkar di lehernya menambah aura kecantikannya. Jaket tebal yang membungkus tubuh rampingnya terlihat serasi dengan celana jeans yang dikenakannya.
Sepasang mataku tak bisa berkedip dalam pesona senyumnya. Mungkinkah aku jatuh cinta? Entahlah aku bahkan tidak tahu apa itu cinta setelah makna cintaku dibawa pergi oleh mantan kekasihku dan menitipkannya di hati yang lain. Yang aku tahu saat ini ada rasa yang berbeda di hatiku saat melihat binar mata seraut wajah yang baru sekali aku lihat itu. Binar mata yang telah menggetarkan rongga hatiku dengan sekali tatapan. Getaran itu bahkan sampai berhasil menarik sudut bibirku sedikit keatas.
"Hei, kenapa kamu senyum-senyum Dimas?" suara Andre sahabatku menghapus senyumku dan menggantinya dengan sebuah ekspresi kekagetan.
"Eh eh nggak ada apa-apa kok Ndre," jawabku malu-malu karena ketahuan kalau aku tengah senyum-senyum sendiri.
"Jangan bohong kamu. Aku tahu kok kamu pasti lagi terpana kan sama senyum gadis itu?" kata Andre meledekku.
"Ngawur aja kamu Ndre. Nggak mungkin lah" kataku singkat sambil menyikut pelan tangan kanannya yang tengah menopang dagunya.
Kepala Andre terlepas dari posisinya semula. Kamipun tertawan lepas sesudahnya. Aku mengalihkan pandangan ke langit-langit kamarku. Seraut wajah cantik di layar tadi serta merta pindah ke langit-langitnya. Andre sepertinya juga tertular dengan posisi tubuhku. Pandangannya bersekutu dengan pandanganku di langit-langit bercat putih itu.
"Cantik ya gadis itu," kataku pada Andre sambil memperjelas lukisan seraut wajah cantik di langit-langit hatiku.
"Iya dong! Siapa dulu, pacarku gitu," jawab Andre meruntuhkan lukisan di langit-langit hatiku.
"Beneran Ndre? Kok kamu nggak pernah cerita sih?" protesku dalam nada kaget.
"Baru aku mau cerita. Namanya Renata Bramantyo, sekarang dia sekolah di SMA 2 kelas XI," jawab Andre.
"Emang kamu kenal dimana Ndre?" tanyaku berusaha mengetahui lebih jauh hubungan Andre dengan Renata.
"Kenal di FB terus ketemuan gitu. Akhirnya setelah beberapa waktu aku beranikan diri untuk menembaknya. Kitapun akhirnya jadian. Tapi udah hampir seminggu ini dia nggak ada kabar," kata Andre panjang lebar.
Jawaban Andre membuka kesempatan bagiku untuk mencoba dekat dengan gadis itu. Dan aku akan menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Semua demi rasa yang tiba-tiba muncul memenuhi rongga hatiku.
"Oya Ndre kalau boleh tahu apa alamat FBnya si Renata itu?" tanyaku sambil melirik Andre yang menutup wajahnya dengan sebelah tangannya.
Andre terdiam, entah apa yang terjadi pada Andre saat itu. Permasalahannya dengan Renata sepertinya telah membuat senyum hangatnya berubah menjadi gundah. Andre tampak gelisah membuatku merasa bersalah telah membuatnya gundah dalam masalah.
"Ya sudah Ndre nggak usah terlalu dipikirin lah. Yakin deh dengan saling percaya semuanya akan baik-baik saja," jawabku mencoba bijak yang dipaksakan dalam sebuah tipuan.
Aku segera bangun dari posisi tiduranku dan mengemasi tugas kelompok untuk dikumpulkan besok pagi. Setelah pamit, Andre melepas kepergianku sampai di depan pintu gerbang kosnya. Aku segera melangkah dalam gelisah. Gelisah karena seraut wajah. Aku menapaki jalan beraspal yang berlubang di beberapa bagiannya itu. Tak lama aku pun sampai di rumah. Aku segera membuka akun FBku lewat BBku dan mencari-cari nama Renata.
"Yes! Ketemu juga akhirnya," sorakku dalam hati.
Tanpa kusadari ternyata Renata telah menjadi salah satu dari 750 teman yang ada di daftar temanku. Tiba-tiba aku merasa bodoh, karena selama ini tidak pernah menyadari telah terselip berlian diantara tumpukan emas. Aku berniat memungut berlian itu melalui sebuah pesan. Tak lama nada notifikasi berbunyi dan ternyata pemberitahuan kalau Renata membalas pesan yang aku kirimkan. Akupun tak membuang waktu, segera aku mengirimkan pesan kembali padanya. Pesan demi pesan keluar dan masuk dari kotak masuk menu pesan FBku. Sambil menunggu balasan dari Renata, pandanganku berpindah-pindah dari satu gambar ke gambar lainnya yang ada di albumnya. Aku ingin bisa menyimpan semua yang ada dalam memori BBku. Proses mengunduh pun dimulai dari 0%. Jantungku berdetak semakin kencang seiring meningkatnya persentase unduhan yang sedang berjalan. Jaringan yang lemah akibat hujan yang tiba-tiba hadir menghias malam semakin memacu adrenalinku. Proses unduhan yang tak kunjung selesai menjebakku dalam rasa tak sabar. Tak ayal umpatan demi umpatan mengalir bagitu saja dari rongga mulutku. Dalam situasi seperti ini menjadikan aku bukan diriku yang sebenarnya. Gejolak rasa bertaut dengan emosi pada lambatnya proses unduhan. Begitu menguras emosi yang bercampur aduk dengan pengkhianatan. Tiba-tiba BBku tak lagi memiliki daya saat proses unduhan telah berjalan sampai angka 75%. Unduhan gagal. Aku menggerutu sambil mencari kabel panjang untuk menambah daya baterai BBku yang habis sama sekali. Rasa kesal telah mencampuradukkan pikiran jernihku sampai aku tak ingat lagi pada kabel penambah daya yang ada di balik laptopku. Lima belas menit kemudian aku telah menghubungkan BBku dengan sumber daya di kamarku. Aku nyalakan posel QWERTY itu dan memulai proses seperti sebelumnya. Beberapa tombol yang aku tekan berulang-ulang mengantarkan aku kembali pada proses unduhan. Situasi yang tidak sinkron dengan kondisi hatiku membuatku semakin geram. Sampai akhirnya, raut mukaku berubah bahagia saat angka unduhan mencapai 100%.
Nada notifikasi yang hadir di gendang telingaku bisa sedikit mengembalikan aku kembali ke diriku yang sebenarnya. Aku yang selalu sabar dalam menghadapi situasi. Bahkan saat aku harus membohongi sahabatku demi hatiku yang tak bisa aku bohongi. Aku membuka notifikasi yang ada dan ternyata adalah balasan dari Renata. Deretan kata membawaku ke sebuah harapan untuk bersua. Sepertinya harapanku tidak sia-sia karena Renata memiliki kehendak yang sama. Kehendak yang sama setelah kecewa melanda karena pengkhianatan kekasihnya, Andre, sahabatku. Dan aku tahu itu, tapi aku tak ingin Renata tahu kalau sebenarnya aku telah tahu dari cerita Andre sesaat tadi. Terutama cerita kalau Andre masih menyayanginya dan ingin kembali padanya.
Kehendak yang sama dari Renata itu telah berhasil memupuskan arti persahabatanku dengan Andre yang telah terjalin sejak SMP. Pupusnya arti persahabatan membersitkan niatku untuk menghadirkan wajah dan raga maya menjadi nyata. Aku memindahkan wajah dan raga maya ke laptopku. Akhirnya wajah dan raga maya itu telah memiliki tempat yang baru. Niat menjadikan nyata membimbing tanganku pada sebuah mesin ajaib. Dalam ketidaksabaran, aku menunggu mesin itu bekerja sesuai fungsinya. Dalam hitungan detik mesin itu telah menghadirkan sesosok raga yang membangkitkan hasratku untuk mendekapnya. Kedua tanganku erat mendekap raga itu, raga kekasih sahabatku.
"Sahabatku, ijinkan kudekap kekasihmu malam ini," bisikku dalam hati.
Tanpa kusadari aku semakin erat mendekapnya di dekat hatiku. Dalam hati terpatri niat untuk mengunduh hati kekasih sahabatku itu esok hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!