Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Minggu, 24 April 2011

Pulang

Oleh: Aditia Yudis (@adit_adit)

Jeda.
This is the last day of our show here!”
Seperti telur yang pecah diinjak kemudian. Suara suitan dan gerungan para penonton menggema seolah akan merubuhkan arena konser ini. Jeritan fangirls terdengar begitu menyayat telinga, tak kalah pula fanboys—maksudnya fans laki-laki yang juga ikut terpacu adrenalinnya oleh dentam-dentum musik sejak 45 menit lalu itu.
Do you have a good time here? So us! We’re happy tonight!
Sekali, gemuruh merambat di udara. Satu kali kamu akan memilih suara petir super dahsyat tapi singkat dibanding berada di tengah venue seperti ini terus-terusan. Saat selanjutnya, petikan gitar Lex—sudah seperti mantra sihir—langsung menjahit semua mulut yang ada di sana. Stadion itu mendadak senyap. Terlebih ketika ketukan drum dari George masuk dan ikut mengiringi. Hampir-hampir teriak-teriakan tadi habis tak bersisa. Ditambahkan pula dengan betotan bass, Carl dan irama gitar, James. Terakhir, pelengkap mantranya adalah vokal menakjubkan dari Jet.
Pun bagi Ryu, segala gestur pemilik nama-nama itu di panggung dan musik yang mereka bawakan sudah seperti perintah tersendiri. Jarinya sibuk memutar lensa, mengarahkannya ke sudut terbaik mencari momen paling pas. Meskipun Ryu selalu tahu kapan saat-saat yang ditunggunya itu datang. Tentu saja, hampir delapan tahun Ryu berada di bawah panggung atau malah sepanggung di setiap penampilan mereka. Menjinjing kamera dari sisi bawah panggung atau bolak-balik di panggung mengeset kamera setiap pergantian lagu. Tergantung. Apa yang dimaunya.
Mungkin sudah puluhan ribu foto The Violence Theory yang diambilnya. Ini hanya untuk dokumentasi band saja, walau kadang dibocorkan juga ke fans. Lagi pula, para fans itu selalu punya seribu satu cara mendapatkan dokumentasi setiap konser. Layaknya serigala kelaparan yang tak kunjung kenyang. Padahal, Lex dan kawan-kawan, rasanya tak banyak berubah dari konser ke konser. Lex yang fangirls-nya bersaing dengan Jet, malah seringnya ber-outfit itu-itu saja. Ryu baru menyadarinya ketika beberapa hari lalu me-review hasil foto-fotonya selama tur Australia ini. Namun, pada kenyataannya, fans-fans itu tidak bosan bahkan jika ada sejumput rambut Lex yang rontok mungkin mereka akan tahu lebih dulu daripada Ryu.
We get one more for you!!!” Suara lantang Jet seolah menyentil telinga Ryu yang baru saja tiba lagi di samping panggung.
Lho? Sudah akan selesai. Padahal konser itu rasanya baru dimulai tadi. Berkeliling venue konser untuk mendapatkan foto terbaik hampir selalu Ryu lakoni ketika mendapat jatah sebagai fotografer. Agar mendapatkan momen mereka dari segala sisi, wajah-wajah bersemangat para penonton sampai hiruk-pikuk lain yang terjadi di sekitar arena.
Ryu menebar pandangan ke atas panggung. Wajah-wajah itu tak terlihat lelah meskipun sudah satu setengah jam lebih berada di panggung. Wajah sumringah Lex dan senyum lebar Jet diumbar ke semua penonton. Carl yang bertampang dingin pun, tak bisa menyembunyikan pancaran bahagianya. James dan George sudah sibuk dengan alat musik masing-masing di intro lagu terakhir setlist konser ini. Permainan mereka semua sempurna—seperti biasa.
Namun kali ini berbeda. Seolah ada kekuatan pendorong yang membuat mereka bermain begitu lepas. Insting Ryu langsung mengenali momen-momen ini, seringnya di sinilah klimaksnya—penampilan mereka dan tingkah polah fans.
Mata Ryu masih terpancang pada panggung dan segala yang berada di sana. Hentakan musik itu makin kencang. Beberapa hari mendatang mungkin dia akan merindukan venue seperti ini. Lampu sorot menyilaukan, visual background di belakang panggung, sampai mungkin suara-suara memekakkan telinga dari fans.
Nada tinggi Jet memecah udara sekitar Ryu. Ia tersentak—kali ini sudah pertengahan lagu? Ia menarik napas dan Ryu bersiaga dengan senjatanya lagi—Canon EOS 1Ds Mark III. Tak akan melewatkan detik-detik yang lewat. Detik-detik yang mendekatkan mereka pada akhir tur 2010 itu. Untaian detik yang menggerus jaraknya dengan pulang. Rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!