Oleh: @larissayuanita
larissayuanita.blogspot.com
Bandul itu. Tigris yakin betul pernah melihat bandul itu. Dan dia kenal dengan pemakai gelang itu. Tapi dimana? Siapa? Apakah itu semua hanya kebetulan?
Dengan cepat, wanita berpakaian mewah itu hilang dari pandangan Tigris. Tigris terlalu banyak melamun. Suasana ramai di pesta yang membangunkan Tigris dari lamunannya. Alunan musik menambah heboh suana. Lampu sorot berwarna-warni pun ikut hanyut dalam gelapnya ruangan itu. Tigris memalingkan pandangannya ke bawah karena lampu sorot yang begitu bersinar mengarah ke kedua bola matanya. Dia beranjak dari tempat dimana dia berdiri dan dia mulai melangkah ke arah tempat dimana teman-temannya berada. Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah. Empat langkah. Tigris berhenti di langkahnya yang keempat. Dia merasa menginjak sesuatu, sehingga membuatnya menoleh kebawah untuk yang kedua kalinya. Dengan refleks, ia mengangkat kaki kanannya dan ternyata ada sebuah bandul. Bandul itu entah untuk kalung atau gelang. Bentuknya sederhana. Hanya huruf ‘L’. Tapi Tigris merasa pernah melihatnya. Dan bandul itu persis dengan apa yang pernah ia miliki 7 tahun lalu.
“ Woy, Tigris! Ngelamun aja lo? Sini men!” panggil salah seorang temannya sambil memukul pundak Tigris pelan.
“Eh iya,sorry”. Tigris langsung memasukkan bandul itu ke dalam saku celananya.
“Itu si Elvina, udah mau potong kuenya. Kesana yuk.
“Ehh? Iya,iya. Lo duluan gih, gw mau ambil minum dulu bentar.” Jawabnya gugup.
Sebenarnya Tigris melihat seperti ada seorang wanita yang sedang mencari sesuatu. Sehingga ia menunda waktu sejenak untuk pergi melihat acara potong kue sahabatnya itu. Tigris segera menghampiri wanita itu dan bertanya:
“Kamu nyari ini?” Sambil ia menunjukkan bandul yang ia temukan tadi.
“Eh iya, ketemu dimana?” tanyanya penasaran.
“Tadi gak sengaja pas lewat ketemuin ini aja.”
“Terimakasih ya, bandul ini sangat berarti buat aku. Aku gaktau lagi mesti gimana kalo bandul ini hilang. Kamu temannya Elvina?”
“Iya aku teman sekelasnya. Kamu sendiri?”
“Oh, aku saudara sepupunya. Aku kayaknya pernah ketemu kamu?”
“Aku juga merasa begitu. Tapi dimana ya? Dan aku merasa aku sangat kenal dengan bandul itu.”
“Nama kamu siapa?”
“Aku T......”
Belum sempat Tigris menjawab, seseorang memanggil wanita itu. Wanita itu dipanggil ‘Lex’. Dia langsung mengakhiri pembicaraannya dengan Tigris dan segera menghampiri orang yang memanggilnya itu. Tigris berfikir sejenak. Dia begitu yakin wanita itu adalah Lexie Lestonia. Teman kecilnya dulu. Seseorang yang telah mengubah hidupnya habis-habisan. Sampai akhirnya Lexie harus pergi karena orang tua nya pindah ke luar kota untuk bekerja. Sehingga ia harus ikut dengan orangtua nya. Perpisahan itu membuat mereka hilang kontak kurang lebih 7 tahun karena rumah Tigris kebakaran sehingga semua nomor telepon hilang. Dan terpaksa Tigris pindah rumah. Sampai akhirnya orangtua Tigris menyekolahkan nya di Bandung. Masalah bandul itu. Ia berikan pada Lexie sebagai hadiah ulangtahun nya yang ke 17, tepat sehari sebelum Lexie pergi meninggalkannya. Lexie berjanji, jika mereka bertemu lagi, ia akan mengembalikan bandul itu kepada Tigris sebagai tanda kalau dia telah kembali. Tapi sepertinya Lexie tidak mengenalinya.
Belum sempat sadar dari lamunannya, ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Tigris segera bangun dari kejadian 7 tahun lalu itu.
“Aku tau. Ini kamu kan Tigris William. Aku yakin, kamu lelaki itu . Lelaki cengeng yang selalu mengadu pada mama kalau aku mengejek kamu. Tapi kamu adalah lelaki yang selalu terngiang dibenakku.”
Tigris langsung membalikkan badannya. Dan memegang kedua pundak Lexie.
“Dari awal aku melihat kamu. Aku yakin aku kenal kamu. Kamu Lexie Lestonia. Anak perempuan galak yang kerjaannya marah-marah. Kamu tau? Omelanmu itu sangat berarti buatku. Aku lebih baik kalah dari argumen kita daripada harus kehilangan kamu.”
“Ini, aku kembalikan milikmu!” Lexie menyerahkan bandul itu pada Tigris.
“Kamu tak usah kembalikan ini padaku. Asal kau tak pergi lagi dari ku, itu semua sudah cukup. Sekarang udah punya pacar?”
“Belum. Aku selalu menunggu untuk seseorang. Lelaki yang selalu menyakitiku.”
“Hey, lelaki mana yang selalu menyakitimu?Beritau aku!”
“Lelaki itu sekarang ada didepanku.”
“Kamu bercanda?Aduh.”
“Hahaha, iya laki-laki itu kamu. Keras kepala, sombong, yang dulu selalu menyakitiku.”
“Lupakan masa lalu! Sekarang kita sudah bertemu lagi. Maukah kamu menjalani hidup bersamaku?”
“Iya. Aku mau.”
Pesta itu tetap berlangsung seperti pesta-pesta biasa. Tapi mungkin lebih tepatnya, ini bukan pesta ulang tahun untuk Elvina. Melainkan pesta untuk hari jadi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!