Halte busway tempatku menunggu saat ini sudah tidak terlalu ramai lagi. Bisa dimaklumi, mengingat saat ini sudah menunjukkan pukul 9 malam. Tadi aku harus lembur lagi, menyelesaikan setumpuk pekerjaan kantor yang seakan tidak pernah ada habisnya. Yang aku inginkan saat ini hanyalah bus Transjakarta yang kutunggu segera datang dan mengantarkanku ke area tempat tinggalku secepatnya.
Sambil menunggu dengan setengah kebosanan, aku menunduk, berusaha menghalau rasa ngantuk yang tiba-tiba menyerang. Namun pandanganku tiba-tiba tertumbuk di kaki seseorang yang tepat berdiri disampingku. Warna sepatunya yang sebenarnya menyedot perhatian utamaku. Sepatu sneakers berwarna biru laut dengan aksen garis putih di kedua sisinya. Aku suka warna biru dan aku selalu bersemangat menemui orang yang menyukai warna favoritku itu juga. Kutengadahkan kepalaku untuk menemukan siapakah pemilik sepatu berwarna biru itu. Aha, ternyata pemiliknya adalah seorang laki-laki yang mengenakan topi baseball berwarna biru juga! Meski sedikit aneh dengan kenyataan bahwa pria ini mengenakan topi di gelap malam seperti ini, tapi tidak melunturkan kepercayaan diriku untuk secara spontan mengajaknya bicara.
”Suka warna biru ya, Mas?” tanyaku langsung.
Raut wajah laki-laki itu terlihat kaget mendengar pertanyaanku yang tiba-tiba. Ia memandangku bingung. Kutaksir usianya tidak berbeda jauh denganku.
”Iya...” jawabnya kalem. Lalu seolah tidak tertarik untuk melanjutkan percakapan, ia mengeluarkan ponsel dari kantong jelana jeans-nya. Tipikal manusia urban jaman sekarang yang seakan sulit berpisah dengan gadgetnya. Aku menghela napas pendek.
Namun itu tidak membuatku berhenti untuk memerhatikannya. Sesaat setelah bus Transjakarta datang dan kami sudah memilih untuk duduk (karena bus sudah agak kosong malam itu, kami bebas memilih untuk duduk dimanapun), aku sengaja mencari duduk tepat disampingnya. Lagi-lagi aku menangkap ada rona keterkejutan dari wajahnya yang melihat ada diriku disampingnya.
Dengan style muka badak, aku kembali membuka percakapan dengannya,
”Saya juga suka dengan warna biru lho, Mas,”kataku.
“Oh.”
“Kalau boleh tau, beli dimana ya Mas sepatunya? Saya naksir deh,” ucapku lagi, tak peduli meski dengan intonasi suaraku yang setengah berbisik, membuat beberapa pasang mata mulai memerhatikan percakapan kami.
”Saya nggak beli, ini hadiah.” Ia, laki-laki itu tetap sibuk dengan ponsel ditangannya, menjawab pertanyaanku tanpa berniat memandangku. Dilihat-dilihat kenapa dia sedikit mirip dengan Afgan ya? Penyanyi pria terkenal yang sering banget memasukkan tangannya ke dalam celana kalau sedang menyanyi itu lho. Hanya tubuhnya sedikit lebih tinggi dan sepertinya dia juga tidak memiliki lesung pipi maut seperti seorang Afgan. Tapi gayanya asyik. Jujur, aku suka dengan tipikal laki-laki kalem dan cool seperti ini, membuatku semakin ‘bernapsu’ mengorek lebih jauh.
“Mas, boleh tahu namanya nggak?”
Yak, pertanyaan barusan tidak hanya membuat laki-laki disampingku melotot, tapi sukses membuatku jadi pusat perhatian hampir seluruh penumpang Transjakarta. Ah, perduli amat!
“Mbak bisa nggak sih nggak ganggu saya?” ucapnya ketus membalas pertanyaanku.
“Ohh…Mas merasa terganggu ya? Maaf ya...saya kan cuma mau tau nama Mas aja. Soalnya Mas suka warna biru, dan saya suka berteman dengan orang yang menyukai warna biru juga. Itu aja kok.”
Entah karena kehadiranku atau memang karena ia sudah sampai di perhentian bus-nya, laki-laki itu bangkit, tanpa berkata apapun lagi meninggalkan kursinya. Aku mengulum senyum.
Laki-laki mirip Afgan itu sempat menoleh ke arahku seiring berlalunya bus TransJakarta yang kutumpangi dan aku nekad melambaikan tanganku dengan penuh semangat. Aku tahu setiap orang sedang memandangiku dengan keheranan, tapi ah… malam ini malam yang menyenangkan untukku. Sesekali berbuat sesuatu di luar batas kewajaran ternyata memang menarik ya? Hehehe…
S E L E S A I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!