Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 20 April 2011

Perjalanan di Tepi Pantai

Oleh: Gabriella Santoso (@myturtlylife)


Aku adalah seorang yang kuat. Putri es, gunung yang kokoh. Semua orang nyaman bersandar padaku. Tapi, ada satu kenangan yang diam-diam selalu kupanggil saat dunia terasa terlalu besar, terlalu berat... dan topeng yang kupakai tak bisa lagi kulepas tanpa merobek jiwaku.

Saat dunia lengah mengawasi, pikiranku berkelana mengarungi waktu. Ya, aku pun dulu, dulu sekali, punya seseorang yang tak mengharuskanku menjadi kuat.

Saat semua menginginkan laki-laki, ia tersenyum dan berkata dengan bahasanya yang terbatas bahwa aku, aku sempurna.

Saat aku belum bisa bicara, dia berkata akulah yang tercantik. Saat aku tersendat berbicara, lalu berceloteh, dia membual ke semua orang bahwa akulah yang terpintar.

Ya, aku pun punya masa, dulu, dulu sekali di mana aku merasakan cinta tanpa syarat. Dan sekali kau merasakannya, lalu itu direnggut darimu, hidupmu takkan pernah sama...

Aku dulu mempunyai seorang kakek yang mengarungi samudera di atas sampan untuk sampai kemari. Dia yang tak pernah pandai berbicara, bercerita tentangku ke semua orang. Dia yang terkenal keras hati, tertawa setiap kali melihatku. Dia yang tubuhnya digerogoti penyakit, selalu memasak setiap kali aku berkunjung. Dan aku, yang belum mengerti seberapa besar pengorbanannya, berusaha makan sepiring lebih banyak lagi, hanya untuk melihat senyum bangganya. Dialah yang membangkitkan kasih dalam hatiku, yang bertahan walaupun dunia dan manusia di sekitarku menjadi lebih gelap, dan ternyata tidak seindah bayanganku dulu.

Kakek, tak tahukah Kakek kalau empat tahun hidup tidaklah cukup bagiku untuk mempersiapkan kepergianmu? Bahwa salah satu ingatan awalku adalah betapa aku merasa kesepian, tidak dimengerti, dan berikrar pada diri sendiri di depan cermin, dengan memanjat kursi, agar tak melupakan bagaimana rasanya menjadi seorang anak, bahkan saat aku menjadi seorang dewasa nanti, makhluk yang kunilai rusak dan tidak adil?

Kakek, begitu banyak tahun yang terlewat tanpamu. Aku menyesuaikan diri di SD dengan baik, dan lulus dengan peringkat kedua terbaik, dan memecahkan rekor nilai ujian negara. Aku mendapat beasiswa di SMP. Aku berpegang teguh pada prinsipku. Aku salah satu lulusan terbaik waktu aku SMA, dan aku murid kehormatan saat kuliah di luar negeri. Tahukah Kakek seberapa berat perjuanganku?

Orang mulai menilai harga keberadaanku berdasarkan nilai, lalu kemampuan, lalu perbuatan, lalu kecantikan... Dunia ini berjalan dengan logika yang tidak kumengerti. Aku rindu dirimu, yang jelas akan mati-matian mencintaiku, tidak peduli seperti apakah aku. Orang tuaku yang selalu obyektif berkata aku tidak cantik. Aku rasa setiap orang butuh seseorang sepertimu, yang mencintai dengan buta. Cinta yang kutemui itu ternyata tidak buta, Kek... Semua "mencintaiku" dengan penuh pertimbangan. Teman-temanku. Rekan kerjaku. Orang yang kusangka mencintaiku juga.

Aku bermimpi semalam. Aku yang masih kecil, dengan gaun berkibar, bergandengan tangan denganmu menyusuri pantai. Desiran anginnya memanggil rindu, dan deburan ombak menggedor kesadaran. Lembutnya pasir membuai hatiku... dan dalam mimpiku aku kembali merasa dicintai sepenuhnya.

Kakek, kata mama kejadian itu benar ada. Di tahun terakhir sebelum kau tak mampu lagi berjalan, kau yang mulai susah melangkah, dengan bahagia terseok-seok mengarungi gundukan-gundukan pasir untuk berjalan berdua denganku. Celotehku yang dinilai orang membosankan, kau anggap hiburan yang berharga. Sekarang ini orang menilaiku sebagai pendiam dan tenang. Tahukah kau?

Apakah yang kau coba katakan kepadaku, Kek? Apakah kau mengawasiku, bahkan sampai sekarang? Apakah kau puas dengan apa yang kau lihat? Cukup keraskah aku berusaha? Apakah aku berhasil membuatmu bangga?

Kakek, mengapa kau membuatku meneteskan air mata? Dan, oh, topeng yang kupakai seperti kulit kedua itu pun lepas. Sebenarnya aku masihlah gadis kecil yang berjalan denganmu dulu, yang tidak mengerti cara kerja dunia. Aku goyah, aku merasa sendiri. Aku rindu padamu. Izinkan aku bermimpi tentangmu lagi malam ini.



Ditulis dengan cinta, kenangan, dan kerinduan mendalam pada kakek yang meninggal waktu aku berumur 4 tahun. Kau pergi terlalu cepat, Kek :) kapan pun kau pergi, bahkan 100 tahun lagi sekalipun, aku akan tetap merasa itu terlalu cepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!