Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 20 April 2011

Topi dan Kakek

Oleh: Lidya Christina Yowendro ( @Lid_Yang)
Lcy-thoughts.blogspot.com

Aku berjalan dengan santai di atas jembatan. Tangan kananku menggenggam tangan kakek. Topiku ku ayunkan dengan tangan kiriku. Senang. Jarang aku dapat kesempatan keluar berdua dengan kakek.

“Tia, topinya dipakai. Jangan dimainkan seperti ini.” Saran kakek yang tidak dapat ku hitung lagi ke berapa kalinya.

“Tidak apa-apa, Kek. Tia pegangnya kuat, kok” Jawabku untuk ke sekian kalinya.

Kakek tersenyum. “Iya, tapi topi kan untuk dipakai di atas kepala, bukan untuk diayunkan seperti ini.”

“Ah,Kakek… Kan tidak panas sekarang. Pakainya nanti aja ya,” Kataku sambil melemparkan senyuman yang manis.

“Semuanya ada tempatnya, Tia. Dan topimu itu tempatnya di atas kepalamu. Tidak harus menunggu hari panas atau hujan. Tia kalau pakai topi, kan manis.”

Aku tetap bersikeras tidak memakai topiku. Kakekku juga tidak putus asa dalam menasehatiku. Timbul perasaan kesal, akupun semakin kuat mengayunkan topiku.

Angin di sore itu benar-benar sejuk. Angin sepoi-sepoi yang mengiringi tarian dedaunan di pinggir sungai. Air sungai yang mengalir di bawah jembatan juga ikut meramaikan suasana dengan ombak-ombak kecilnya. Sesekali, rambutku juga ikut menari mengikuti irama angin.

Tiba-tiba, tiupan angin sedikit menguat dan topiku terlepas dari tanganku. Angin membawanya terbang semakin tinggi dan jauh. Yang bisa ku lakukan hanya melihat.

“Kan? Apa yang sudah kakek bilang tadi?” Kata kakekku. Pikiranku terbawa oleh topiku yang pergi dibawa angin. Topi kesayanganku. Tanpa ku sadari, air mata mulai membasahi mukaku.

“Tia,” Kata kakekku sambil mengusap air mataku. “Nanti kakek belikan topi baru, ya.”

Aku menggeleng kepala dengan kuat. Tidak ada yang bisa menggantikan topi kesayanganku itu. Air mata mengalir semakin deras.

“Tia, gitu… Topi Tia tidak akan kembali lagi, Tia harus ngerti itu. Tia sudah besar, kan. Nanti, siapapun yang mendapatkannya pasti akan menyayanginya, seperti Tia menyayanginya. Tetapi, selama Tia ingat dengan topi itu, topi itu akan selalu ada dalam hati Tia.”
***

“Tia!” Panggilan Mama dari membangunkan ku dari lamunanku.

“Ya?” Jawabku sambil menahan air mata yang hampir menetes dari mataku.

“Bantu di depan ya… Banyak yang melayat.”

“Ya!” Jawabku, sambil beranjak dari tempat dudukku.

“Kakek, Kakek pergi ke sisi Tuhan. Tuhan pasti akan menyayangi kakek, seperti saya menyayangimu. Tetapi, kakek akan selalu ada dalam hati Tia.” Kataku pada kakek yang terbujur kaku di sampingku, seperti sedang tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!