Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Sabtu, 16 April 2011

TENGAH MALAM

Oleh Ririn Tagalu (@ririntagalu)


Tengah malam. Jam dinding mengarah tepat pukul 12.00.
Aku terbangun lagi. Sudah tiga hari seperti ini. Keringat membasahi bajuku. Kuraba celanaku. Syukur tidak basah. Aku takut jika aku ngompol. Mimpi itu terlalu seram untuk ukuran penakut seperti aku.
Aku tidak ingin menceritakan mimpi itu, karena aku tahu tidak baik menceritakan mimpi buruk ke orang lain. Seperti yang pernah aku alami, orang yang mendengarnya, pasti menngira-ngira kejadian buruk apa yang akan terjadi. aku selalu menekankan bahwa mimpi itu hanyalah bunga-bunga tidur. Tetapi, dasar orang-orang yang percaya takhayul, mereka tetap saja menceritakan apa pendapat mereka tentang mimpi itu.
Aku tidak suka mencengar cerita buruk, kabar buruk atau semacamnya. Dan aku juga tidak suka bermimpi buruk. Aih, aku merasa mimpi ku kali ini bukan hanya bunga-bunga tidur. Aku takut, tentu saja. Siapa yang tidak takut mengalami mimpi seperti itu?
Maaf saja, aku tidak akan menceritakan mimpi itu. Bukankah sudah ku katakan aku tidak suka menceritakan mimpi buruk?
Aku turun dari tempat tidur. Dingin segera menjalari kakiku. Kemana sandal tidur milikku yang manis itu? Kulihat dia berada di bawah meja belajarku. Aku melangkahkan kaki, memasukkan kedua kakiku ke dalamnya. Hangat. Bulunya menghangatkan.
Aku berjalan ke arah dapur. Gelap. Sudah menjadi kebiasanku untuk mematikan lampu sebelum tidur. Hemat, itu yang sering dikatakan orang-orang. Ku nyalakan lampu. Terang. Ini lebih baik. Ku teguk segelas air untuk membasahi kekeringan tenggorokanku.
Pranggg!
Ku dengar sesuatu jatuh. Pecah. Ada apa? Jantungku tak karuan.
Aku bergegas kembali ke kamar. Menutup badanku dengan selimut. Badanku gemetaran. Hening. Tak ada siapa-siapa. Tak ada apa-apa. Jantungku mulai sedikit tenang. Aku sedikit lega.
Tidak beberapa lama, terdengar jam dinding berdentang. Kuhitung di dalam hati. Tiga belas. Jam dinding berdentang tiga belas kali.
Tiga belas kali?
Tidak mungkin! Ini persis seperti mimpiku. Tidak. Tidak. Aku tak tahu apa yang harus ku perbuat. Jika aku tetap tinggal aku akan mati. Aku belum mau mati. Apa yang harus ku perbuat? Aku masih ingin menikmati hidup. Makluk hitam itu tidak akan mendapatkanku. Aku akan berlari. Hanya itu cara yang bisa ku lakukan. Aku harus bergegas, sebelum ia sampai disini.
Aku bangkit, segera berlari, ke arah pintu.
Tidak!
Dia telah berdiri disana. Menghalangi jalanku.
Tidak! Aku belum mau mati.
Aku berteriak sekuat tenaga. Badanku bergetar.
Goncangan itu begitu dahsyat.
..
..
"Bang .. abang. Bangun bang. Ada apa?" suara istriku menyadarkanku.
Mimpi itu benar-benar nyata. Jantungku masih tak karuan.
Ku lihat jam dinding. Ini tengah malam, tepat pukul 12.00.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!