Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Selasa, 26 April 2011

Tukang Download

; OlehLidya Christina Yowendro (@lid_yang)
Lcy-thoughts.blogspot.com


“Pagi, Risna,” Joni berjalan ke arahku begitu aku menyandarkan diriku di kursi. Ruangan kelas yang rebut membuat suaranya hampir tidak kedengaran.
“Pagi. Ada apa?” Jawabku sambil mencari pena dari isi tasku yang selalu berserakan, dengan nada kesal yang disengajakan.
“Besok kan UTS mata kuliahnya Pak Ikbal, jadi…” Dapat aku rasakan tanpa mengangkat kepalaku kalau kata-kata Joni ini diucapkannya dengan raut wajah kasihan.
“Jadi?”
“Ah, masa ga tau sih? Modulnya Risna udah download kan? Minta dong.”
Ah, mulai lagi si Joni ini.
Joni, perwakilan kelas, anak paling top di kelasku. Selalu paling cepat dalam menyerap materi, selalu paling tinggi nilainya, selalu menjadi rebutan saat diberikan tugas kelompok. Tetapi, selama empat semester sekelas dengan dia, tidak pernah satu kali pun dia download modul sendiri. Tidak tahu mengapa, dia selalu saja minta padaku. Alhasil, aku ‘naik pangkat’ dari mahasiswa biasa menjadi tukang download di kelas ini. Semua orang meminta modul padaku.
Aku pernah mengelak pekerjaan ini dengan tidak men-download modul. Cara terbaik? Bukan. Hasilnya, seisi kelas tidak mempunyai. Dosen marah besar. Aku disalahkan. Aku kira setelah ini, akan ada yang mulai download modul. Tetapi tidak, tidak ada perubahan sama sekali.
“Please…” Joni sekarang sudah berdiri di depanku, menatapku dengan mukanya yang terkenal cakep itu.
“Iya, iya. Tunggu aku cari dulu flashdisk ku,” Jawabku. Ah, aku kalah lagi. Tidak pernah aku berhasil menolak permintaan Joni yang ini.
“Yes! Risna memang sweet, deh.” Katanya sambil mengambil flashdisk yang ku letakkan di meja. “By the way, Risna rajin download tapi malas rapiin tas ya? Kok seperti tong sampah aja?”
Sindirannya ini membuat mukaku merah padam. Karena marah, dan juga karena senyumannya sebelum memalingkan mukanya pada teman-temannya. Ketenaran killer smile-nya menyebar hampir ke seluruh kampus.
“Risna!” Suara Tya membuyarkan lamunanku. “Modul Pak Heli dah download?”
“Modul?” Ah! Aku lupa! Hari ini, kelompokku ditugaskan untuk mempresentasikan ringkasan modul Pak Heli. Pak Heli, guru killer yang ketenarannya melebihi senyuman Joni. Habislah.
“LUPA?! Aduh, Risna. Kok bisa lupa? Gimana sih, Risna nih,” anggota kelompokku yang lain mengerumuniku, menyalahkanku karena kelalaikanku itu. Aduh. Siapa pun, tolonglah aku.
“HEY! GOOD NEWS, PEOPLE!” Teriakan Joni menarik perhatian seisi kelas padanya. “Mr. Heli ga masuk hari nih! Disuruh pelajari materi selanjutnya menurut silabus!” Katanya.
“Beruntung kita!” Kata Ridwan sambil kembali ke tempat duduknya bersama dengan mereka yang tadi mengelilingiku.
Aku lega. Sangat lega. Aku kedipkan mataku untuk menahan kembali air mataku yang membendung.
“Hey,” Suara Joni. “Udah ga pa pa kok. Pak Heli ga masuk.”
Aku menundukkan kepalaku.
“Udahlah. Kalau takut lupa lagi, aku ingatin lain kali.”
Kepalaku semakin menunduk.
“Masih ga bisa tenang? Ya udah, sedihnya, kesalnya, upload aja ke aku. Aku download semua, khusus yang ini, aku download sendiri.” Katanya sambil mengacak rambutku.
Aku tertegun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!