Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 14 April 2011

Percaya

oleh: @geeshaa

Aku berlari-lari dengan heboh menuju ke Gedung Daya Khatulistiwa di daerah Jakarta Selatan—masalahnya, aku sudah terlambat nyaris setengah jam. Parah, parah, parah. Padahal ini kan hari pertamaku masuk kerja!

Setelah sekitar 15 menit berlari, sampailah aku di hadapan gedung 51 lantai itu. Setelah member salam selamat pagi kiri-kanan kepada security dan resepsionis, aku segera masuk lift menuju ke lantai 21. Di dalam lift itu, ada dua orang bapak-bapak yang sedang bercakap-cakap dengan mengenakan kemeja necis yang salah satunya berkepala botak. Satu lagi, seorang ibu-ibu yang berusia sekitar 30 tahunan yang tersenyum kepadaku setelah membaca name tag-ku yang tergantung di saku kemejaku. Entahlah, ia tersenyum tulus padaku ataukah karena melihat name tag-ku yang mungkin ganjil untuknya. Aku balas tersenyum sekenanya, karena sebentar kemudian pintu lift terbuka.

Bingo, lantai 21.

Aku lalu berjalan dengan cepat—namun sambil meminimalisasi keributan dari sepatu pantofelku yang terantuk lantai di setiap kali kumelangkah, menuju ke seseorang yang duduk di kubikel paling dekat dengan pintu lift.

“Maaf, Bu. Kalau Ruang Nusantara dimana ya?” tanyaku dengan sopan kepadanya. Sebelum menjawab, matanya menggerayangi penampilanku dari atas kepala sampai kakiku.

“Di sana,” katanya sambil menunjuk ke arah lorong beralaskan karpet berwarna merah marun. “Mentok belok kanan.” Lanjutnya.

“Oh, oke. Makasih, Bu.” Aku lalu beranjak pamit dan menuju arah yang tadi ditunjukkan.

Beberapa langkah dari kubikelnya, Si Ibu sedikit berseru, “Cepetan De, sudah mulai dari tadi acaranya!” Beliau sepertinya menyadari kalapu penampilanku menunjukkan kalau aku adalah pegawai baru yang seharusnya mengikuti acara pembukaan On the Job Training di ruang tersebut. Akupun mempercepat laju kakiku—nyaris berlari. Kalau aku bisa terbang, aku pasti sudah melesat dalam sekejap.

Akhirnya aku sampai di Ruang Nusantara sambil terengah-engah. Siapa sangka? Tepat saat itu, acara perkenalan baru dimulai. Aku segera mencari bangku yang kosong di antara ke-20 peserta OJT yang lain. Aku lalu duduk sambil mengatur ritem napasku. Sambil menunggu Bapak HRD itu menuju ke hadapanku untuk bersalaman.

“Ardi,” teman di sampingku memperkenalkan dirinya kepada Bapak HRD itu, yang ternyata namanya Kusno, jika kulihat dari name tag-nya sih.

Nah, kini giliranku.

“Kusno,” ujarnya singkat, memperkenalkan diri padaku sambil menyodorkan tangannya ke arahku. Aku segera menyambut tangannya dan kamipun berjabat tangan dengan erat.

“Percaya, Pak.” Kataku mantap. Untung saat ini aku sudah berhasil menghilangkan suara ngos-ngosan akibat napasku yang berantakan.

Tiba-tiba Pak Kusno tertawa lantang. Aku melongo.

“Iyalah! Memang anda harus percaya sama saya, nama saya Kusno! Masa saya bohong sama anda!” ia masih terkekeh mendengar perkataanku sebelumnya. Ah, inilah kan. Si Bapak salah tangkap.

“Bukan, Pak. Maksud saya, nama saya Percaya.” Jawabku sambil menunjukkan name tag-ku ke arahnya. Pak Kusno terlihat tersentak dan terhenyak. Mungkin ia bingung harus tertawa atau menertawakan dirinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!