Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Minggu, 24 April 2011

Penilain Konser yang Salah

Oleh: @brynabudiman‏

Banyak konser yang telah kudatangi, pernah kutontoni artis dari Cina, Indonesia, maupun Kanada, yakni Jay Chou, Ahmad Dani dan Switchfoot. Semua
seakan-akan runtutan peristiwa euphoria dimana penonton bersorak-sorai, meloncat, melambaikan tangan. Semua pusat perhatian hanya kepada penyanyi,
Konser itu menyenangkan, apalagi kalau artis-artisnya terkenal. Tapi apakah kalian berpikir bahwa konser musikal klasik juga bisa sama menyenangkannya?
Bahwa konser klasik bisa lebih dalam artinya, bahwa konser klasik membawa kita ke dalam realm yang berbeda. Cukup introduksinya , sekarang menuju cerita,
mengapa aku bisa terpana terhadap musik klasik.

Orang-orang pernah memberitahuku bahwa musik klasik dapat membuat seseorang pintar. Di majalah-majalah juga dijelaskan variasi melodi dan tempo yang membuat
klasik berbeda dari musik lainnya, bahwa otak kita ditantang untuk mendengar variasinya dan berkembang. Kukira semua itu hanya omong kosong, kukira klasik itu
membosankan. Lebih baik kuhabiskan waktu ke musik jazz, pop, rnb ato alternative rock. Semua berubah sejak ketidaksengajaan membeli tiket Beethoven Easter yang diadakan
di Aula Simfona Jakarta. Tadinya mau kubeli tiket Justin Bieber, tapi karena habis, daripada bosan di rumah, kutonton saja. Kuajak teman-temanku, mereka tidak tertarik, jadi
aku pun pergi sendiri.

Jalan ke Kemayoran tidak macet, lampu-lampu Jakarta yang membuat ia dicerminkan sebagai si "Metropolitan", gedung-gedung tinggi, kulalui dengan cepat, sebentar lagi konser dimulai.
Kumasuki gedung, memberi karcis, masuk dan duduk di bangku merah. Tempat duduknya sederhana, dengan bahan bewarna merah, tetapi alangkah mewah sekitarnya. Lampu kristal
yang turun dari langit-langit, lampu-lampu yang disusun bagaikan kue tart, dan mikrofon kecil yang digantung ke bawah. Gong berbunyi, banyak penonton masuk, sudah waktunya konser dimulai.

Bagian pertama dimulai dengan violinist, dengan mahirnya ia menekan string violin sesuai irama, dimulai dengan lembut, lalu melankoli, lalu lembut lagi, semua diiringi dengan para violinist, dan alat
musik lainnya. Sang konduktur memimpin, lalu dilanjutkan oleh pianist perempuan yang dengan emosi tak terbendung memberi alunan staccato dan diminuendo (semakin mengecil) , sangat kontras
dengan sang violinis, pianis memainkan nada mayor, yang lebih menggembirakan. Semua permainannya diiring oleh violinist, trumpet dan lainnya.

Setelah itu , ada waktu istirahat. Permainan klasikal tadi sungguh menguras pikiranku, capai sekali memikirkan perubahan nada, tapi keahlian mereka membuatku terpana. Asumsiku bahwa klasik itu
membosankan salah. Ternyata, ada perubahan nada yang ditenun untuk menjadi melodi yang indah, bagai warna putih yang terkena sinar, berpisah menjadi fragmen pelangi. Awal yang kukira membosankan
mengalun menjadi pita panjang yang tak ada akhirnya.

Istirahat 15 menit telah berlalu, sekarang saat bagian kedua dimulai. Karena besok Malam Paskah, konser ini lebih menjurus ke Paskah. Ada yang menyanyikan soprano, tenor dan baritone, dibantu dengan
anggota kur yang terdiri dari soprano, alto, tenor dan bass. Soprano merepresentasikan malaikat atau seraphim, tenor itu dianggap sebagai Yesus dan baritone adalah Petrus, murid Yesus. Awalnya dinyanyikan oleh tenor, di mana Yesus bertanya kepada Bapanya di Surga mengapa ia harus mengalami sesuatu hal yang sangat berat. Malaikat menyampaikan pesan BapakNya untuk diriNya, bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan umat manusia adalah dengan mengorbankan darahNya yang suci.Yesus mengiyakan, dan orang-orang yang menyalahkan dan mencemooh Dia karena Dia berkata bahwa Dia adalah Raja, ingin Dia dibunuh. Petrus muridnya tidak terima Yesus disiksa dan berkata bahwa saatnya balas dendam. Yesus menjawab bahwa tugas itu hanya boleh dikerjakan BapakNya, dan kita harus menyayangi orang yang telah menjahati kita. Yesus lalu berkata, bahwa ini saatnya kekuatan iblis dikeluarkan, akan tetapi Ia akan menang dalam nama BapakNya yang ada di surga. Begitulah intisari cerita di mana Tuhan Yesus bergumul dan akhirnya apa yang diketahuiNya terjadi juga.

Saat anggota kur menyanyi, terjadi harmoni. Tanpa konsentrasi, akan susah untuk menyanyikan part sendiri saat part orang lain dinyanyikan bersama dengan partmu. Harmonisasi itu menciptakan suspens, kesedihan, ketidakadilan yang diterima Yesus. Akan tetapi dengan sopran, dinyatakan bahwa akan ada harapan di balik semua itu. Cerita tentang Tuhan Yesus itu tak akan disampaikan dengan baik apabila tidak ada kerjasama antara anggota kur , konduktur, pianist, violinist dan penyanyi. Tanpa keterikatan dan kerenggangan saat berekspresi, demi memuliakan nama Tuhan, pasti hasilnya tidak akan bagus dan maksimal. Maksud bagus adalah dari hati dan hasilnya dapat dipancarkan dan dirasakan oleh penonton.

Selesai konser, kupelajari banyak hal. Bukan hanya saja kesenangan sementara yang penting seperti konser artis lain, konser klasikal ini meninggalkan bekas di hatiku. Bukan hiperbola yang kubicarakan, tetapi kenyataan. Bahwa tulisan dan musik bisa menjadi begitu kuat karena kerjasama dan usaha yang diberikan oleh performer-performer. Di sini kupelajari untuk tidak menilai sesuatu berdasarkan persepsi yang sudah ada di otak, tetapi lebih coba membuka pikiran terhadap berbagai ide-ide di luar dunia. Contohnya, kalau dulu hanya suka musik pop karena musik pop adalah kebanyakan yang masuk "Grammy Awards", sekali-kali cobalah untuk mendengarkan jazz, yang sama enaknya hanya dalam cara yang berbeda. Inti dari konser ini adalah bahwa Tuhan mau kita memaafkan musuh kita, seperti Dia yang juga mengampuni kami , dan kejahatan apa yang pernah orang perbuat kepada dirimu, biarlah Tuhan yang urus.

Karena konser ini, aku belajar banyak pesan tentang hidup. Tentang memberi maaf, tentang membuka pandangan dan mempertambah wawasan, dan yang paling penting keluar dari keterikatan dengan "stereotyping" jenis-jenis musik, orang, agama, suku, bahasa dan bangsa. Karena jikalau kita menghilangkan 'prejudice-prejudice' itu , kita dapat membuat harmoni, dari warna individual dialun dan dijahit menjadi selimut kasih dan menyatukan menjadi sesuatu produk yang indah, sesuatu indah yang direncanakan Tuhan sesuai waktuNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!