Oleh Anindya Astin
"Bu, Aku bisa membuat piring itu melayang" Kataku pada ibuku ketika aku berumur 12 tahun.
"Ufo sayangku?" jawabnya, aku tahu ia hanya menganggapku sedang bermain dan ia tidak ingin repot repot menanggapi anak kecil lugu sepertiku.
"Bukan Ufo ibu!"
"Bagus sekali sayang, sekarang bermainlah dengan Ufo mu aku harus menjahitkan celana kakakmu oke." Sekarang Ibu benar benar tidak mendengarkan perkataanku dan sibuk menjahit.
"Maksudmu aku boleh menerbangkan piring piring antik ibu juga?"
Ibuku terdiam sebentar lalu berfikir. "Apa maksudmu dengan piring antikku? Oh astaga Emily! Kau mau membuat ufo dengan piring antikku??"
"Belum bu, tapi yah aku sudah memecahkan satu sih." Jawabku jujur.
Ibu berteriak histeris dan langsung berlari kearah lemari piring antiknya. "Astaga Emily!! Itu piring dari abad ke 18! Apa yang kau lakukan dengannya!" Bentak ibuku.
"Aku menerbangkan kuncinya ke dalam lubangnya lalu menerbangkan piring itu."
"Anak Nakal! hentikan permainan piring terbangmu! Bereskan Piring itu dan kau dihukum! Bereskan dan masuk ke kamarmu!" Ibu kembali membentak, wajahnya sangat merah dan aku bisa melihat urat nya bertonjolan di dahi. Ia sangat marah.
Aku tahu aku bersalah atas memecahkan piring, tetapi aku mempunyai alasan mengapa aku memecahkan piring itu."Ini bukan omog kosong! lihat aku bisa menerbangkan piring!" Kataku bersi keras. Lalu aku memusatkan perhatianku pada piring antik ibu lainnya.
Melihatku melakukan hal konyol, Ia langsung kembali menggeram dan siap menerkamku ketika akhirnya aku berhasil menerbangkan salah satu piring dan membuat ibuku kembali berteriak histeris. "Jonathan (Ayahku) kemari sayang!!"
Ayahku lari terpogoh pogoh lalu ikut histeris ketika melihat piring antiknya terbang. Aku tersenyum puas dengan respon yang mereka timbulkan. Tapi, woops sayangnya karena terlalu senang aku kehilangan kontrol si piring dan 'Prang!' Aku memecahkan satu piring lagi. Dan teriakan kedua orang tuaku pun semakin keras.
"Emily" Kata Ayahku ketika ia dan ibu menyuruhku duduk dan ingin berbicara.. err.. 6 mata? "Kau penyihir."
Aku terkesiap mendengar perkataannya "Apa kau.."
"Jangan potong perkataanku Emily" Sela Ayah "Ini adalah sebuah fakta, Keluarga kita adalah keturunan penyihir. Tetapi kekuatan itu telah lama hilang seiring berjalannya waktu dan sekarang, aku rasa kekuatan itu kembali muncul. Dalam dirimu."
Aku tidak percaya ini. Tapi ini sungguh keren! Aku? Penyihir? Aku membayangkan diriku terbang dengan sapu (sapu tidak ketinggalan jamankan? atau mereka sekarang menggunakan mobil terbang?), aku membayangkan diriku meramu ramuan (Aku harap ini tidak akan seperti pelajaran kimia.) Dan oh, apakah aku akan di kirim ke sekolah khusus sihir? seperti hoghwarts lalu aku akan bertemu penyihir tampan seperti Harry Potter lalu bersamanya kami akan melawan Pangeran Kegelapan? Ini sangat menabjubkan!
"Dengarkan aku Emily" kata Ayahku lagi yang membuyarkan imajinasiku tentang sihir ini. "Berjanjilah padaku sayang."
"Berjanji apa Ayah? Supaya aku tidak terbang dengan mobil sampai aku mendapatkan SIM?"
"Eh? apa? bukan itu nak! Bukan! Maksudku berjanjilah! Kau tidak akan menggunakan sihir itu! Jangan sekali kali keluarkan sihir! Biarlah itu terpendam dalam dirimu! Berjanjilah!"
Aku terbelalak kaget, "Apa?? Kenapa?? mengapa??" tanyaku frustasi.
"Tidak ada pertanyaan lagi nak! sekarang berjanjilah!" Desak Ayah.
Aku bermaksud untuk mendebatnya tetapi ibuku mencegah hal itu dengan berkata "Berjanjlah Emily! Dan sekarang cepat bereskan piring piring itu dan masuk kamarmu!"
Aku tidak percaya ini aku masih dihukum dan tidak boleh menggunakan sihir. Tidak ada gunanya mendebat ibu, ia hanya akan menyiksaku lebih parah dari sekedar kurungan di kamar. Jadi aku segera membereskan piring bodoh itu lalu masuk kamarku dan menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur dengan perasaan kesal.
Tetapi saat itu aku berpikir, aku bisa saja menggunakan sihir asalkan mereka tidak tahu, tidak masalah bukan? Menyihir 'poof' dan ketika mereka membalikan badan aku akan pasang muka bodoh tanpa dosa. Easy as pie.
Jadi selama beberapa tahun ini aku menyihir, aku mengembangkan ilmu sihirku, berusaha terbang dengan sapu (dan tidak berhasil, sepupuku pikir aku sedang bermain kuda kuda an).
Semuanya berjalan lancar dan menyenangkan sejauh ini. Tetapi tentu sebaik baiknya kau menyembunyikan sebuah rahasia, pada akhirnya pasti akan terungkap juga. Ibu melihatku menyihir mie instan menjadi spagheti.
Ia kembali berteriak histeris dan memanggil Ayahku.
"Emily!" Teriak ayahku murka ketika mendengar apa yang kulakukan. "Kau telah berjanji padaku! Dan apa apaan kau menyihir mie itu menjadi spaghetti yang kelihatan menggiurkan!"
"Ada apa dengan menyihir?? aku tidak mengerti mengapa engkau tidak suka dengan sihir!" Aku balas berteriak, aku merasa marah. Mereka hanya merasa iri dengan sihirku! sehingga itu mereka melarangku menyihir! "Aku ingin kebenaran Ayah! mengapa kau benci sihirku?!"
"Emily!" katanya lagi, suaranya melunak. "Aku tidak benci dengan sihir, sungguh. Tapi sayang, Sihir itu tidak dibenarkan agama! itu haram!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!