Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Jumat, 06 Agustus 2010

"Sempurna"

Oleh: @prameswary
Link: http://ayuprameswary.wordpress.com/2010/08/06/sempurna/

Dia menarik stocking-nya dengan kekuatan nyaris penuh. Dan nyaris pula stocking berwarna hitam itu robek karenanya. Sesaat dia mengatupkan tangan ke mulutnya. Setelah dipastikan stocking itu melekat tepat di tubuh bagian bawahnya, dia memasukkan kakinya satu per satu ke rok pensil bermotif kotak-kotak tartan dengan warna hijau lumut. Warna kesukaannya. Dilanjutkan mengenakan blus dengan warna senada, lalu dia mematut dirinya di depan cermin besar dalam kamar.
Sempurna, pikirnya.

Lalu dia melenggokkan badannya. Sempurna, pikirnya lagi. Kali ini sambil tersenyum.
“Oh!” pekiknya tertahan. Rupanya dia nyaris terlambat dengan janjinya. Dengan lekas dia menarik laci meja riasnya. Tanpa memilah-milah seperti yang biasa dilakukannya, ia mengambil salah satu dari deretan lipstick koleksinya. Menyapu warna di bibirnya. Kini benda di tangannya berganti mascara yang dengan lekas pula ia poleskan di bulu matanya yang lentik.
Dia kembali melirik jam. Berdecak. Dia tidak suka terlambat. Tapi dia lebih tidak suka keluar tanpa penampilan maksimal. Untuk menghemat waktu, dia memutuskan menggunakan blush-on sekaligus untuk pewarna mata.
Ini baru sempurna! Pikirnya untuk ketiga kali.
Segera dia membuka pintu kamarnya setelah menyambar tas di atas tempat tidur.
Dia menemukan anak laki-lakinya sedang terduduk di sofa. Menatapnya dengan perasaan enggan. Hari ini memang dia berencana mengantar anak sematawayangnya itu ke sekolah. Kali ini dia berhasil, setelah berpuluh kali si anak menolak diantar olehnya dengan berbagai alasan.
Mungkin kali ini si anak kehabisan alasan. Atau ia terpaksa mengabulkan agar dia tidak merongrongnya terus. Tapi tetap dia menemukan keengganan di mata anaknya. Walau begitu, dia merasa harus melakukan ini; mengantar anaknya ke sekolah, di mana dia akan bertemu dengan teman-temannya. Semua karena dia menginginkan si anak dapat menerima dia sesungguhnya. Apa adanya.
“Ayo, nak, kita pergi sekarang.” Sahutnya sambil melengkapi penampilannya dengan high heels.
Si anak berdiri pun dengan gerakan enggan serta tatapan yang tidak berubah sejak tadi.
“Baik, Ayah…”

Artikel wikipedia: transgender

6 komentar:

  1. Endingnya nggak ketebak banget :) Woo hoo!

    BalasHapus
  2. sempurna hanya di mata dia, ya. padahal ayahnya bingung. hahahaha

    BalasHapus
  3. good ending, aku sukaa! hebat hebat hebat!

    BalasHapus
  4. Tervisualisasi dengan baik!! baguuuss haha

    endingnya mantep

    BalasHapus
  5. gw membayangkan, pasti makin keren kalo dr sudut pandang anaknya. ;)

    nice work!

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!