Oleh : Khoirunnisa Aulia Noor Haryopranoto
Cahaya mentari yang masuk lewat celah-celah jendela tepat menyorot mataku. Tidak, aku tetap tak dapat lihat apapun. Gelap-gulita, atau memang tak ada benda? Entahlah. Mataku masih terlalu rabun untuk mengetahuinya ,kepalaku masih terlalu pusing untuk mencernanya. Aku kembali tertidur berharap saat bangun nanti semua kembali sempurna.
Sedikit demi sedikit mataku terbuka. Cahaya! Ya aku melihat cahaya! Tapi, dimana aku?oh ini rumahku, ini kamarku. Kulangkahkan kaki keluar kamar. Sepi, tak ada orang, kemana mereka? Mungkin dibawah. Jawabku menenangkan diri sendiri. Ku turuni tangga, dan benar saja. Saat aku tiba dilantai bawah, mereka , ayah, bunda, dan adikku mereka duduk manis di depan perapian itu. memasang muka yang tegang. Kuhampiri mereka. Kucium ayah dan berdoa pada tuhan. Lalu kucium bunda. Adikku menangis, kupeluk dia.
‘ini satu tahun ketiadaan bunda ka’ rintihnya
‘ya, dan ini 2 tahun ketiadaan ayah.’ Ucapku. Ya, yang kucium bukan ayah bunda yang nyata. Itu hanya foto ,bersama bingkainya. Mereka berdua meninggal di tanggal yang sama meski tahun berbeda. Dan dengan cara yang sama mengenaskan. Ini bagai teror malam natal bagi keluargaku. Pertama ayah setelah itu bunda. Siapa taun ini? Hanya tinggal aku dan adikku. Kronologi? Semua hampir sama. Malam natal ,tepat sebelum hari berganti menjadi natal. Ayah hilang ,yang terakhir kudengar hanya jeritannya. Yang terakhir kulihat hanya jejak kakinya yang bercampur dengan jejak kaki orang lain. Esoknya kami temukan ayah berbaring di tempat tidur, tertutup oleh selimut layaknya hanya telat bangun. Adikku memeluknya sambil berteriak ‘ayaah ayo ke gereja !ini natal!’ begitu serunya. Bunda yang sudah rapih dengan gaun putihnya turun tangan untuk membangunkan ayah. Ia buka selimut yang menutupi ayah, ini yang kami lihat, badan yang penuh darah kering dan sebilah pisau ditangan. Hari ini berganti, bunda mengubah kostum putihnya dengan hitam. Kami melangkah keluar rumah gereja tujuan kami. Bukan ,bukan untuk natalan namun untuk pemakaman ayah.
Taun berikutnya pun tak beda jauh, pukul 11.50 ,bunda hilang. Yang kudengar terakhir hanya teriakan minta tolongnya namun aku telat. Bunda telah lenyap dari penglihatan. Esoknya? Sama, kami temukan bunda di tempat tidur. Aku ketakutan. Perlahan ku dekati bunda. Dan benar, badannya terlumuri darah. Sebilah pisau ditangannya. Dan itu tahun kedua aku ke gereja untuk pemakaman saat natalan. Dan ini tahun ketiga. Bila benar ,tahun ini giliranku untuk diculik dan terbaring di tempat tidur esok pagi.
Aku dan adikku duduk manis di depan perapian ,mendegarkan detik demi detik waktu yang terus saja berlalu. Ini sudah pukul 10.00 artinya tidak kurang dari 2 jam lagi. Ku peluk erat adikku sambil menitikkan air mata. Sudah kutitipkan ia pada paman ku jikalau memang esok harus menjadi kali ketiga bagi adikku untuk ke pemakaman saat natal.
11.40 sebilah pisau telah ku genggam. Bunyi berisik semak didepan rumah mulai terdengar. Aku tak mau bangkit. Tak akan. Mataku waspada, sewaspada mataku, tetap keduanya didepan. Tak ada yang memperhatikan belakangku. Adikku sudah pergi. Dijemput tadi oleh pamanku. Tiba-tiba penglihatanku gelap. Seuntai kain menutup mukaku. Aku diseret. Entah dibawa kemana. Aku dimasukkan secara paksa kedalam mobil dan aku ta lagi ingat detik berikutnya. Tampaknya aku dibius.
Aku terbangun dan aku masih hidup. Kulihat matahari sudah tinggi. Tanganku terikat dibangku. Badanku juga. Seseorang masuk ke ruangan itu. seorang lelaki berperawakan besar, tinggi dan cukup menakutkan.
‘selamat natal kecil’ seru orang tadi
‘hari ini natal?dimana adikku?’
‘ya. Maaf mengganggu natalmu’
‘apa yang kau mau?’
‘tidak banyak.’
‘apa?’
‘kau akan tau nanti’ lalu ia meninggalkan ku lagi sendiri disini. Tak lama kemudian 2 orang yang lain masuk. Memberi ku sebakul makanan. Tidak, ini tidak seperti penculikkan yang lainnya pasti ada maksud terselubung. Tali ditanganku dibuka. Aku bisa makan dengan bebas. Bahkan makanannya sangat enak. Layaknya makanan natal biasa. 10 menit setelah itu, seorang yang lain lagi masuk ke ruanganku memberiku sebuah koran. Headline news : setelah ayah, bunda kini sang kaka pun terbunuh’ fotoku ada disana berbaring di tempat tidur. Orang yang pertama masuk tadi kini ada dihadapanku. Namanya agung.
‘siapa ini?’ tanyaku tak percaya
‘kembaranmu. Kloninganmu’ jawabnya
‘jadi ayah?bunda?’
‘ya, mereka masih ada. Sehat.’
‘jadi apa yang kau mau?’
‘tinggal bersamaku. Jangan pernah keluar rumah’
‘menutupi kebohongan mu?’
‘ya’ tidak ada hitam di atas putih, namun aku mengiyakan.
Agung, seorang peneliti yang berhasil menemukan kloning di Indonesia. Buron? Ya ia buron . kloning jelas dilarang disini. Bukan. Aku salah. Agung bukan peneliti ia hanya orang suruhan. Kini aku baru saja mau bertemu dengan ilmuwan aslinya. Sebuah rumah yang cukup bahkan sangat amat mewah.seseorang telah menunggu di sudut ruang itu. samar, ia menghadap ke jendela.
‘hai adik kecil yang sudah besar’ sapanya. Aku kenal kata-kata itu.
‘paman andre?’ seru ku
Paman andre membalikan badanya dengan senyum di bibirnya. Ya , paman andre. Kini aku tau apa yang ia inginkan.
Ceritanya keren bgt!
BalasHapusSekadar catatan tambahan,kalau untuk percakapan,bisa digunakan tanda petik ("").Tanda petik tunggal ('') digunakan untuk percakapan dalam percakapan. Lalu, kata taun-->tahun, rapih-->rapi,tau-->tahu.Juga penggunaan huruf kapital untuk nama orang.
jadi paman andre mau apa? ceritanya bagus, tp endingnya seperti buru2.
BalasHapusterimakasih saran dan kritik nyaa :)
BalasHapus@admin ini cerita yang diculik