Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Kamis, 14 April 2011

Dia Percaya Padaku

oleh: Lidya Christina Yowendro (@Lid_Yang)


Dia jarang bicara. Setiap kali aku menemuinya, dia selalu diam. Mereka yang menemaninya selalu bermain denganku dengan senang. Tetapi dia tidak. Nampaknya begitu. Tampangnya selalu masam.

Sejak pertemuan pertama dengannya, aku tahu dia akan menjadi teman terbaikku. Aku tahu dia hanya menganggapku angin yang lewat begitu saja. Dia tidak pernah bertanya bagaimana hariku, bagaimana makananku siang tadi. Dia juga tidak pernah membicarakan rahasianya padaku, tidak seperti teman-temanku yang lain.

Tetapi itu semua dugaanku saja. Semuanya hanya anggapanku terhadap pribadinya. Hingga hari itu.

Seperti biasa, aku menemaninya berjalan di taman. Tiba-tiba dia ingin ke tempat lain yang tidak pernah dia pergi.

Mau kemana dia? Aku tidak tahu. Aku hanya bertugas menuntunnya, menemaninya. Kami meninggalkan taman, menuju ke jalan raya. Mobil berlalu lalang dengan cepatnya. Nampaknya dia bingung akan tempat yang ingin dikunjunginya.

Oh, iya! Aku teringat sesuatu. Tempat pelatihanku di dekat sini. Akan ku bawa dia ke sana. Terserahlah apa yang dia akan katakan pada orang tuanya.

Dari pada hanya berjalan tanpa tujuan, aku membawanya melewati jalan raya yang sedang ramai dengan kendaraan, membawanya melewati tempat-tempat yang tidak pernah dia pergi.

Dengan bangga aku membawanya pulang beberapa jam kemudian. Orang tuanya kelihatan cemas. Sangat cemas.

Dia ditarik ke dalam kamar. Aku menempelkan telinga ku ke dekat pintu. Aku ingin mendengarkan percakapan mereka.

“Kamu kemana tadi?!” Sepertinya itu suara ibunya.

“Tidak kemana-mana,” jawabnya tenang.

Dan mulailah dia diserang dengan omelan dari orang tua dan familinya.

“Bagaimana kalau kamu kecelakaan? Jalan raya pada jam segitu banyak mobil!”

“Lalu?”

Wah, pikirku. Kalem betul anak ini.

“Lalu?! Anjing itu tidak bisa menyelamatkanmu kalau terjadi sesuatu.”

Eh! Kata-kata ibunya benar-benar tidak menyenangkan hatiku. Aku bisa menyelamatkannya!

“Dia bisa,” katanya. “Aku percaya itu. Karena aku percaya dia.”

Ternyata dia telah mempercayaiku mulai saat kami bertemu. Ternyata dia mempercayakan hidupnya yang begitu berharga padaku. Dengan matanya yang buta itu, yang dia bisa percayai hanya aku, anjing penuntunnya yang selalu menemaninya.

5 komentar:

  1. suka tokohnya si anjing penuntun tuna netra. suka bgt!!! :D

    BalasHapus
  2. Keren waaaahhh kreatif banget sih

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Jyah.... hehehehe....
    makasih banget.... :)
    Jadi malu.... >.<

    tapi masi perlu byk blajar......................

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!