Harusnya, setiap kali kita bertengkar aku selalu yakin kita akan lupa beberapa saat kemudian. Aku akan melupakan kata-kata kasar yang kau ucapkan padaku. Dan kamu akan melupakan pukulan di badanmu yang kusarangkan—meski aku tahu sedikit pun kamu tak merasakan sakit. Kita tak pernah benar-benar bertengkar, kan?
Aku juga berusaha melupakan semua kesalahan kecil yang kamu lakukan. Saat kamu lupa menjemputku setelah pulang kuliah, atau saat seharusnya kamu datang ke acara keluarga tapi malah ketiduran sehabis bermain game. Manusia tidak pernah luput dari kesalahan, kan?
Aku juga akan melupakan betapa lucunya saat kamu berusaha tidak kesal saat bosmu berusaha membuat lelucon dengan nama belakangmu pada CEO kalian. Kamu Satrio Haiawan, sayangku, tapi bosmu sadar kalau hewan dalam bahasa arab disebut “haiawan”. Aku janji akan melupakan kejadian memalukan itu, walau diam-diam aku selalu menggodamu saat kamu tiba-tiba menjadi buas di saat-saat tertentu kita.
Aku juga pernah lupa, kok. Hari jadian kita, kala itu. Aku benar-benar tak sengaja karena tugas kuliah menumpuk. Aku kecapekan akibat praktikum bertubi-tubi dari aisten laboratorium. Akibatnya aku lupa kalau seharusnya kita berada di pantai tempat kamu menembakku tiga tahun lalu. Sayang, aku kuliah di jurusan THP. Tahu kepanjangannya?
“Teknologi Hasil Pangan,” jawabanmu."Seratus. Tapi juga seratus persen salah.” kataku. “Huu…” kamu protes."Tiap Hari Praktikum." Kamu mengangguk—menghormati lelucon garingku—dan memaafkanku. Lalu kita pergi makan malam paling romantis yang pernah kudapat.
Kita selalu bersyukur memiliki otak yang memiliki fungsi “delete” dalam sistemnya, kan? Walau kadang-kadang kita bisa tak sengaja menghapus memori yang dibutuhkan. Yang penting, aku tak akan melupakan kenangan indah yang kita rajut berdua.
Tak akan. Selamanya.
Tapi, Satrio...
Suatu hari aku berada di sebuah acara pernikahan. temanku. Ya, temanku, kuharap masih temanku. Setelah kenyang dengan makanannya, sejujurnya aku tak bisa makan satu sendok pun, aku bersalaman dengan mempelai pria dan wanita.
Kamu ada di sana, Satrio...
“Maafkan aku…," bisikmu.
Aku juga tak bisa melupakan saat kamu memilih orang lain untuk mendampingimu di pelamninan ini. Dan tatapan orang-orang saat melihatku berjalan dalam linangan air mata.
"Jangan lupakan aku..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!