Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Rabu, 06 April 2011

Tolong, Tuhan.


By Nadya Nabila | @winterfireworks

Meninggal.

Bukan dalam artian yang sebenarnya.

Hembusan napasnya sama sekali tidak terdengar, memang. Kecuali kau berada pada jarak paling jauh lima sentimeter dari lubang hidungnya. Tapi masih ada disana, hembusan karbon dioksida dan hirupan oksigen itu. Juga jantungnya, masih bisa dirasakan detaknya, jika kau sempat menempelkan telapak tanganmu di dada kirinya. Itu pun kalau tidak terkena tamparan telak oleh gadis berambut hitam panjang ini. Atau mungkin merasakan denyut nadinya merupakan alternatif yang lebih baik. Di pergelangan tangannya, di bawah lingkar jam tangannya masih dapat terasa denyutan yang selaras dengan detakan jantungnya. Teratur dan sehat walafiat. Hanya saja lebih cepat, seperti denyut nadinya sehabis jogging setiap Minggu pagi.

Secara fisik, Niesha masih hidup. Sehat walafiat.

Tapi tetap saja, rasanya dia meninggal.

Diliriknya jarum jam yang menggantung di dinding. Waktu menunjukkan pukul  tujuh lebih empat puluh lima menit. Lima belas menit lagi, dan tamatlah riwayatnya.

Tuhan, tolong, Tuhan. Sekali ini saja. Tolonglah hambaMu yang teraniaya ini.

Begitu doanya dalam hati.

Dengan segala kerendahan hati, Tuhan. Kupasrahkan diriku di hadapanmu, Tuhan. Bantulah aku. Berikan aku petunjuk. Berikan aku kemudahan, berikan aku kesabaran dalam menghadapi semua ini, Tuhan.

Ketukan sepatu yang samar terdengar, bergema khusus di telinganya sendiri. Seperti langkah hantu di film horror yang pernah membuatnya harus mengungsi ke kamar sang ibu untuk sekadar tidur di malam hari. Goresan – goresan yang dibuat pensil pada kertas yang tadinya putih bersih di kanan kirinya membuatnya semakin panik. Menelan ludahnya sendiri, ia menyibak rambutnya, lalu menunduk. Menatap sekali lagi kertas nista itu.

Kertas berisi racauan orang – orang luar biasa kurang kerjaan. Berisi gambar, lalu deretan kata – kata beserta angka yang melengkapi data. Berisi pertanyaan orang – orang pintar yang merasa terlalu pintar untuk menjawabnya, lalu ditanyakan kepada orang – orang berotak terbatas seperti dirinya sebagai suatu bentuk penyiksaan batin yang mengerikan.

Kertas ulangan fisika.

Demi apapun. Bola gelinding saja dihitung. Anak bermain jungkat – jungkit saja dihitung.

Tapi bukan itu masalahnya sekarang. Sama sekali bukan itu. Niesha memutar kepalanya ke samping. Berusaha sekali agar geraknya tak kentara agar tidak menarik perhatian sang guru killer yang hobi sekali berjalan – jalan di antara meja – meja belajar para murid pada saat ulangan. Dicoleknya sang teman yang duduk di meja sebelah kanannya.

“Ga, nomer dua tiga.” Bisiknya. Hampir seperti suara desau pendingin ruangan yang hampir tak terdengar bahkan di suasana sepi kelas saat ulangan. Jarinya bergerak, memberi kode angka dua dan tiga sambil matanya mengawasi sang guru.

“Gak tau.” Balasan Arga, dalam bentuk bisikan juga. Sambil geleng – geleng kepala dan ekspresi wajah horror.

Matilah.

“Lima menit lagi.”

Nah, itu tadi. Matilah.

Gadis enam belas tahun itu menggigit ujung pensil 2b miliknya, putus asa. Menatap lembar jawabannya yang masih kosong di beberapa tempat. Ia sudah menghitung tadi, untuk mendapat nilai standar untuk kelulusan paling banyak ia hanya boleh salah tujuh nomor. Sedangkan yang ia tak yakin ada sekitar sepuluh nomor, dengan tiga nomor yang belum diisi.

Tuhan, aku anak yang baik. Oke, mungkin sudah banyak kesalahan yang telah kuperbuat. Tapi aku ingin Engkau tahu, Tuhan, bahwa sesungguhnya aku tidak pernah benar – benar bermaksud begitu. Maka, Tuhan, tolonglah, sekali ini saja, kabulkan doaku, Tuhan.

Tuhan, benerin jawaban saya dooooong. Males kalo harus remedial niiiiih.

Ujung pensilnya yang lancip ditempelkan ke kertas, tepat di depan huruf a pada pilihan jawaban yang tertera pada soal. Menarik napas, ia mulai beraksi.

Cap cip cup...

Lalu hitamkan pada lembar jawaban. Goresan terakhir selesai dibubuhkannya pada lingkaran sempurna lembar jawaban tepat pada saat sang guru berkata, “Kumpulkan.”

Yep. Meninggal. Matilah Niesha.

1 komentar:

  1. Nice story pantas jadi BOTN

    WS emang ga salah pilih..

    Awal baca kirain korban penculikan.. Eh.. Tnyata lagi ulangan fisika hehehe

    KEREN! :)
    Congratz yah

    BalasHapus

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!