Peringatan keras: setiap karya yang dimuat di Writing Session dilindungi UU hak cipta & penjiplakan pada karya tersebut memiliki sanksi!

Minggu, 20 Februari 2011

Gaun Putih, Cahayaku

Oleh: Lina Lidia

“Bagaimana? Bagus ga?” tanyaku.
“Hmmm… Bagus. Cantik kok,” Dia tersenyum menatapku.
Aku kembali memasuki bilik itu. Lalu keluar lagi.
“Kalau yang ini? Bagus?”
“Iya, bagus!” lagi-lagi dia tersenyum.
Begitu seterusnya, dan jawabannya selalu sama.
“Sebenarnya kakak lebih suka yang mana? Ade bingung. Kalau dipikir-pikir dari kelima baju yang tadi ade coba, kakak selalu bilang bagus. Jadi beli yang mana nich?” tanyaku lagi.
“Ade itu selalu cantik, kok! Apapun itu kalau ade yang pakai pasti bagus, bahkan pakaian yang mungkin orang lain nggak cocok. Tapi kalau ade yang pakai selalu cantik. Sepertinya yang bikin cantik bukan pakaiannya, tapi ade. Karena ade sendiri sudah cantik, sehingga semua yang menempel di tubuh ade akan menambah kecantikan ade. Tidak ada yang akan mengurangi kecantikan ade, selama itu masih ade,” Duh, kerlingan matanya membuatku hampir pingsan.
Sekali lagi, aku mematut di kaca. Dengan gaun putih bermotif sederhana di tiap sudut dan tepiannya.
“Nah, yang ini paling bagus. Kakak suka ade pakai warna putih. Itu membuat ade semakin bersinar. Membuat ade semakin bercahaya. Ade selalu tampak kemilau dengan gaun putih. Semua warna putih seakan mempertegas kecantikan ade,” kali ini jawabannya lebih tegas dari biasanya. Dan aku yakin, inilah yang paling dia suka.
Gaun putih dengan motif sederhana. Cantik dan elegan, itu komentar yang berulang-ulang dia ucapkan. Sambil sesekali mendaratkan kecupan manis di kepalaku.
Yah, gaun putih! Dan mungkin semua warna putih itu akan membuatnya lebih menyukaiku, membuatnya semakin betah untuk terus di sampingku. Tidak akan pernah berpaling dariku, tidak akan membuatnya meninggalkanku, meski kelak aku semakin bertambah tua dan keriput. Tapi aku akan tetap menjadi bidadarinya seperti ketika pertama kali dia menyukaiku dan melamarku. Selamanya aku akan menjadi bidadarinya.
Gaun putih ini akan membuatku semakin mempesona, bagai bidadari yang menari di surge, itulah aku di matanya.
“Ade juga suka warna putih. Tidak sekedar karena terkesan bersih dan melambangkan kesucian. Tapi karena kelak, ketika kehidupan dunia telah berakhir, ade akan pulang ke akhirat dengan kain putih juga, yang membungkus seluruh tubuh ade. Putih, warna sejati, warna dasar dan warna yang memiliki berjuta makna,” kataku suatu ketika.
Tiba-tiba dia memelukku erat, “Dan selamanya, ade akan tetap menjadi bidadari kakak. Kakak akan meminta kepada Allah SWT, di akhirat kelak, kakak tidak butuh banyak bidadari. Kakak hanya membutuhkan satu bidadari, yaitu ade, istri kakak di dunia dan akhirat.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!