kekasihpuisi.webs.com
Di ruang itu.
Aku duduk di bangku ujung paling kanan baris kesepuluh.
Menatap layar lebar.
Jika dapat kau lihat, binar mataku serupa kunang-kunang ditingkah cahaya.
Gambar bergerak dengan ukuran besar, efek suara yang membahana.
Menakjubkan.
Itu kisah perkenalanku dengan sahabatku yang bernama bioskop. Dialah yang mengajarkanku berfantasi, membayangkan sebuah cerita dan menuliskannya. Dialah yang mengajarkanku untuk tanpa malu mengeluarkan ekspresi; tawa, tangis, hingga jeritan.
“Ayah! Ayah! Minggu depan kita nonton lagi ya, Yah!”
“Ya anakku, minggu depan kita pilih lagi film yang bagus, tapi kamu harus janji rajin belajar ya.” Ayah mengelus kepalaku.
“Hei teman-teman! Ada film baru nih! Kita nobar yuk!”
Teman-teman bersorak menanggapi ajakanku.
“Sayang, minggu ini kamu mau nonton apa?”
“Nonton bioskop terus, aku bosan!” kekasihku manyun.
“Tenang Sayang, setelahnya kita jalan-jalan ke pasar malam”
“Waah, baiklah! Nanti filmnya kupilih dulu dari koran ya!” kekasihku tersenyum sambil menggamit lenganku.
“Ayah! Ayah! Minggu depan kita nonton lagi ya, Yah!”
“Ya anakku, minggu depan kita pilih lagi film yang bagus, tapi kamu harus janji rajin belajar ya.” Aku mengelus kepala anakku.
Ya, dialah yang mengantarku untuk dewasa tanpa melupakan imajinasi; yang menjadi tempat peristirahatan saat fikiranku lelah akan logika kehidupan.
Bertahun kulewati bersamanya. Usiaku semakin matang, ia pun semakin menua. Tumbuh bersama, itu satu-satunya kesamaan sekaligus paradoks yang membuatku sedih; usia membuat kehidupanku semakin membaik, namun usia membuat keberadaannya semakin tersingkir.
Kini tiba sudah pada hari yang paling tidak kami nantikan. Dari kejauhan kulihat gedung tua itu dengan angkuh menantang buldoser yang berjalan perlahan ke arahnya “Ya! Tantang mereka, kawan! Jangan biarkan mereka membunuh mimpi dan imajinasi!”
“Tenang saja kawan, aku bukan kacang yang melupakan kulitnya, engkau menemaniku bertumbuh, aku pun akan menemanimu rubuh.” Kakiku melangkah satu-satu ke depan. Semakin ke depan. Tangan-tangan menahan tubuhku. Aku berontak melepaskan diri, berlari masuk ke dalam gedung itu.
Semakin ke dalam.
Semakin dalam.
Di ruang itu.
Aku duduk di bangku ujung paling kanan baris kesepuluh.
Menatap layar lebar.
Langit-langit gedung bergetar...
Kota Baru, 1 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SANGAT DIANJURKAN untuk saling mengapresiasi atau mengkritik tulisan satu sama lain. Kita sama-sama belajar ya!